Singaraja, koranbuleleng.com| Parade budaya memeriahkan HUT Kota Singaraja ke-414 menampilkan sejumlah potensi kearifan lokal dari 9 kecamatan di Buleleng.
Semisal parade batik tulis dari Desa Banyusri Kecamatan Banjar. Kemudian ada tradisi Gebug Ende dari Kecamatan Gerokgak, kesenian Wayang Wong dari Kecamatan Tejakula, dan sejumlah potensi kearifan lokal lainnya.
Walaupun sejumlah kearifan lokal dipentaskan, namun pihak panitia mempunyai kebijakan menyertakan lomba, yakni fragmen tari megoak-goakan untuk dinilai oleh juri.
Dampaknya, potensi kearfian lokal yang dipentaskan dalam parade budaya justru terkesan “tenggelam” oleh fragmen tari yang dilombakan. Kondisi itu menjadi catatan khusus bagi Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana yang membuka secara resmi parade budaya di Tugu Singa Ambara Raja, Jumat 30 Maret 2018.
Menurut Bupati, penggalian potensi kearifan lokal justru menjadi tidak mendapatkan porsi utama karena hanya fragmen tari megoak-megoakan yang lebih diutamakan dipentaskan oleh masing-masing duta kecamatan karena terdorong untuk mndapatkan nilai tinggi dalam lomba.
Menurutnya, parade budaya ini merupakan upaya untuk tetap menjaga eksistensi seni budaya lokal dengan menyajikan seni yang khas dari masing-masing Kecamatan. Dengan menampilkan potensi kearifan lokal itu, setidaknya masyarakat yang hadir untuk menyaksikan mengetahui bahwa di masing-masing daerah memiliki potensi yang berbeda dan unik untuk diketahui.
“Kalau kita bicara masalah penggalian kearifan lokal seluruh kecamatan mungkin harus ada selingan-selingan apa yang ada di Kecamatan itu. megoak-goakan boleh, tapi tidak harus itu yang ditonjolkan oleh masing-masing kecamatan. Esensi kearifan lokalnya harus di elaborasi, itu baru namanya parade budaya,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesenian Wayan Sujana menjelaskan, parade budaya ini merupakan media yang sangat baik guna melestarikan kekayaan budaya daerah ditengah derasnya arus globalisasi.
Ini bisa menjadi media untuk menyosialisasikan kepada masyarakat tentang potensi kearifan lokal yang ada di daerah. Seniman dituntut berkreatifitas untuk menghasilkan karya seni yang bis adinikmati secara baik oleh masyarakat luas.
Sujana menjelaskan parade budaya kali ini mengambil tema GOAK, yakni Gereget, Orisinil, Atraktif, Kreatif. Salah satu yang bisa dikreasikan dalam parade kali ini yakni f ragmen tari Megoak-goakan yang dilombakan. Hanya saja, dari pelaksanaannya, ada beberapa yang belum bisa maksimal dalam mengkreasi hasil garapannya.
“Sebenarnya masing-masing kecamatan harus kreatif dan inovatif. Ada unsur kreatifitasnya disana. Kita akui tidak semua kemampuan kecamatan sama. Kita akan evaluasi kedepan sebagai catatan.,” Jelasnya.
Kriteria penilaian dalam parade budaya tahun ini meliputi kesesuaian dengan tema yang ditampilkan, keserasian, kemeriahan, disiplin atau keutuhan barisan parade dari sampai di garis finish.
Adapun hadiah yang disiapkan antara lain, untuk juara pertama berhak atas penghargaan Maha Nugraha diberikan uang pembinaan 10 juta rupiah, juara kedua Adikara Nugraha mendapatkan uang pembinaan 8 juta rupiah serta juara ketiga Adika Nugraha mendapatkan 7 juta rupiah dan juara keempat Adi Nugraha mendapatkan hadiah Rp5 juta. Selain itu seluruh peserta parade budaya mendapatkan uang pembinaan masing masing Rp15 juta. |RM|