Singaraja, koranbuleleng.com| Nominal tunggakan pajak hingga bulan Desember tahun 2017 terbilang sangat besar, yakni mencapai Rp8,1 Miliar. Jumlah tersebut merupakan akumulasi tunggakan sejak tahun 2012 lalu. Sementara untuk proses pemungutan, Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Buleleng terkendala Tenaga Fungsional Juru Sita.
Berdasarkan data dari Badan Keuangan daerah (BKD) Buleleng, jumlah tunggakan tersebut bersumber dari empat jenis pajak masing masing Pajak Hiburan sebesar Rp167,3 juta dari 41 Wajib Pajak, pajak air tanah sebesar Rp805.1 juta dari 406 Wajib Pajak, pajak hotel dan restoran sebesar Rp3,31 miliar dari 388 wajib pajak, serta dari Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp3,76 miliar.
BKD sendiri telah mengklasifikasikan jenis tunggakan tersebut menjadi empat jenis, masing-masing untuk masa waktu tunggakan mulai dari nol sampai satu tahun dikategorikan tunggakan lancar.
Masa tunggakan dari satu tahun smapai tiga tahun sebagai tunggakan kurang lancar, tunggakan dari tiga tahun sampai lima tahun dinyatakan sebagai tunggakan ragu-ragu, dan di atas lima tahun menunggak pajak, BKD menetapkan sebagai tunggakan macet.
Sementara itu, dari jumlah tunggakan itu, ada empat wajib pajak yang memiliki tunggakan dengan nilai yang besar. Empat wajib pajak tersebut juga masuk dalam klasifikasi tunggakan macet dengan total nilai sebesar Rp6,8 miliar lebih.
Kepala Bidang Pelayanan dan Penagihan BKD Buleleng I Gede Sasmita Ariawan menjelaskan, sejak munculnya tunggakan ini pihaknya sudah melakukan upaya penagihan secara dor to dor. Hanya saja, penagihan belum bisa optimal karena BKD sendiri kesulitan memungut tunggakan pajak berdasarkan alasan yang disampaikan perwakilan wajib pajak.
Menurutnya, untuk proses pemungutan tunggakan pajak, pihaknya melaksanakan prosedur sesuai dengan SOP, yakni melalui penyampaian surat teguran hingga tiga kali. Nah, disela menuju teguran tersebut, pihaknya terus melakukan pendekatan atau treatment terhadap wajib pajak yang menunggak, terutama yang masuk dalam klasifikasi tunggakan macet.
Sasmita mengatakan, setelah menyampaikan surat teguran pertama, pihaknya akan melakukan treatmen kepada wajib pajak untuk memastikan tunggakan tersebut segera dilunasi, namun jika tidak diindahkan, pihaknya akan melanjutkan dengan pemberian surat teguran ke-dua.
Nah, saat teguran kedua tersebut, BKD Buleleng juga akan memberikan sanksi dengan menempelkan sebuah stiker berukuran cukup besar, yang bertuliskan bahwa wajib pajak tersebut belum melunasi kewajiban perpajakan Daerah.
Penempelan stiker tersebut diatur dalam Peraturan Bupati, nomor 18 tahun 2018, tentang perubahan atas Peraturan Bupati nomo 9 tahun 2017, tentang tatacara pemungutan pajak hotel, yang telah diundangkan sejak 12 April 2018. Dimana pada pasal 11 ayat (5) disebutkan bahwa penerbitan surat teguran tahap 2, dapat disertai penempelean tulisan teguran pada objek pajak.
“Sebagai sanksi sosial sudah diatur dalam Perbup aka nada stiker yang kita tempelkan pada wajib pajak, bahwa yang bersangkutan yang belum membayar pajak,” Jelasnya.
Gede Sasmita melanjutkan, setelah teguran kedua dilayangkan dan tetap diindahkan, sesuai dengan SOP, BKD Buleleng akan melayangkan surat peringatan ke-tiga. Seharusnya, jika masih tetap wajib pajak tidak bisa melunasi tunggakannya, maka BKD Buleleng melayangkan surat pembayaran paksa dan surat sita melalui Juru Sita didampingi Tim Yustisi dan Petugas dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hanya saja, BKD Buleleng saat ini tidak memiliki tenaga fungsional Juru Sita. Sehingga tindakan tegas tersebut belum bisa diberlakukan.
Pun demikian, pada tahun 2018 ini sejumlah PNS yang sudah menduduki jabatan di BKD telah disekolahkan untuk mendapatkan sertifikat sebagai juru sita. Nantinya, PNS yang suah mendapat lesensi sebagai ekskutor, bertugas untuk menindak pelanggaran pajak di daerah untuk memberi efek jera.
“Juru sita ini yang tidak ada, sehingga pelanggaran yang seharusnya sudah dieksekusi tetapi dibiarkan, sehingga tungakan baik dari pokok dan denda pajaknya terus bertambah,” Ujar Sasmita. |RM|