Singaraja, koranbuleleng.com | Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Buleleng tahun ajaran 2024/2025 sudah tuntas dilaksanakan. Namun, Dewan Pendidikan Kabupaten Bulelelng menemukan sejumlah persoalan, mulai dari ada sekolah Minim siswa hingga yang over kapasitas.
Ketua Dewan Pendidikan Buleleng, Dr. Made Sedana, M.Pd mengatakan Dewan Pendidikan Buleleng telah melakukan pemantauan terkait proses PPDB di Buleleng. Baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.
Menurut Sedana, secara umum proses PPDB telah berjalan dengan baik. Tetapi, sejak beberapa tahun terakhir mulai muncul persoalan di tingkat sekolah dasar. Terutama daya tampung siswa.
Sedana mengungkapkan saat ini mulai terjadi pergeseran sebaran penduduk. Terutama di kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan dan kawasan urban.
Menurutnya di kawasan urban mulai muncul masalah daya tampung sekolah dasar. Seperti di Desa Sambangan dan Desa Panji.
Jumlah penduduk semakin banyak. Sementara daya tampung sekolah terbatas. Dampaknya beberapa sekolah di kawasan urban ramai pelamar.
Contohnya adalah SDN 3 Sambangan dan SDN 1 Panji. Kedua sekolah itu berada di kawasan urban.
Jumlah penduduk di sekitar sekolah itu meningkat tajam. Sehingga sekolah kewalahan menampung para siswa.
“Ini perlu disikapi. Apakah dengan membangun sekolah baru, atau minimal menambah rombongan belajar (menambah kelas),” kata Sedana, Kamis 25 Juli 2024.
Sementara di kawasan pedesaan, sejumlah sekolah kini kesulitan mendapatkan siswa. Dampaknya, sekolah kesulitan membiayai operasional rutin.
Tatkala sekolah mulai kesulitan membiayai operasional, praktis hal itu akan berdampak pada mutu pendidikan.
Menurut Sedana, perlu kajian komprehensif terhadap sekolah-sekolah yang minim siswa. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) perlu melihat tren siswa selama 10 tahun terakhir.
Apabila jumlah siswa terus menerus kurang dari 10 orang, maka pemerintah harus memikirkan opsi melakukan regrouping.
Sedana sadar betul kebijakan regrouping sekolah di kawasan pedesaan akan menimbulkan dampak cukup besar. Salah satunya, siswa di kawasan tersebut kesulitan mengakses pendidikan.
“Solusinya bisa dengan menyediakan angkutan sekolah. Entah dengan ojek atau kendaraan roda empat. Pembiayaan bisa subsidi lewat Disdikpora. Opsi ini bisa dilakukan, sehingga beban operasional sekolah tidak terlalu berat, anak usia sekolah juga tetap bisa mendapatkan pendidikan,” demikian Sedana.
Sedana juga menambahkan, ada sejumlah sekolah yang menerima siswa berkebutuhan khusus. Sebab, orang tua siswa yang memiliki anak berkebutuhan khusus enggan menyekolahkan anaknya ke SLB di Kota Singaraja.
Menurutnya, kondisi ini harus disiapkan oleh Disdikpora Buleleng agar sekolah yang menampung siswa berkebutuhan khusus untuk diberikan pelatihan dalam mendidik anak berkebutuhan khusus.
“Ini juga menjadi atensi bagi pemerintah, sehingga masyarakat yang memiliki anak anak berkebutuhan khusus dapat pelayanan Pendidikan yang maksimal,” tutupnya. (*/ads-dp)