Singaraja, koranbuleleng.com| Desa Sawan merupakan salah satu desa yang mempunyai kumpulan warga pande besi, pembuat gamelan maupun peralatan tani seperti sabit, pisau dan sejenisnya.
Keahlian penduduknya dalam pembuatan gong menjadikan desa ini menjadi terkenal sebagai salah satu sentra pembuatan gamelan (gong bali) di Buleleng. Para perajin menekuni produksi gamelan ini secara tradisional.
Meskipun letaknya cukup jauh dari keramaian kurang lebih 16 Kilometer dari pusat kota Singaraja, akses untuk menuju desa ini cukup mudah dijangkau dari berbagai arah dan kendaraan. Sentra pembuatan gong Bali tepatnya berada di Dusun Kawanan, Desa Sawan.
Dari proses peleburan, pencetakan, pemanggangan, penyeteman hingga finishing bisa kita saksikan secara keseluruhan di sini. Seluruh proses ini juga bisa dikembangkan menjadi obyek wisata tradisional, jika dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah desa maupun kabupaten Buleleng.
Di Desa Sawan, hanya terdapat 6 perajin gamelan yang masih bertahan hingga saat ini. Karena beberapa pemilik home industri gamelan rontok akibat kondisi ekonomi yang kurang stabil. Salah satu tempat pembuatan kerajinan gamelan (gong bali) yang masih bertahan hingga saat ini adalah Surya Nada.
Bengkel gamelan Surya Nada milik Made Suanda sudah eksis sejak lama. Usaha kerajinan gamelan Bali sudah digelutinya dari turun temurun, dan keterampilan ini di dapatkan dari bapaknya yang juga dulunya perajin.
Saat ini mempekerjakan 8 orang pekerja di bengkel gamelannya, setiap orang sudah mempunyai keterampilan masing-masing. Gamelan adalah produk yang awet, tentu harga seperangkat gamelan lengkap itu ditawarkan dengan harga yang cukup mahal, tergantung dari jenis bahan yang digunakan.
“Usaha ini merupakan warisan turun temurun melanjutkan usaha orangtua, dimulai ketika berusia 18 tahun ikut bekerja membantu membuat gamelan, saat ini memperkerjakan 8 orang karyawan dan sudah memahami tugas masing-masing, Ada yang bertugas memotong besi, ada yang mengelas, menggerinda, ada spesialis perunggu, ukiran kayu, tukang cat, tukang gendang, dan lainnya. Mengenai harga, satu set gamelan harganya beragam tergantung jenis bahan bakunya. Untuk bahan perunggu misalnya, mencapai Rp. 350 juta sedangkan besi lebih murah yaitu sekitar Rp.100 juta. Ada gong angklung, gong pacek khas Bali utara dan juga gong gantung. Pesanan datang bukan hanya dari Bali bahkan dari Kupang, Nusa Tenggara Timur,” ungkapnya.
Ketebatasan modal menjadi kendala yang menyebabkan banyak pengerajin gamelan di Desa Sawan akhirnya gulung tikar, memilih mundur dan kembali menggarap sawah dan hal ini biasanya dialami oleh para perajin yang bermodal kecil.
“Home industri yang kami kelola saat ini tetap harus dilanjutkan. Bukan karena alasan ekonomi semata,sebab gamelan itu merupakan sebuah Taksu, Warisan Budaya dan kami wajib melestarikannya.”, tegas Made Suanda.
Hal senada juga diungkapkan Perbekel Sawan, Nyoman Wira, Gamelan adalah produk yang awet, dengan permintaan yang tidak begitu besar. Diperparah, harga gamelan juga cukup tinggi. Problem tersebut biasanya yang rasakan para perajin gamelan. Karena itu, mereka yang bermodal minim terpaksa harus mundur.
“Secara umum kendala yang dihadapi para pengerajin yang ada di Desa Sawan adalah masalah permodalan. Harapan kami, Pemerintah Kabupaten Buleleng sudi kiranya untuk membantu permodalan baik lewat UMKM atau Koperasi, apalagi saat ini di Desa Sawan telah berdiri Koperasi Pandya Darma Mandala yang baru beranggotakan 25 orang dan anggota koperasi itu khusus pengerajin pande yang ada di Desa Sawan” Perbekel Wira berharap.
Selain pembuat gamelan, di Dusun Munduk, Desa Sawan juga ada sejumlah komunitas Pande Besi yang secara khusus membuat peralatan pertanian, perkebunan serta peralatan dapur rumah tangga. Ada puluha perajin yang membuat sabit, cangkul, kapak, dan sejenisnya di dusun ini.
Keberadaan para pande besi, baik perajin gamelan maupun perajin peralatan tani sudah ada sejak ratusan tahun silam di desa ini. |NH|