Singaraja, koranbuleleng.com| Puluhan tahun pasangan suami istri Ketut Masumadi, (39) dan Luh Serkii, (35) bersama empat orang anaknya, Gede Ariaba (11), Made Anggara Nata (10), Komang Rediasa (5) dan Ketut Asih (2) hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka merupakan warga Banjar Dinas Kaje kauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Rumah yang dijadikannya andalan sebagai tempat berteduh, boleh dibilang jauh dari kategori layak huni. Keberadaan lokasi ini pun sangat jauh dari keramaian. Luh Serki nampak duduk termenung di emperan rumahnya sambil menggendong si bungsu yang saat itu terlihat menangis, dipikirannya seolah tersirat sebuah impian ingin hidup layak bersama keempat orang anaknya, sama seperti warga yang lain.
Luh Serki kesehariannya tidak bekerja, hanya mengandalkan penghasilan sang suami yang bekerja sebagai buruh serabutan. Bukannya tidak ingin membantu pekerjaan sang suami, namun hal itu dikarenakan usia si bungsu yang masih balita, dan memaksanya untuk tidak bekerja.
“Saat ini hanya mengandalkan penghasilan suami, biasanya ada orang yang mencari ke rumah memberikan pekerjaan, digaji sehari Rp. 70.000. Jika tidak bekerja, kami harus pinjam uang dulu ke tetangga untuk beli beras, kadang juga terpaksa makan dengan menu seadanya, sayur-sayuran seperti kangkung kami petik dari rawa-rawa, kami makan bersama nasi,” ucap Luh Serki.
Lanjut dia, bangunan itu berumur sudah puluhan tahun, berdiri diatas tanah seluas 100 meter persegi. Terdapat dua kamar tidur di dalamnya serta dapur seadanya, tanpa dilengkapi kamar mandi.
Dinding rumah yang terbuat dari bata mentah itu semuanya sudah rapuh. Bahkan, atap rumah dari seng yang ditempati keluarga ini hampir seluruhnya berkarat serta bocor sehingga seringkali bocor saat hujan tiba. Jika hujan turun, mereka tidak dapat tidur dengan nyenyak dan selalu merasa cemas.
“Bangunan ini sudah berdiri sejak puluhan tahun silam, warisan orang tua, tidak pernah direnovasi, tembok rumah ini terbuat dari bata mentah, atap seng dari dulu berkarat dan berlubang. Ketika hujan kami sekeluarga tidak berani tidur di dalam kamar, mengungsi tidur di dapur walaupun rela harus berdesakan, itu kami lakukan untuk keselamatan kita semua. Pengalaman beberapa tahun lalu, tembok kamar sebelah timur roboh dan menimpa istri yang saat itu sedang tidur bersama anak-anak, beruntung warga sekitar cepat mendengar teriakan kami pada malam itu, dan memberikan pertolongan hingga musibah itu tak menimbulkan korban luka. Sebenarnya ingin beli bahan bangunan yang baru, namun tidak punya uang, jangankan untuk beli bahan bangunan, makan sehari-hari saja sulit sekali, “ungkapnya dengan nada sedih.
Pasutri ini hanya bisa berharap, kiranya ada pihak dan dermawan yang ihklas membantunya untuk bisa keluar dari kesulitan hidup yang mereka jalani saat ini.|NH|