Singaraja | Perayaan Hari Suci Waisak ke 2560 BE di Wihara Giri Mandala, Desa Alas Angker, Kecamatan Buleleng berlangsung sangat khusuk, Minggu (22/5). Perayaannya penuh dengan nuansa adat dan budaya Bali. Mulai dari penggunaan Gebogan dan Canag sari sebagai sarana persembahyangan pradaksina, juga ada tabuh Lelongoran dengan menggunakan Gong Gede. Suasana ini mencerminkan toleransi yang begitu kental antar kehidupan beragama di Buleleng.
Keberadaan Wihara Giri Mandala di Desa Alas Angker sudah cukup lama, umat yang bersembahyang di wihara ini bukan saja umat dari desa setempat namun pula dari sejumlah daerah di Bali.
Menurut Ketua Wihara Giri Mandala, Ketut Widiasa keberadaan Wihara Giri Mandala dan setiap upacara termasuk perayaan Waisak adalah bukti toleransi kehidupan beragama di desa ini cukup toleran. Akulturasi pun terbentuk begitu saja, karena banyak pula umat yang bersembahyang di wihara ini adalah warga masyarakat Bali.
“Perayaan Waisak di wihara ini memang sangat kental dengan nunansa adat dan budaya Bali mulai dari pakaian atau sarana persembahyangan serta gambelan. Akulturasi budaya in terbentuk begitu saja, Kehidupan antar umat beragama juga cukup toleran,” jelas Widiasa.
Komang Ayu Jati, salah satu umat umat Budha juga mengungkapkan toleransi yang cukup tinggi terjadi di didesa ini. Bagi Ayu Jati, Perasayaan Waisak hampir sama dengan perayaan galungan dan kuningan. Setiap saat, Dia selalau datang ke wihara ini untuk melkaukan persemabhyangan.
“Setiap saat, sebagian warga disini selalau melakukan persembahyangan kala Waisak. Kami biasa berbaur,  Umat Budha dan Umat Hindu sebenarnya tidak ada sekat, kami biasa bersembahyang bersama,” ujar Ayu Jati.
Umat berharap, perayaan Waisak 2560 BE tahun ini bisa menjadi acuan bagi masyarakat untuk menjaga kedamaian di alam semesta ini. |PW|