Singaraja, koranbuleleng.com| Dunia Kesenian Bali khususnya Kabupaten Buleleng berduka. Seniman serba bisa, Nyoman Durpa tutup usia, Selasa, 15 Nopember 2016. Nyoman Durpa menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang ke 58 tahun. Bagi banyak seniman, Dia adalah seorang guru sejati.
Kepergian Nyoman Durpa untuk selama-lamanya tersebut tidak hanya membuat shock pihak keluarga, namun juga membuat kaget keluarga besarnya di Padepokan Seni Dwi Mekar yang ia dirikan. Tidak hanya itu, kerabat maupun sejumlah pihak juga dibuat kaget dengan kepergian pemeran Ngurah Toni dalam setiap pementasan Bondres Dwi Mekar ini.
Pria kelahiran tahun 1958 ini meninggal di Rumah Sakit Kerta Usadha Singaraja lantaran terinveksi virus tetanus. Mengagetkan? Tentu saja. Karena tidak ada yang tahu kalau Nyoman Durpa diserang virus tetanus termasuk keluarga. Pria yang mulai menekuni dunia kesenian sejak SMA itu diketahui menderita Diabetes sejak 10 tahun terakhir.
Gede Pande Satria Kusuma Yudha anak semata wayang Nyoman Durpa menuturkan, virus tetanus itu baru diketahui 3 hari yang lalu. Saat itu, Nyoman Durpa mengalami panas yang tinggi, hingga keluarga memutuskan untuk dibawa ke Rumah Sakit Kerta Usadha Singaraja. Disana diketahui bahwa terjadi peningkatan sel darah putih, yang mengakibatkan terjadinya infeksi pada luka pada ibu jari kaki kanan Nyoman Durpa.
Pria yang akrab disapa Olit ini menjelaskan, luka pada ibu jari kaki kanan ayahnya tejadi saat sekitar lima bulan lalu. Usai pementasan, Nyoman Durpa seperti biasanya melakukan terapi listrik melalui alat miliknya. Namun karena keasikan, ia pun tertidur. Karena terlalu lama melakukan terapi listrik, kedua telapak kakinya terbakar.
“Pas kejadian itu, Bapak tidak mau diajak ke rumah sakit. Katanya cukup dirawat dirumah saja. Dan kakinya setelah terbakar itu langsung direndam dengan air hangat. Setelah dirawat dirumah itu, mau sembuh luka nya. Cuma di bagian jempol kanannya saja yang tidak bisa sembuh,” Jelasnya.
Menurut Olit, setelah diketahui terjadi infeksi pada luka tersebut, Nyoman Durpa yang kini telah memiliki dua cucu ini juga tidak mau dirawat, dan memilih untuk pulang. Hingga kemudian senin pagi, kembali harus dilarikan ke Rumah Sakit Kerta Usadha karena menggigil kedinginan.
“Nah pas sudah di Rumah Sakit, dilakukan observasi baru bisa dipastikan kalau bapak sudah terinveksi virus tetanus yang sudah menyebar di seluruh tubuh hingga ke Otak. Nah pas selasa pagi sekitar jam setengah enam, bapak sempat muntah, sebelum akhirnya meninggal,” ungkapnya.
Menurut Rencana, prosesi pengabenan terhadap Nyoman Durpa akan dilakukan ditanah kelahirannya yakni di Banjar Dinas Pande Kelod Kangin Desa Satra Kecamatan Kintamani Bangli.
Nyoman Durpa merupakan salah satu seniman serba bisa yang namanya tidak hanya terkenal di Bali, namun hingga ke tingkat Nasional. Bahkan beberapa kali, Padepokan Seni Dwi Mekar Singaraja sudah melakukan pementasan hingga ke Luar Negeri. Kiprahnya untuk kesenian juga tidak bisa diragukan lagi. Sejumlah seniman muda berhasil ia hasilkan.
Lalu, bagaimana kesan dari kawan seperjuangan hingga juridnya terhadap kepribadian Nyoman Durpa?
Nyoman Ngurah Swastika yang kerap tampil sebagai Tulalit dalam pementasan Bondres Dwi Mekar melihat sosok Nyoman Durpa merupakan sosok yang terbuka dan rendah diri. Nyoman Durpa juga merupakan sosok orang yang mau berbagi ilmu. Apalagi dalam setiap pementasan, beliau yang merancang jalan cerita dan porsi setiap pemain, sehingga setiap pementasan dari bondres Dwi Mekar bisa memberikan hiburan kepada masyarakat.
“Saya pikir beliau itu adalah sosok bapak, sosok guru, bisa juga sosok teman yang baik. Beliau orangnya sangat terbuka, dan orang yang mau berbagi ilmu. Apalagi kalau setiap pentas, memang dialah yang mengatur jalan ceritanya, membimbing dan memberikan arahan untuk para pemain, sehingga dalam pementasan, setiap pemain itu tidak terpleset, artinya banyolan dan bicaranya tidak mengarah yang jorok jorok,” ungkapnya.
Sementara itu, Komang Aris Setiana mantan anak didik Nyoman Durpa di Padepokan Seni Dwi Mekar menganggapnya sebagai seorang bapak. Bahkan hal itu juga dirasakan oleh anak didik yang lain di padepokan tersebut. Aris Setiana yang kini aktif ke dalam seni music dalam band Relung Kaca ini, bahkan selalu mengingat pesan Nyoman Durpa, yakni mengawinkan Seni dengan Taksu.
“Pesan yang paling diingat adalah Taksu. Beliau selalu mengajarkan bagaimana kemampuan atau skil itu akan berkembang dengan baik jika tingkat spiritual juga bagus. Makanya juga di Dwi Mekar beliau selalu menggabungkan seni dan spiritual. Sampai sekarang pesan itu masih saya ingat,” ujarnya. |RM|