Kisah Traumatik Erna Dewi Buat Penonton Terisak

Singaraja, koranbuleleng.com | Pementasan perdana proyek dokumenter11 Ibu 11 Panggung 11 Kisah  garapan Kadek Sonia Piscayanti berlangsung di Jalan Segara Penimbangan, Gang Balbo Desa Baktiseraga, Singaraja, Selasa 24 Juli 2018.

Pementasan perdana dalam project bertajuk 11 Ibu 11 Panggung 11 Kisah itu, dilakukan oleh Erna Dewi. Dia adalah seorang peramal kartu tarot yang tak memiliki pengalaman sebagai seorang aktor. Meski nihil pengalaman, Erna berhasil memicu emosi penonton dan membuat penonton terisak.

- Advertisement -

Malam itu, Erna Dewi memainkan naskah teater berjudul “Kumainkan Kartumu Ibu, Kutemui Kau di Lorong Waktu”. Erna tampil secara tunggal, alias dengan format monolog. Pementasan dilakukan di ruang keluarga rumah sanga aktor, yang sangat intim dengan kesehariannya.

Naskah yang dimainkan Erna, banyak mengeksplorasi kisah masa kecil Erna. Masa kecil Erna cukup traumatik. Ia diperlakukan berbeda dengan saudaranya. Selain itu, ia juga sering mengalami kekerasan dari orang tuanya. Baik kekerasan psikis maupun kekerasan fisik.

Meski membawakan kisah yang penuh dengan rasa trauma, Erna tetap berusaha menjaga emosinya di atas panggung. Ia tetap tampil optimal dan natural. Bahkan tak sedikit penonton yang dibuat terisak dengan penampilan Erna malam itu.

Usai pementasan, Erna mengaku dirinya adalah aktor pemula. Ia juga mengaku sangat sulit menjaga jarak antara naskah yang ditulis Sonia Piscayanti. Sebab naskah itu merupakan masa kecilnya yang sangat traumatik.

- Advertisement -

“Sulit menjaga jarak dengan naskah itu sendiri. Saya tidak pernah tidak menangis saat latihan. Saya juga orang awam bukan aktor teater. Jadi saya rasa penampilan saya tadi masih jauh dari sempurna,” kata Erna Dewi.

Erna juga mengaku ada beberapa segmen pementasan yang benar-benar menguras emosinya. Yaitu saat adegan ia berada di kamar mandi. “Rasanya masih sangat jelas sekali di kepala saya. Setiap umur 4-5 tahun saya diseret ke kamar mandi, diguyur dengan air, dikunci dari luar, agar saya mau makan,” ucapnya.

Meski menggali rasa trauma masa kecil, Erna mengaku rasa traumanya justru menjadi lebih ringan. “Ini membuat saya sering menangis, dan membuat saya lebih ringan. Saya merasa ini terapi bagi saya. Saya merasa lebih ringan. Tadinya saat awal latihan saya menangis histeris, lama-lama tetap menangis tapi tidak histeris seperti awal,” imbuhnya.

Sementara itu sutradara pementasan Kadek Sonia Piscayanti mengatakan, dirinya sengaja mengeksplorasi isu domestik dari setiap aktor yang akan terlibat dalam pementasan. Khusus untuk aktor Erna Dewi, Sonia menyatakan permasalahan yang dihadapi aktornya sangat kompleks.

“Ibu erna ini kompleks sekali ceritanya, bisa dibuat novel ribuan halaman. Tapi saya hanya ambil satu bingkai, yakni trauma masa kecilnya terhadap ibu dan ayahnya. Karena itu yang membentuk Ibu Erna kuat seperti sekarang,” jelasnya.

Dengan menggali hal tersebut, ia berharap perempuan menjadi semakin terbuka terhadap permasalahan yang ada. Sehingga tercipta ruang dialog antar perempuan yang memberikan dampak positif dan solutif.

“Yang sering terjadi, ada akumulasi masalah pada perempuan sehingga membuat stress sendiri. Akhirnya merasa nggak punya teman. Padahal kebutuhan untuk didengarkan itu normal sebagai manusia. Semua orang perlu didengarkan. Sementara seorang ibu selalu memikirkan semuanya, tapi tidak pernah memikirkan dirinya. Itulah mengapa project ini dibuat,” ucap Sonia. |r|

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts