Singaraja, koranbuleleng.com | Ditengah hiruk-pikuk Pilkada Buleleng, ternyata ada permasalahan mendasar masih terjadi ditingkat masyarakat namun tidak banyak yang peduli. Yakni, sejumlah warga di Buleleng masih ada yang belum mempunyai jamban atau kakus, padahal itu adalah kebutuhan mendasar untuk hidup layak dan sehat.
Seperti yang dijalani oleh keluarga ini, karena alasan keterbatasan ekonomi memaksa pasangan suami istri Nyoman Wita (55) dan Made Ratmini (54), warga Banjar Dinas Kusia, Desa Bebetin, Kecamatan Sawan selama puluhan tahun memanfatkan saluran irigasi subak sebagai tempat buang air besar (BAB). Pasalnya, keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan ini belum memiliki tempat cuci dan kakus yang layak serta septic tank sebagai penampungan tinja.
Keluarga miskin yang tinggal kawasan permukiman padat penduduk itu menempati bangunan rumah dengan ukuran 8 X 6 meter di atas tanah seluas 200 meter persegi. Rumah yang berdiri sejak 2006 silam kondisinya juga terlihat sudah sangat memprihatinkan, dindingnya sudah banyak yang retak dan jebol. Lantai juga hanya beralaskan tanah sehingga saat turun hujan rumah tersebut menjadi becek, bahkan rumah tidak layak huni yang didiami oleh dua kepala keluarga ini sangat terlihat kumuh dan tidak sehat.
“Sebenarnya malu, setiap hari membuang kotoran di tempat terbuka. Namun kami tidak punya biaya untuk membuat kakus. Rumah yang kami andalkan untuk tempat berteduh keluarga tidak bisa kami perbaiki, atap sengnya juga sudah banyak bocor,” kata Ratmini saat ditemui koranbuleleng.com, Kamis, 22 Desember 2016.
Semenjak suaminya terserang sakit stroke 15 tahun silam, Ratmini pun terpaksa bekerja banting tulang mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup menggantikan posisi suami yang sedang sakit. Bermodalkan dana pinjaman pada rentenir, ia mengadu untung berjualan penganan tradisional di pasar tradisional setempat.
“Tiyang jualan blayag tiap sore di depan pasar Bebetin untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Modal jualan pinjam sana-sini. Jika dagangan laris dalam sehari dapat untung Rp 50 ribu dengan modal awal Rp 100 ribu,” tambahnya.
Ratmini juga sudah berulangkali berusaha meminta bantuan kepada pihak pemerintah desa setempat, tetapi hingga saat ini tak kunjung mendapat tanggapan. Akibat perilaku tidak sehat itu, kini hampir setiap minggu kedua cucunya silih berganti menderita diare dan panas tinggi.
“Sudah berulangkali pegawai desa datang ke rumah, photo-photo kondisi rumah,” ungkapnya.
Sementara itu, anaknya Ketut Budarasa (30) ketika ditanya mengatakan dirinya sedih tidak bisa membantu orang tuanya yang sudah renta tersebut, karena pekerjaannya sebagai buruh serabutan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya saja.
Selain itu, sekitar satu meter di sebelah selatan rumah keluarga ini ada kandang babi dengan ukuran 1 X 1 meter yang menambah kumuh pemandangan rumah itu.
Menurut Kepala Dusun Kusia, Kadek Martendra mengungkapkan dari jumlah 450 kepala keluarga (KK) yang ada di Dusun Kusia, terdapat 15 KK yang belum memiliki jamban. Ia pun sudah mengajukan usulan jamban kepada pihak pemerintah Desa Bebetin di tahun 2016.
“Keluarga Nyoman Wita salah satu yang kami usulkan, karena tercatat sebagai warga miskin di Kusia,” jelas Sawit.
Sedangkan Kepala Desa Bebetin, Ketut Laksana saat dikonfirmasi tidak menampik adanya beberapa warganya yang belum memiliki jamban. Namun karena program yang telah berjalan saat ini menitikberatkan pada sektor perbaikan infrastruktur maka program pengadaan jamban akan dilakukan pada tahun berikutnya.
“Anggaran pemerintah desa saat ini fokus pada penuntasan perbaikan akses jalan, gedung juga lainnya. Kalau pengadaan program jamban itu tanggung-tanggung hanya dua atau tiga biji bagi kepala keluarga yang tidak memiliki jamban, nanti bisa menimbulkan kecemburuan sosial,” ucapnya.
Untuk menanggulangi kebutuhan jamban tersebut, Ia akan segera melakukan beberapa langkah serta upaya dengan melakukan kordinasi di instansi terkait di tingkat kabupaten atau provinsi.
“Sepanjang dinas punya program jamban nanti kita ikutkan. Namun seandainya tidak ada, pihak pemerintah desa sendiri yang akan menyusun program pengadaan jamban itu,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Sawan II, drg. Ardika juga menerangkan, dampak serius yang ditimbulkan jika ada warga tidak memiliki jamban sangat berpengaruh pada kesehatan masyarakat.
“Biasanya kasus diare meningkat akibat tercemarnya air bersih. Dampaknya nanti meluas pada penyakit menular lainnya,” singkatnya. |NH|