Singaraja, koranbuleleng.com|Kerja keras yang ditunjukkan Neneng Anengsih selama dua puluh lima tahun membawanya meraih penghargaan tertinggi dari negara dibidang Pelestarian Lingkungan Hidup. Warga Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, yang sehari-hari bekerja sebagai penyuluh kehutanan lapangan (PPL) di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Buleleng ini berhasil meraih penghargaan Kalpataru kategori Pengabdi Lingkungan pada 2016.
Perannya sebagai pelestari lingkungan serta keberhasilan membina kelompok kehutanan dan lingkungan di Kabupaten Buleleng, membuat Neneng Anengsih berhasil mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Penghargaan itu diterima saat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2016 yang diselenggarakan di Kabupaten Siak, Provinsi Riau beberapa hari lalu.
Neneng Anengsih mengatakan, penghargaan Kalpataru bukanlah mimpi yang ingin ia dapatkan. Sebab, Kalpataru bukan menjadi tujuan akhir kegiatannya. Namun dalam perjalanannya, ia diusulkan Pemkab Buleleng dan Pemprov Bali untuk menjadi nomine penerima Kalpataru.
“Awalnya sempat kaget dan nggak percaya, diusulkan oleh Pemkab Buleleng sampai diumumkan sebagai salah satu penerima penghargaan, ini bukan mimpi saya, karena Kalpataru bukan tujuan akhir dari semua kegiatan saya ini,” tuturnya.
Anengsih mengungkapkan, untuk mengajak masyarakat sadar menjaga hutan dan merehabilitasi memang bukan hal mudah, memperbaiki alam dinilai merupakan hal yang mustahil, namun dengan berbekal semangat, kerja keras didasari keikhlasan akhirnya semua bisa tercapai.
“Memelihara alam sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita bersama, hutan, tanah, air dan lingkungannya, ibarat seorang Ibu walaupun jiwa dan raganya tersakiti namun dia tetap memberikan penghidupan selamanya,” terang Neneng.
Perjalanan pengabdian Neneng Anengsih ini dimulai pada tahun 1991, dengan mendirikan kelompok tani dan penghijauan di Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng.
“Saya mulai menginjakkan kaki sebagai pendamping di desa Bebetin pada 1991, saat itu sangat prihatin melihat kondisi hutan desa itu sebagian besar perbukitannya terlihat gundul. Kekhawatiran itu semakin menjadi manakala saat hadirnya musim hujan, kerap terjadi longsor hingga mengancam sumber penghidupan dan keselamatan warga, setelah berkordinasi dengan kepala desa kemudian kami membentuk kelompok tani dan penghijauan” ujarnya bercerita.
Atas keadaan itu, pada tahun 1991 Neneng mulai melakukan pendekatan dan pembinaan yang bersifat “door to door”, mengajak masyarakat untuk sadar menjaga hutan sebagai pelindung sumber penghidupan mereka. Sejumlah program pelestarian lingkungan akhirnya berhasil dilaksanakan.
“Pertama berusaha melakukan pendekatan dengan menjalin ikatan emosional terlebih dahulu, mengenal karakter warga dengan mendatanginya dari rumah ke rumah. Dengan begitu lebih mudah membangkitkan partisipasi warga untuk peduli terhadap alam di sekeliling mereka,”terang Neneng saat ditemui di rumahnya, Jumat 29 Juli 2016.
Usaha itu nampaknya berhasil, kelompok tani dan penghijauan dari Desa Bebetin pun terbentuk beranggotakan tiga puluh orang pada saat itu. Kemudian bersama kelompok langsung mengadakan rehabilitasi lingkungan dengan melakukan penanaman bibit sebanyak dua belas ribu batang di tahun 1992 di Bukit Bebetin yang kini menjadi penangkaran satwa hewan menjangan.
Ditambah penghijauan dari swadaya penyuluh 1000 batang, dilanjutkan tahun 1993 sebanyak enam ribu batang ditambah penanaman darj hasil pembuatan kebun bibit desa sebanyak lima belas ribu batang. Lahan yang dikelola merupakan lahan kritis, ditanami jati bali, gemelina, sengon, mahoni dan kemiri.
“Namun tidak di Desa Bebetin saja, saat yang bersamaan juga melakukan pendampingan dan pembinaan di desa sekumpul,” tambahnya.
Lanjut dia, kerja keras dan ikhlas yang digeluti selama dua puluh lima tahun ditujuh desa di Kecamatan Sawan diantaranya, Desa Sangsit, Giri Emas, Bungkulan, Bebetin, Sekumpul, Galungan, dan Jagaraga dengan luas lahan binaan 4.298 hektare tersebut akhirnya membuahkan berbagai prestasi di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
Perjuangan dan kerja keras yang dilakoni oleh Neneng Anengsih juga mendapatkan dukungan penuh dari keluarga, terutama suaminya Gede Melandrat. Suami istri ini mempunyai basic pekerjaan yang sama dibidang kehutanan.
Kemanapaun Neneg Anengsih menggelar penyuluhan dan pembinaan, gede Melandrats elalu memahami dan merstuai pekerjaan Neneng.
“Semua yang Saya dapatkan ini tentu juga akrena dukungan keluarga, restu suami. Ini penting sekali bagi saya untuk menjalankan pengabdian ini,”ucpanya.
Berbagai prestasi sebenarnya sudah didulang oleh Neneng Anengsih. Pada tahun 1994 dan 1995 berhasil mengantarkan dua kelompok tani yakni kelompok bukit Desa Bebetin dan kelompok Bukit Lebah Desa Sekumpul meraih prestasi, keluar sebagai juara II lomba kelompok tani dan penghijauan tingkat Kabupaten Buleleng.
Berlanjut di tahun 2012, kelompok binaanya yakni Kelompok Tani Sarining Amerta Desa Bungkulan berhasil menyabet juara II dalam penilaian kelompok tani dan penghijauan tingkat Kabupaten Buleleng.
Tahun 2014 berhasil mengantarkan salah satu penyuluh kehutanan swadaya masyarakat, Putu Mudisana terpilih sebagai juara II di tingkat Provinsi Bali. Di tahun ini, tepatnya dibulan Agustus 2014 Neneng anengsih juga terpilih sebagai juara III dalam Lomba Wana Lestari kategori Penyuluh Kehutanan Teladan tingkat Nasional dan berhak menerima Trophy serta Piagam Pengabdi Lingkungan dari Kementerian Kehutanan RI yang penyerahannya dilaksanakan di Istana Negara saat itu. |NH|