Singaraja, koranbuleleng.com | Diskusi Akhir Tahun yang digelar Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB) tahun 2023 memantik sejumlah isu sebagai saran dan masukan bagi calon pemimpin daerah Buleleng, kedepan. Buleleng pada tahun 2024 akan menjalani Pilkada bersama sejumlah daerah lain di Indonesia secara serentak, di bulan September 2023.
Diskusi yang mengusung tema, “Wahai Calon Pemimpin, Datanglah”, merupakan diskusi untuk memancing para calon pemimpin kabupaten Buleleng muncul sejak dini untuk melahirkan ide dan gagasan guna menuntaskan permasalaan yang ada di Buleleng.
Akademisi dari STAH Negeri Mpu Kuturan, Komang Widiantara menyatakan fakta yang ada saat ini seringkali politisi atau calon pemimpin daerah yang ikut dalam kontestasi perebutan kursi kepala daerah melakukan kampanye yang membosankan dan sudah tidak sesuai zaman. S
Saat ini, zaman telah disesaki dengan aktivitas berbeda dari para gen milenial dan Z, yang sarat dengan narasi-narasi yang menggugah dan kreatif. Namun di sisi lain, kampanye dengan baliho di jalan-jalan raya masih berseliweran dan tanpa berisi narasi atau alasan yang menggugah seseorang untuk bisa memilihnya sebagai pemimpin.
“Para politisi minim membangun narasi yang sifatnya memberikan edukasi politik dan minim dialog publik. Mereka masih sibuk di area teritorial konstituennya,” ucap Widiantara, saat menjadi narasumber di diskusi akhir tahun KJB, Jumat 15 Desember 2023.
Semestinya, Politisi saat ini mampu menjual praktek politik yang mengedepankan gagasan, karya dan rekam jejak politik sebagai komoditas utama politiknya. Gagasan atau ide pembangunan itu sudah harus menjadi agenda utama perjuangan para politisi.
Dosen Komunikasi Politik ini menyampaikan Buleleng sedang mempunyai banyak permasalahan, seperti pendidikan, kemiskinan, kesehatan, pengangguran, pariwisata, ekonomi mikro dan makro yang harus dituntaskan untuk kesejahteraan rakyatnya. Di tengah permasalahan itu, ada karakter yang berbeda-beda dari para pemilih dalam memilih pemimpin, sehingga ini menjadi tantangan tersendiri bagi para politisi.
“Jadi jargon modal siap ngayah sebenarnya sudah tidak cukup untuk memimpin Bali, khususnya Buleleng.” kata dia
Widantara menyatakan tipe pemilih saat ini berbeda. Memang masih ada yang berada dalam grafis tradisional, transaksional dan rasional, tetapi disisi lain juga bermunculan tip-tipe pemilih yang sesuai iklim dari lingkungan generasi kekinian yakni cerdas, kritis, digital native dan informatif.
Sementara itu, Rektor Universitas Panji Sakti, Nyoman Gede Remaja mengatakan di tengah penggunaan teknologi yang semakin memudahkan kehidupan manusia justru terjadi politik yang tidak menyehatkan di sosial media. Sejumlah buzzer menggunakan media sosial untuk menjelekkan pasangan lain.
Dia mengajak para politisi ataupun calon kepala daerah Buleleng kedepan agar tidak lagi menggunakan buzzer untuk mengubah wajah sosial politik. “Calon pemimpin tidak pantas lagi menggunakan metode buzzer, itu hanya untuk memprovokasi masyarakat saja,” kata Remaja.
Sebaiknya, kata Remaja, Politisi membangun narasi yang menggugah warga untuk berkontribusi besar dalam pemilihan, sehingga tingkat partisipasi pemilih dalam perhelatan pemilihan umum meningkat dan berdampak baik bagi proses demokrasi.
Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan mengatakan KPU Bali akan melakukan terobosan-terobosan yang bisa meningkatkan partisipasi pemilih Bali hingga 83 persen lebih. “Ini bukan hanya tugas KPU saja, tetapi seluruh elemen Bali. Dukung kami untuk meningkatkan partisipasi Pemilih,’ terang Agung Lidartawan.
Agung bercerita, awalnya dia sempat menawarkan kampanye di mall-mall yang ada di Denpasar, namun pengelola mall tidak ada yang bersedia karena ketakutan akan terjadi keributan.
“Akhirnya saya akan buat kampanye terbuka di lapangan Renon. Masing-masing Calon DPD RI kami beri ruang melemparkan visi dan misinya ke publik, dan akan kami buatkan video lalu share ke publik,” ujar Lidartawan.
Lidartawan juga meminta peserta Pemilu membuat video-video inspiratif yang bisa diunggah ke sosialmedia.Saat ini, sudah bukan zaman lagi mengkampanyekan diri dengan cara-cara tradisional. “Saya pernah ditanya anak-anak muda, kata mereka apa yang bisa diharapkan dari calon pemimpin yang hanya berfoto dengan menyakupkan tangan dan tanpa ada edukasi politik, Begitu,” terang Lidartawan. (*)