Singaraja, koranbuleleng.com| Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara tahap dua di Desa Celukan Bawang Kecamatan Gerokgak mendapat penolakan dari warga yang mengatasnamakan Paguyuban Masyarakat Peduli Lingkungan (PMPL) Buleleng. Penolakan inipun dilakukan ketika Kapal layar Rainbow Warrior milik Greenpeace menuju perairan Bali utara.
Aksi penolakan tersebut berlangsung di tengah laut dengan menggunakan perahu sambil membentangkan kain kuning dengan tulisan “Tolak PLTU Batu Bara”. Beberapa warga lainnya juga membawa spanduk dengan ukuran besar. Masing-masing bertuliskan “End Coal, Go Renewable”, “Break Free From Coal”, dan “Laut Sehat Tanpa Batu Bara”.
Aksi itu juga mendapat dukungan dari Kapal layar Rainbow Warrior milik Greenpeace dengan membentangkan sebuah spanduk dengan tulisan “Bali Go Renewable”. Pembentangan spanduk dan pengibaran bendera itu sebagai bentuk perlawanan dan penolakan rencana pembangunan PLTU Batu Bara dengan kapasitas 2×380 megawatt yang rencananya dibangun di sebelah barat PLTU Celukan Bawang.
Paguyuban Masyarakat Peduli Lingkungan (PMPL) Buleleng juga membacakan sebuah pernyataan sikap, untuk menolak keras pembangunan PLTU baru. Paguyuban meyakini pembangunan PLTU hanya menambah masalah yang ada saat ini, serta berpotensi menimbulkan masalah baru.
“Kami intinya hanya menolak batu bara, bukan menolak pembangkit listriknya. Terutama pembangkit listrik yang akan dibangun ini. Kalau yang pembangkit listrik yang kedua ini menggunakan batu bara, jelas kami menolak. Karena kami sudah pernah merasakan dampaknya,” kata Ketua PMPL Buleleng, Ketut Mangku Wijana.
Sementara itu, Konsorsium pembangunan PLTU batu bara tahap dua di Desa Celukan Bawang, menyebut aksi penolakan pembangunan pembangkit listrik, ditunggangi kepentingan pribadi. Konsorsium yang dipayungi oleh PT. General Energy Bali (GEB) juga mengklaim telah memenuhi syarat-syarat perijinan sebelum memulai usaha, termasuk mengantongi ijin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dari Pemprov Bali.
General Affair PT. GEB Putu Singyen mengatakan, aksi penolakan PLTU batu bara yang dilakukan Paguyuban Masyarakat Peduli Lingkungan (PMPL) Buleleng sebagai hal yang wajar. Ia hanya mempertanyakan aksi penolakan itu.
Ia pun menduga ada kepentingan pribadi yang menunggangi aksi penolakan itu. Pasalnya, konsorsium sudah berupaya membuat pembangkit listrik ramah lingkungan seoptimal mungkin, dengan dampak lingkungan seminimal mungkin.
“Kami tidak membela diri. Menolak itu ada kepentingan pribadi apa tidak? Kapal Greenpeace itu bukan tujuannya ke PLTU. Ini ada kepentingan tunggangan-tunggangan tertentu sehingga untuk menguntungkan dirinya sendiri,” klaimnya.
Walaupun menuai aksi penolakan, Singyen menegaskan pembangunan PLTU dengan bahan bakar batu bara akan tetap berjalan. Pasalnya, konsorsium telah mengantongi seluruh perizinan yang ada, khususnya izin lingkungan.
“Sebenarnya tinggal ground breaking saja. Dukungan dari warga juga sudah ada, kami kantongi kok dukungan itu. Rencananya tahun ini sudah ground breaking. Tapi kalau terus ada hambatan begini kami nggak tahu. Target kami, lebih cepat lebih baik,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana tidak mau berkomentar terlalu banyak. Menurutnya, ijin Amdal untuk pembangunan PLTU Batu Bara tahap dua di Celukan Bawang sepenuhnya kewenangan Pemerintah Provinsi Bali.
“Saya tidak ada kewenangan soal itu. Saya belum tahu soal itu. Yang menentukan ambang batas lingkungan kan Provinsi. Menentukan baku mutu mereka (Pemprov Bali, Red). Saya nggak ada urusan di sana. Kalau rencana kelistrikan bali, provinsi mengordinir,” Ujarnya. |RM|