Singaraja, koranbuleleng.com| Para Penabuh baik pada Komunitas, Sekaa Sebun dan juga Sanggar seni di Buleleng kembali beradu kebolehan dalam lomba reong yang digelar Pemkab Buleleng serangkaian HUT ke-415 Kota Singaraja.
Kegiatan lomba reong tersebut berlangsung di Wantilan Pura Desa Pakraman Buleleng Sabtu, 23 Maret 2019.
Ada enam kelompok yang megikuti lomba reong yang digelar untuk kedua kalinya ini. Sementara untuk materi yang dilombakan, peserta wajib menunjukkan kebolehannya dalam memukul reong tabuh lelonggoran, dan juga membuat kreasi dengan durasi maksimal masing-masing 5 menit.
Lomba reong ini memang terbilang unik. Selian menjadi satu-satunya di Bali, lomba reong ini juga memang membutuhkan tingkat konsentrasi tinggi. karena tampil diatas panggung tanpa iringan gamelan jenis lainnya, termasuk petuk sebagai pengatur tempo dalam sebuah tabuh karawitan.
Sama seperti lomba reong tahun sebelumnya, salah satu yang menjadi penekanan untuk peserta dalam lomba ini adalah, bagaimana para penabuh bisa menampilkan gebug (teknik pukulan, red) reong dengan gaya Bulelengan, yang disebut dengan gebug noot.
“Dulu Buleleng terkenal dalam hal permainan reong, yang mana cara memainkannya seperti memainkan gender. Makanya harus ditampilkan cirri khas cara memainkan gaya Bulelengan atau istulahnya di Bali Utara itu megending, sementara di Bali Selatan biasanya disebutnya ngempat,” Jelas Ketua Panitia Made Pasca Wirsutha.
Menurut Pria yang akrab disapa Dek Pas ini, ciri khas ngereong dengan gaya Bulelengan salah satunya ada dalam tabuh Lelonggoran. Tabuh Lelonggoran ini biasanya dimainkan untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya di Pura-Pura. Tabuh ini memang memiliki tingkat kesulitas yang tinggi. selain karena padatnya nada, tempo dalam tabuh ini juga terbilang cepat. Sehingga sangat tepat dijadkan sebuah materi dalam lomba reong tahun 2019.
“Tabuh lelonggoran yang harus dibawakan adalah bagian pengawit atau bagian dimuka. Bagian ini memang bagian tersulit dan tercepat, sehingga dibutuhkan konsentrasi tinggi bagi para penabuh untuk membawakannya tanpa ada iringan gamelan lain,” ujarnya.
Sementara itu, lomba reong ini dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Buleleng Gede Komang. Dalam sambutannya, lomba reong ini bisa menjadi wahana untuk melestarikan serta mempromosikan potensi seni dan budaya yang tumbuh di Kabupaten Buleleng. Loma ini pun dirasakan mampu menjadi ajang untuk mengeksplor dan menginspirasi berbagai kelompok dan sanggar seni, untuk mengasah generasi muda dalam bidang seni karawitan.
Ia pun berharap agar kegiatan lomba reong ini tetap berlangsung setiap tahunnya bahkan bisa digelar dengan sekala yang lebih besar. Sehingga kedepan, seniman yang ada di Buleleng aan terus berkarya dan berinvasi, agar seni dan budaya Buleleng tetap eksis pada abad 20 ini.
“Seniman harus terus berkarya dan berinovasi, agar memiliki jatidiri sebagai masyarakat Buleleng. Dan kedepan, lomba ini agar dapat diselenggarakan dalam sekala yang lebih besar termasuk jumlah peserta yang lebih banyak,” Ujar Gede Komang.
Berdasarkan hasil penilaian Tiga Dewan Juri masing-masing Wayan Daria, Dewa Putu Berata, dan Ketut Budiana, Sekaa Karawitan Eka Wakya banjar paketan berhasil tampil sebagai Jawara dalam lomba reong tersebut. Disusul Sanggar Seni Lingga Swara Banyuasri sebagai Juara II, dan Komunitas Seni Bala Goak Panji Sakti sebagai Juara III. |RM|