Singaraja | Majelis Madya Desa Pekraman (MMDP) Kabupaten Buleleng dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng menolak rencana pembangunan menara JBC (Jawa Bali Crossing) jika dibangun di areal kawasan suci. Bahkan, MMDP Buleleng masih konsisten sejak tahun 2014 sampai saat ini menolak rencana pembangunan tower tertinggi didunia yang rencananya dibangun dan berjarak 350 meter dari Pura Segara Rupek di Taman Nasional Bali Barat.
Konsistensi MMDP Buleleng sudah berlangsung sejak tahun 2014 silam, ketika mereka diundang dalam sosialisasi rencana pembangunan rencana project JBC di Kantor Taman Nasional Bali Barat.
Ketua MMDP Buleleng, Dewa Putu Budarsana bahkan menyatakan saat sosialisasi tahun 2014 itu pihaknya juga langsung datang ke lokasi di titik koordinat utama di Taman Nasional Bali Barat. Bahkan, Budarsana sampa kini masih menyimpan foto patok tersbeut.
“Saya kira batal, ini fotonya masih saya simpan. Sejak awal kami sudah menolak karena kawasan yang akan dibangun menara ini dekat dengan Pura Segara Rupek. Kami meminta supaya digeser. Setelah sosialisasi itu, memang lama tidak terdengar lagi informasinya, kami kira batal. Malah ada sekarang kami dengar lagi di media katanya akan berlanjut walaupun emamng belum ada aktifitas fisik.” terang Budarsana sambil menunjukkan foto patok titik koordinat di handphone miliknya, Kamis ( 9/6).
Budarsana menyebut selama rencana pembangunan itu masih berada di radius kawasan suci sesuai dengan aturan Perda RTRW Bali dan Bhisama PHDI, maka pihaknya tetap menolak.
Apalagi dalam jangka panjang, rencana pembanguan tower tertinggi di dunia ini akan melintasi lima desa adat di kawasan Buleleng Barat, Desa Adat Sumberklampok, Desa Adat Pejarakan, Desa Adat Sumberkima, Desa Adat Pemuteran, Desa Penyabangan.
“Kami sudah sepakat untuk satu kata, selama rencana pembangunan itu berada di kawasan suci maka kami tetap menolak. Aturannya sudah jelas,Pura Segara Rupek termasuk dalam Pura Dang Kahyangan, radius kesuciannya dua kilometer dari tembok penyengker pura,” terangnya lagi sambil menunjukkan copy Perda RTRW Pripinsi Bali.
Pada intinya, kata Budarsana jarak titik koordinat itu dari Pura Segara Rupek sejauh 350 meter itu jelas melanggar Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali Pasal 50.
Budarsana meminta supaya PLN dan Taman Nasional Bali Barat kembali melakukan sosialisasi lebih intensif terkait dengan rencana pembangunan kedepan kepada semua pihak, terutama terkait lokasi dan radius kawasan suci yang tidak boleh dilanggar.
Sementara itu, Ketua PHDI Buleleng I Dewa Nyoman Suardana, S.Ag.M.Si. ketika dihubungi melalui seluler Kamis (9/6) mengatakan, sejauh ini pihaknya tidak mengetahui secara pasti pembangunan menara tower JBC tersebut.
PLN belum pernah melakukan sosialisasi terkait rencana pembangunan menara JBC setinggi 376 meter dihadapan PHDI Buleleng. Namun Suardana memastikan, jika rencana tersbeut dibangun di areal kawasan suci maka itu jelas melanggar Perda RTRW Bali dan Bhisama PHDI.
“Kami belum pernah mendengar sosialisasi rencana pembangunan tower ini. Tetapi jika mengikuti pemberitaan di media massa, jika lokasinya di kawasan radisu kesuican maka jarak 350 meter dari Pura Segar rupek sudah tentu melanggar,” kata Suardana.
Menurut Suardana, PLN dan Pemerintah Pusat harus berfikir matang terkait dengan wilayah kesucian pura ini karena hal ini nanti juga menyangkut keamanan dan kenyamanan para umat yang melakukan persembahyangan di Pura Segara Rupek.
“Dampak yang lebih serius lainnya adalah kelestarian pura termasuk kenyamanan umat Hindu di seluruh Bali yang akan melangsungkan ritual persembahyangan akan terganggu,”terangnya.
Secara kelembagaan, Suardana meminta walaupun kewenangan perijinan ada di tangan Pemerintah Propinsi Bali maupun Pemerintah Pusat, seyogyianya PLn, TNBB dan Kementerian Kehutanan serta Pemprop Bali tetap mempertimbangkan kawasan suci ini.
“PHDI ini memiliki visi melindungi umat termasuk kawasan pura agar tidak terganggu dari pembangunan apapun termasuk menara tower SUTET ini. Untuk itu, pihak yang terkait harus menghormati budaya lokal itu dan lokasi tower itu harus digeser keluar dari radius kawasan pura yang kita sucikan itu,” jelasnya.
Untuk diketahui, PLN UPK Sembilan Jawa Timur (Jatim) memasang patok lokasi tower JBC setinggi 367 meter didalam kawasan hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) yang berdekatan dengan Pura Segara Rupek dan Pura Payogan. Jarkanya dari Pura Segara Rupek hanya 350 meter, dan bertolak-belakang dengan Perda RTRW Bali.
Pimpinan Proyek JBC, Yoga mengatakan kebutuhan energy listrik di Bali sangat penting. Selama ini, transmisi jaringan listrik Jawa Bali tergantung dari kabel laut 150 kV. Sementara di Bali jumlah total daya pembangkit sebesar 432 MW, dan maskimum daya dari jawa melalui kabel laut 160 MW.
Selama ini, kendala teknis yang dihadapi adalah kabel laut system 150 kv hanya tergantung dua kabel, sementara drop tegangan jaringan 150 kV di sub system Bali hanya 130 kV dan terjadi drop tegangan jaringan 150 kV di Jawa Timur bagian timu sampai 140 kV.
Untuk mengatasi kendala itu dan memperkuat system koneksi Jawa Bali maka diperlukan Jaringan SUTET 500 kV Jawa Bali Crossing.
Untuk itu, Diperlukan dua lokasi untuk pembangunan menara, satu di Daerah Watudodol, Banyuwangi dan satu menara di Taman Nasional Bali Barat tepatnya di Pura Segara Rupek. |NP|