Singaraja, koranbuleleng.com | SLANK, hadir di gumi Bali Aga. Grup band yang berdiri sejak 26 Desember 1983 ini berkunjung ke Desa Pedawa, Kecamatan Banjar untuk merayakan secara sederhana ulang tahunnya ke ke-33 tahun bersama warga setempat, Rabu 28 Desember 2016. Mereka potong tumpeng di rumah tua khas Desa Pedawa yang telah direkonstruksi ulang.
Disini, Slank juga menanam pohon aren dan pohon kopi, tanaman khas di Bali Aga. Aren menjadi salah satu bahan mentah untuk pembuatan gula merah.
Setelah menanam pohon aren dan pohon kopi, Slank melepaskan burung ke alam, lalu setelahnya menonton permainan gangsing.
Sempat melihat-lihat pameran kecil-kecilan buatan tangan dari warga di lima desa Bali Aga, SLANK langsung disuguhi tuak manis.
Kata Kaka, tuaknya manis, enak nih!
Satu hari sebelumnya, Slank juga sudah mendatangi sejumlah tempat di beberapa wilayah desa Bali Aga seperti desa Tigawasa, desa Cempaga dan desa Sidatapa. Kedatangan sehari sebelumnya tanpa sambutan apapun, mereka menelusuri kawasan hutan yang masih asri dengans epeda motor dan tentu dengan gaya berpakaian mereka, sandal jepit.
Kedatangan Slank diajak oleh pengusaha ternama Bali, Gusti Ngurah Anom atau Cok Krishna. Cok Krishna, satu-satunya pengusaha yang mendukung upaya-upaya masyarakat di Bali Aga yang secara mandiri dan swadaya merubah pola-pola hidup masa lalu dengan beragam kegiatan positif.
Kedatangan Slank ke Bali Aga seakan menjadi klimaks perjuangan masyarakat Bali Aga. Dan esoknya masih ada tugas yang lebih berat untuk menjalani kehidupan baru, mempertahankan hasil perjuangan mereka.
Tentu mempertahankan akan lebih susah daripada membuat sesuatu yang belum pernah ada, ataupun merubah sesuatu yang buruk menjad baik.
Selama dua tahun ini, warga Bali Aga sangat konsisten merubah imej. Caranya sangat sederhana, mereka menanam pohon, melepas burung, membuat aturan lokal siapapun tak boleh menembak burung, menjalankan tradisi nenek moyangnya dengan baik. Siapapun yang mau ikut aksi, silahkan, yang tidak mau ikut, jangan bikin ribut.
Akhirnya satu persatu, masyarakat Bali Aga sadar, bahwa perubahan harus dilakukan dari diri sendiri bukan dari orang lain. Dari hal-hal kecil itu, akhirnya Bali Aga kini bersatu. Merasa serumpun walaupun berbeda-beda karakter.
Klimaksnya kemarin saat Slank datang ke Bali Aga yang membawa virus perdamaian, membawa seruan bahwa Bali Aga bagian dari Indonesia yang sangat indah, juga membawa pesan bahwa Bali bukan hanya di selatan tetapi ada di Bali utara yang pesona tidak kalah dari tempat lain.
“Ini pengalaman yang tidak bisa dilupakan. Indonesia sangat beragam, dari dulu keberagaman ini dijaga dengan baik. Sayang kalau dilewatkan. Bali Aga ini adalah bagian dari Indonesia, alamnya sangat indah. Masyaraktnya juga ramah,” ungkap Kaka.
Bimbim mengatakan, desa di Bali Aga bisa menjadi salah satu daya tarik wisata terkeren di Bali. Tinggal dikembangkan dan dipertahankan apa yang sudah ada sekarang.
Kesan baik memang diucap oleh Slank. Di Desa Pedawa, Bimbim bahkan sangat menikmati permainan gangsing. Walaupun tak pernah melecut gangsing, namun dua kali dia berhasil melecutkan gangsing jumbo dan berputar diatas tanah Bali Aga.
Tokoh Desa Adat Pedawa, Wayan Dolat mengatakan dengan gamblang bahwa di masa lalu kehidupan masyarakat Bali Aga selalu menempel dengan imej beringas karena catatan-catatan sejarah kekerasan.
“Sekarang inilah Bali Aga, dulu masyarakat kami dikenal beringas tetapi kini masyarakat Bali aga jadi murah senyum,aman dan damai.” ujar wayan Dolat dihadapan Slank saat pemberian cindermata gangsing.
Sejarah selalu mencatat Bali Aga adalah “lembah hitam” di masa lalu. Siapapun, tak ada yang berani melintas ke kawasan Bali Aga karena catatan kekerasan. Catatan kekerasan itu bukan hanya terjadi antar warga serumpun diantara desa-desa di Bali aga. Namun sering kali warga setempat dimanfaatkan sebagai tameng kekerasan oleh sejumlah kelompok tertentu, terutaka ketika perhelatan politik terjadi.
Lambat laun, ada beberapa warga Bali Aga yang menyadari, kondisi sepertiitu tidak baik. Mereka lalu sama-sama membangun daerahnya dengan keiklasan. Membangun dengan cara sederhana seakan pasrah apapun yang akan terjadi di masa depan.
“Yang terpenting, kami harus lakukan dulu. Siapa yang ikut mari bersama membangun dengan kesadaran.” ujar salah satu pecinta lingkungan dari Desa Sidatapa, Wayan Ariawan.
Wayan Ariawan salah satu diantara warga Bali Aga yang getol sedari beberapa tahun terakhir melakukan upaya-upaya perbaikan dengan cara mereka sendiri.
Dia yang punya pemikiran untum merubah imej “De kemu menjadi Lan kemu”. Pemikiran tersebut sekaligus menjadi prinsip untuk merubah karakter keras di Bali Aga.
Apa yang dilakukan Ariawan hanya menanam pohon. Disana sini, Dia selalu menanam pohon, melepas burung. Ariawan membeli burung-burung yang dijual dipasaran untuk dilepas lagi di habitatnya.
Dia juga mengkampanyekan bebas sampah. Sampah organik dan non organik dipilah. Sampah organik dikumpulkan untuk dijadikan pupuk cair. Dan berhasil. Pupuk buatan dari bahan sampah organik itu kini digunakan oleh warga petani dibeberapa tempat untuk merawat lahan pertanian.
Ariawan melakukan hal itu bersama sejumlah komunitasnya di Buleleng harmoni. Salah satu tokohnya, Kepala Desa Cempaga, Putu Suarjaya. Ada juga sejumlah komunitas pecinta motor seperti BATA dan NOSI ikut urun sumbangsih pelestarian lingkungan di Bali Aga hingga gerakan ini besar sekali dan terus hidup sampai kini.
Putu Suarjaya dengan kewenangannya sebagai penpucuk pimpinan di desa Cempaga, justru pula lebih mudah untuk menghadirkan warganya dalam kampanye pelestarian alam dan perang terhadap sampah.
Di era kepemimpinanya, Suarjaya selalu mengajak masyarakatnya turun ke desa untuk gotong royong membersihkan sampah, turun ke sungai membebaskan sungai dari sampah plastik.
Turun ke hutan desa untuk membuka akses wisata alam hingga akhinrya menemukan air terjun yang sebelumnya tak pernah diketahui keberadannya.
Di hutan, Suarjaya tidak hanya mengajak masyarakat menanam tanaman hutan tetapi juga mengajak masyarakatnya menanam tanaman perkebunan semacam buah-buahan. Tujuannya tentu untuk menjaga rantai makanan bagi hewan-hewan yang liar di dalam hutan.
Ini dilakukan hanya dari dua tahun lalu, dan semuanya sukses karena kesadaran warganya yang tinggi merubah imej negatif di masa lalu.
Lalu ditempat lain, di Desa Tigawasa warga setempat juga berupaya menjaga rantai ekonomi berjalan dengan baik. Potensi desa yang dipenuhi dengan hutan bambu digunakan untuk membuat kerajinan berbahan bambu. Dari sisi budaya, warga desa setempat sangat menjaga kesakralan hutan. Hutan bagi warga setempat ada tempat suci dan tempat kehidupan bagi generasi selanjutnya.
Di Desa Banyusri juga fokus pada upaya perang terhadap sampah. Di sisi lain, masyarakatnya sedang giat membangun diri dibidang pertanian. Wilayah yang penuh dengan perkebunan cengkeh, warganya bergerak untuk merawat tanah pertaniannya dengan cara alami.
Kini, apa yang dilakukan oleh warga Bali Aga mencapai hasilnya. SLANK datang ke Bali Aga justru membawa seruan perdamaian di Bumi Bali Aga. SLANK menyatakan Bali Aga menjadi bagian dari Indonesia yang punya pesona luar biasa.
Namun kehidupan selanjutnya adalah lembaran baru bagi warga Bali Aga. Mereka harus tetap mempertahankan apa yang sudah ada selama ini. Menghidupkan terus semangat, Lan Kemu. Lan ke Bali Aga, Lan ke Sidatapa, Lan ke Cempaga, Lan Ke Tigawasa, Lan ke Pedawa, Lan ke Banyusri. SCTPB tak lagi menyeramkan.(Nova Putra)