Mural mungkin tidak terlalu populer tapi terlalu penting bagi kota-kota dengan kreativitas tinggi di dunia. Yogyakarta, Bandung, dan di Jakarta menyimpan berbagai tema mural. Dengan mudah menemukan karya seni mural bermutu tinggi. Beruntung bagi Kota Singaraja. Walaupun kota terpencil yang jauh dari bandara internasional, di sini dibangun perguruan tinggi yang terpandang, Undiksha. Jika ingin bernostalgia dengan mural datanglah ke kampus Fakultas Bahasa dan Seni dari kampus itu.
Pada salah satu sudutnya mahasiswa Pendidikan Seni Rupa berkarya mural yang sangat indah. Di sini mural mendapat penghormatan sebagai karya seni. Fakultas ini memberi ruang untuk mengapresiasi dan memproduksi berbagai ragam seni. Walaupun berada di Bali dan sudah terkenal dengan seni tradisi namun seni modern kontemporer juga mendapat ruang yang sangat adil. Pada era media sosial manusia membutuhkan ruang-ruang untuk berekspresi dan berbagai karya bisa dijadikan visualisasi, tentunya mural di sudut kampus FBS adalah pilihan yang sangat menarik.
Mural ini mengesankan bahwa kampus menjadi ruang apresiasi yang sangat kuat. Mural adalah narasi sebuah karya seni dengan ideologi pemberontakan kepada kemapanan atau kekuasaan yang bergerak diktator; menjadikan karya seni ini sebagai media perlawanan. Tapi tidak semua mural demikian. Mural juga masih memiliki nilai-nilai realitas yang kuat dan akar artisitiknya. Mural yang ada di kampus FBS bisa sebagai contoh yang sangat dekoratif dan tidak ada kaitannya dengan ideologi pemberontakan tetapi di sini mural terkait dengan apresiasi dan sikap kampus dan penghargaan terhadap karya seni dari genre manapun. Karena itulah karya seni mural ini penting dan menjadi satu sudut yang menandai kehadiran disiplin seni rupa di kampus ini .
Mural selalu ditandai dengan kreativitas dan dia dihadirkan menyatu dengan lingkungan; tepat ada di tengah-tengah publik. Tidak pernah harus menjadi karya seni yang eksklusif. Mural harus dinikmati bersama dalam kehidupan sehari-hari. Mural tidak harus tersimpan di ruang-ruang museum atau di galeri; mural menyatu dengan jalan raya, dengan tiang-tiang beton jalan bebas hambatan atau jalan layang. Mural menyatu dengan kebisingan kota besar, polusi, dan bau got; seolah mural ingin menjadi jembatan kesenjangan sosial di kota; di antara debu dan gedung dengan seribu ruangan berpendingin.
Kehadiran mural di kampus FBS bertujuan merespons keinginan warga kampus dalam menjadikan kampus ini kreatif. Kreativitas tentu mendapat makna baru di tengah digitalisme, virtualisme, dan dunia revolusi 4.0. Mural menjadi sebuah ikon bagaimana kampus ini bergerak menuju energi kreativitas yang sangat tinggi untuk memfasilitasi hasrat mahasiswa milenial sehingga mereka tetap memiliki daya kritis dan energi artistik.
Di samping sebagai media seni publik juga menjadi ruang untuk menandai kehadiran subjek. Lebih-lebih pada era media sosial mural menjadi spot foto yang sangat memenuhi syarat. Seni mural memang sangat umum namun bagi masyarakat di kota-kota kecil masih terbilang asing. Nilai ekonomi mural mungkin tidak banyak namun mural memiliki nilai sosial, nilai politis, dan ideologis. Karena itulah mural hadir untuk media ekspresi sekelompok masyarakat yang biasanya dari kaum marginal. Mural adalah ruang bagi kaum pinggiran dan keterlibatan seniman di dalamnya. Karena itulah mural membuat para penguasa hati-hati.
Kehadiran mural di kampus FBS memang tidak linier dengan teori atau konsep tersebut karena di sini mural dihadirkan sebagai edukasi dan pembinaan atau daya pancing bangkitnya apresiasi warga kampus, terutama kalangan mahasiswa. Masyarakat ilmiah tidak hanya berpikir kritis tetapi juga memiliki energi artistik. Mural tentu saja adalah cara untuk membangkitkan generator artistik mahasiswa. Mural akan mengembangkan bahwa pandangan artistik itu tidak hanya soal lukisan, patung , tarian, dan musik tetapi juga mural yang terhampar bebas dan berani di ruang-ruang publik mengisi kekosongan-kekosongan yang hampa dengan dahsyatnya ekspresi dan daya artistik. Menikmati mural adalah menikmati potongan-potongan dialog atau wacana yang sedang dibangun karena itu mural akan menandai suatu periode yang pendek dari sejarah sosial suatu kota suatu negara. Mural tidak hanya untuk disaksikan secara visual tetapi mural harus juga dibaca secara tekstual.
Penulis : Dr. I Wayan Artika (Dosen/Akademisi Undiksha, Singaraja)