Singaraja, koranbuleleng.com | Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, Wayan Koster dan I Nyoman Giri Prasta berjanji akan memberlakukan insentif untuk Nyoman dan Ketut karena populasi manusia Nyoman dan Ketut dianggap berada diambang kepunahan.
Paslon Koster Giri dalam uji publik di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Rabu 6 Nopember 2024, mengungkapkan data populasi Ketut hanya enam persen dan Nyoman hanya 18 persen. Ketut berpotensi punah lebih awal.
Dari kondisi itu, Wayan Koster menyatakan bahwa penduduk Bali cenderung turun. Jumlah penduduk Bali 4,4 juta jiwa ditahun 2023. Sempat meningkat 1,0 persen dan sekarang kembali turun hingga 0,67 persen. Penurunan populasi penduduk harus diantisipasi.
Koster juga sempat meminta mahasiswa yang bernama Ketut untuk unjuk tangan. Dia melihat, dari 1300 mahasiswa di auditorium itu, mahasiswa yang bernama Ketut ternyata cukup sedikit.
“Nanti akan kita berlakukan insentif Nyoman dan Ketut. Kalau tidak, berbahaya ini, siapa yang mebanjar nanti,” kata Koster.
Koster juga menyatakan akan melakukan pemerataan ekonomi di Bali yang saat ini masih terjadi ketimpangan.
Pertumbuhan ekonomi makro Bali 5,7 persen di tahun 2023 dengan pendapatan 62 juta perkapita. Tingkat kemiskinan di Bali 4,25 persen, tingkat penggangguran 2,69 persen, iindeks pembangunan manusia 78 persen, Usia harapan hidup 75 tahun dan lebih tinggi dari nasional 72 tahun.
Faktor yang berpengaruh besar terhadap ekonomi Bali adalah pariwisata. Pariwisata mancangera tahun 2023 mencapai 5,3 juta jiwa dan menghasilkan devisa Rp98 trilun dan memberi kontribusi 45 persen devisa untuk Indonesia senilai Rp218 triliun. “Jadi satu provinsi mampu memberikan 45 persen cadangan devisa nasional untuk Indonesia.” kata Koster.
Pariwisata memberikan kontribusi ekonomi yang paling tinggi hingga 66 persen. Namun, pariwisata ini rentan terhadap resiko terhadap faktor-faktor eksternal. Cuma saja, kata Koster ada ketimpangan bidang pariwisata di Bali. Dampak terbesar dari pariwisata sebesar 69 persen hanya terjadi di
wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung,Gianyar dan Tabanan), sisanya 31 persen ada diluar Sarbagita. “Artinya, makin padat di wilayah Sarbagita dan permasalahan sosial lain di wilayah Sarbagita,” katanya.
Di wilayah Sarbagita hotel dan restoran berdiri hingga 70 persen dengan tingkat pendapatan mencapai Rp9,9 triliun, 30 persen berada diluar Sarbagita dengan tingkat pendapatan daerahnya hanya Rp1,5 triliun.
“Mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan sosial. Ini yang harus ditata kedepan.” terangnya.
Ketimpangan itu misalnya migasi yang tinggi ke wilayah Sarbagita sehingga memunculkan masalah-masalah sosial ekonomi budaya. (*)