Singaraja, koranbuleleng.com | Tempat peribadatan Tri Dharma, Ling Gwan Kiong mulai dipadati oleh banyak umat Konghucu yang melakukan persembahyangan menyambut tahun baru Imlek 2570.
Klenteng Ling Gwan Kiong ini salah satu klenteng tertua di Indonesia. Namun, bukan hanya penganut kepercayaan Konghucu saja, beberapa warga lain yang beragama Buda, Tao, bahkan Hindu juga melakukan persembahyangan di klenteng ini.
Di masa perjuangan, klenteng ini salah satu saksi perjuangan para pejuang mempertahankan Kemerdekaan RI dalam sebuah peristiwa bendera di area Pelabuhan Buleleng sekitar tahun 1946.
Dan seperti biasa, setiap tahun saat penyambutan tahun baru Imlek, klenteng ini selalau mempunyai ciri khas tradisional. Yakni, tetabuhan gong dan atraksi Liong serta Barongsai.
Gong, biasanya dimainkan oleh sjeumlah sekeha gong dari beberapa desa yang diundang secara resmi untuk mengiringi persembahyangan di Klenteng Ling Gwan Kiong. Bunyi tetabuhan terus menggema selama dua hari hingga mulai dari satu hari menjelang pergantian tahun hingga tahun baru Imlek 2570 tiba.
Seperti penyambutan tahun baru Imlek 2570 ini, dua sekeha gong juga menabuh untuk mengiringi prosesi persembahyangan di klenteng Ling Gwan Kiong. Suasana terasa lebih khusuk. Sementara di dalam Klenteng, sejak pagi hari, umat sudah bergiliran melakukan persembahyangan.
Sejak lama, klenteng ini memang sudah menjalin kemesraan dengan desa-desa di Buleleng. Biasanya, warga Buleleng keturunan Tionghoa yang merayakan Imlek selalu mengundang sekeha gong sehingga pertukaran budaya itu sangat biasa.
“Ini sudah kami lakukan sejak lama, ratusan tahun sehingga sampai sekarang terjadi ikatan budaya yang sangat kokoh,” ujar Pipit Budiman Teja, salah satu tokoh warga keturunan Tionghoa di Buleleng. Pipit Budiman Teja juga Humas dari Pengurus TITD Ling Gwan Kiong.
Tentang sebuah akulturasi budaya, persembahyangan di dalam Klenteng Ling Gwan Kiong juga dipenuhi dengan berbagai sesajen canang sari, yang biasa dipersembahkan di pura-pura oleh umat Hindu. Tentu juga ada sesajen lain khas Imlek, seperti tebu, buah-buahan serta kertas emas.
Disisi lain, warga keturunan Tionghoa juga mementaskan pertunjukkan Liong dan Barongsai menyambut perayaan tahun baru Imlek 2570 di Ling Gwan Kiong. Atraksi Liong dan Barongsai memancing kedatangan ribuan warga masyarakat Singaraja memadati areal parkir Pelabuhan Buleleng. Disinilah, puluhan pemuda menarikan Liong dan Barongsai.
Menurut Pipit, dari sisi tradisi, Liong dan Barongsai ini adalah seni petunjukkan untuk menjaga agar prosesi persembahyangan menyambut tahun baru Imlek tidak terpengaruh oleh roh jahat. Namun seiring perkembangan jaman, Liong dan Barongsai ini kini sudah menjadi hiburan bagi warga tanpa memandang batasan apapaun.
Konon, Barongsai populer pada zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian Barongsai melegenda hingga sekarang.
Pipit Budman Teja mengatakan, Tahun baru Imlek 2570 ini merupakan tahun Babi emas. Secara harfiah, diyakini tahun ini akan banyak membawa keberuntungan.
“Harapan kita, ada keberuntungan untuk semua umat,” ujarnya saat ditemui saat pergantian malam tahun baru Imlek 2570, Senin 4 Februaro 2019.
Kedepan, kata Pipit, Indonesia akan memilih pemimpin bangsa melalui Pilpres dan Pemilu. Harapan besar di tahun Babi emas ini agar pesta demokrasi ini berjalan dengan aman dan lancar serta menghasilkan pemimpin yang dicintai oleh rakyat Indonesia.
Sementara itu salah satu rohaniawan di Ling Gwan Kiong, Hartanto Taslim mengungkapkan persembahyangan menyambut tahun baru Imlek 2570 berlangsung seperti biasa. Tahun Babi emas ini diharapkan menjadi momentum bagi umat manusia untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
“Sebagai umat manusia, kita berharap tahun ini lebih baik, lebih banyak rejekinya, berbisnis lancer,” ujar Hartanto Taslim. |NP|