Singaraja, koranbuleleng.com | Untuk pertama kalinya, pengacara nyentrik nan kondang, Hotman Paris Hutapea menjejakkan kakinya di Singaraja. Dia memenuhi undangan dari Himpunan Mahasiswa Jurusan Program studi Hukum, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Jumat 28 Desember 2018. Dia menjadi narasumber tunggal dalam seminar nasional bidang hukum, How To Be An International Lawyer.
Konon, Hotman Paris bahkan sudah menjejakkan kakinya di Singaraja sekitar pukul 07.00 wita dan sempat makan pagi dulu di sebuah resto franchise yang baru buka di Singaraja. Setelah itu, barulah Hotman, melanjutkan ke kampus seribu jendela.
Kedatangan Hotman mendapat perhatian khusus dari mahasiswa dan masyarakat, biasalah!. Pengacara kondang ini selalu datang dengan gaya yang khas dan tampil beda. Bahkan, dihadapan seminar, Hotman mengatakan dengan apa adanya seorang pengacara memang harus berani tampil beda.
Soal penampilan ini, Hotman mengaku meniru gaya idolanya, almarhum Adnan Buyung Nasution. Adnan disebutnya sebagai mantan bosnya yang juga menjadi pesaingnya di meja pengadilan.
“Saya selalu tampil berbeda, karena meniru idola saya yang juga jadi pesaing saya, almarhum Adnan Buyung Nasution. Pernah dalam satu kasus kami berhadapan dan tidak saling menegur,” katanya dari atas panggung auditorium Undiskha.
Diapun menceritakan penampilannya kepada khalayak umum dalam seminar tersebut, termasuk memamerkan sepatunya yang super mewah. “Gue tidak sombong, tapi gue ngomong apa adanya saja. Pengacara harus berani tampil beda agar menjadi perhatian,” kata Pria yang ahli soal hukum arbitrase ini.
Dalam seminar itu, Hotman memberikan tips bila ingin jadi pengacara internasional, harus berani datang ke Jakarta untuk magang di kantor-kantor pengacara berkelas internasional. Jika hanya bercokol di daerah, jangan harap bisa menjadi pengacara dengan honor tinggi.
“Jangan mimpi pengacara internasional kalau kau memang tidak berusaha untuk bekerja keras di tempat benar. Tempatnya memang di Jakarta karena disitu diuji dan butuh jam terbang tinggi,” ujar Hotman.
Hotman menegaskan jangan harap bis amenjadi pengacara intenrasional bila setelah kuliah justru memprioritaskan membuka sendiri kantor pengacara.
“Kalau di daerah, hidup tenang ya di daerah, ya hanya perkara-perkara kedaerahan tidak bersifat internasional. Super choice harus di Jakarta,” katanya.
Hotman mengaku puluhan tahun jadi anak buah di kantor-antor pengacara internasional. Namun ketika sudah jam terbang tinggi, maka honor tinggi sebagai pengacara mudah dicari. BAhkan, Hotman menceritakan ada perusahaan-perusahaan tertentu yang membayar dirinya setap bulan dengan nilai tertentu walaupun tidak sedang menanagani kasusnya. Bayarannya pun tinggi, berkisar dari Rp.50 juta setiap bulan hingga ratusan juta.
“Honor saya dari klien tetap saja bisa mencapai 2 milyaran setiap bulan walaupun tidak menangani kasusnya. Tetapi perusahan-perusahaan itu perlu namaku,” ujarnya.
Menurut Hotman, jam terbang tinggi sangat penting dalam dunia beracara. Studi di kampus menjadi modal dasar.
“Nama kita perlu beredar dikalangan pengacara dunia. Mata kuliah itu cuma 5 persen, diluar itu jam terbang harus tinggi, tidak ada pilihan lain. Kita dipaksa berbahasa inggris hukum, cara berfikir global,” ucapnya.
Secara resmi, Seminar dibuka oleh Wakil Rektor II Prof.Dr. Wayan Lasmawan dan dihadiri praktisi hukum dan pejabat seperti Ketua DPR DBuleleng, Gede Supriatna. Lasmawan menjelaskan keberadaan program studi hukum Undiksha mencapai kemajuan yang cukup pesat. Dari sisi kegiatan kemahasswaan, Prodi hukum ini mampu mendatangkan pengacra kondang Hotman Paris Hutapea dinilai capaian luar biasa.
“Stigma Undiskha sebagai pencetak guru saja mulai terkikis dengan acara ini namun Undiksha harus mampu mencetak SDM sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan,” ujar Lasmawan.
Kedepan, Lasmawan berharap dari agenda seminar ini, Undiksha bisa membuat sebuah kelas hukum internasional di rogram studi hukum untuk meningkatkan kualitas lulusn Undiksha bidang hukum.|NP|