Singaraja, koranbuleleng.com| Drama teater dengan “Nyoman Rai Srimben Spirit Ibu Bangsa” tampil dalam Wantilan Berdaya Krama Berbudaya Sabtu, 28 April 2018. Penampilan kolaborasi Komunitas Mahima dan Banjar Adat Pekraman Bale Agung itu mampu memukau ratusan pengunjung Wantilan Pura Desa Adat Pakraman Buleleng.
Kisah yang dibawakan dalam drama ini seakan membawa generasi masa kini ke masa lalu, sebuah kenangan mengharukan bagi warga Buleleng.
Teater tersebut menceritakan kisah tentang seorang tokoh Perempuan bernama Nyoman Rai Srimben dari Bale Agung yang tidak lain adalah Ibu dari Sang Proklamator Indonesia Ir. Soekarno. Dalam teater itu, menceritakan kisah perjalanan hidupnya, mulai dari sejak Ia kecil yang harus mengalami kesedihan mendalam lantaran perceraian kedua orang tuanya.
Sosok Nyoman Rai Srimben yang kuat, membuatnya tidak pernah larut dalam kesedihan. Bersama dengan Jro Mangku Lingsir dari Bale Agung, Ia terus tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik.
Sejumlah kegiatan pun ia bisa lakukan. Mulai dari Mejejahitan, Mekidung, Menenun, hingga Menari Bali. Keahliannya dalam menari itulah yang kemudian mempertemukannya dengan seorang Guru Sekolah Rakyat (kini SDN 1 dan 2 Paket Agung) bernama Raden Soekemi. Mereka dipertemukan di Pura Desa Adat Buleleng.
Saat itu, Raden Soekemi kebetulan tengah menyaksikan prosesi piodalan di Pura tersebut. Dalam prosesi itu, Nyoman Rai Srimben menari Tari Rejang Dewa. Disanalah benih benih cinta tumbuh diantara keduanya. Raden Soekemi yang menonton sempat melemparkan sepucuk Bunga kepada Nyoman Rai Srimben yang kemudian memungut bunga tersebut.
Perjalanan kisah cinta keduanya pun sulit untuk dijalani. Pasalnya, Keluarga Besar Puri Bale Agung saat itu tidak menyetujui hubungan keduanya. Hingga kemudian, Raden Soekemi dan Nyoman Rai Srimben memutuskan untuk kawin lari.
Keputusan untuk menikah dengan Raden Soekemi membuat Keluarga Besar Bale Agung memutuskan hubungan keluarga dengan Nyoman Rai Srimben. Salah satu pesan yang disampaikan Pihak Keluarga meminta agar Rai Srimben mengikuti adat dan istiadat Suaminya.
Pasangan suami istri itupun kemudian pergi ke Surabaya, Jawa Timur. Hingga kemudian, Pihak keluarga besar Bale Agung mendapat kiriman sepucuk surat dari Raden Soekemi yang menyebutkan bahwa Nyoman Rai Srimben telah melahirkan anak kedua seorang Putra pada 6 Juni 1901.
Ketika itu Ia melahirkan bertepatan dengan tragedi melestusnya Gunung Kelud. Putranya itu kemudian diberi nama Soekarno. Ya seorang Prokalamator Republik Indonesia, Putra Sang Fajar lahir dari rahim seorang Ibu yang berasal dari Buleleng.
Pementasan teater itu kemudian ditutup dengan kisah saat Soekarno meminta restu kepada Ibunya Nyoman Rai Srimben sebelum membacakan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Hingga kemudian terdengar pekikan Merdeka yang menggelegar di Wantilan, yang kemudian diakhiri dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya oleh seluruh pengunjung wantilan.
Durasi pementasan selama satu jam, mampu memberikan pengetahuan baru bagi pengunjung wantilan. Setidaknya hal itulah yang dirasakan oleh Nyoman Triyanti Ariani. Menurutnya, pementasan ini memberikan wawasan baru, terutama tentang kisah cinta seorang Nyoman Rai Srimben dengan Raden Soekemi yang tidak mendapat restu.
“Kalau Ibu Rai Srimben sudah pasti semua tahu beliau itu adalah Ibunya Soekarno. Yang saya baru tahu ternyata kisah cintanya itu cukup menyedihkan. Dan jujur, saat menyaksikan teater ini rasanya merinding,” Jelasnya.
Mengangkat nama Tokoh Perempuan Indonesia yakni Nyoman Rai Srimben dalam pertunjukkan teater itu sengaja dilakukan lantaran kegiatan Wantilan Berdaya Krama Berbudaya, karena Bulan April merupakan Bulan Perempuan dan kental dengan Spirit Perempuan.
Kadek Sonia Piscayanti sebagai Sutradara dan penulis naskah Teater tersebut menjelaskan, nama Nyoman Rai Srimben merupakan sosok yang paling kuat untuk mewakili Ibu Bangsa. Karena Nyoman Rai Srimben merupakan sosok yang telah melahirkan pendiri Bangsa Indonesia yakni Ir. Soekarno.
Menurutnya, masih ada masyarakat yang belum mengetahui secara detail seperti apa jalan hidup seorang Nyoman Rai Srimben. Tidak jarang pula banyak orang yang ingin mengetahui kisah cintanya dengan Raden Soekemi saat berada di kabupaten Buleleng. Dalam teater ini, Sonia ingin agar masyaakat Buleleng sadar, bahwa Buleleng memiliki potensi sejarah yang besar.
“Dengan tahu potensi sejarah ini, Masyarakat akan sadar dan mampu memberi kontribusi kepada bangsa. Karena di tempat ini (Buleleng, red) lahir seorang tokoh bangsa,” ujarnya.
Sonia Piscayanti juga ingin menyampaikan pesan Nasionalisme dalam Teater garapannya kali ini. Pasalnya, situasi saat ini Indonesia tengah krisis Nasionalisme. Dimana ada banyak orang yang ribut karena perbedaan Suku, Agama, dan Ras. Padahal, Ir. Soekarno lahir dari adanya sebuah perbedaan Agama dan Budaya.
Ia pun berharap agar rasa Nasionalisme bisa tumbuh dan bangkit kembali untuk meciptakan rasa persatuan dan kesatuan.
“Akar dari Nasionalisme sendiri adalah pluralisme. Perbedaan Agama dan Budaya bisa melahirkan yang namanya Soekarno yang sangat pluralis sekali. Dan sekarang isu nasionalisme ini harus kita bangkitkan lagi, menyadarkan kembali bahwa kita adalah sama Satu Indonesia,” tegasnya. |RM|