Singaraja, koranbuleleng.com| Tim Pembebasan lahan pembangunan jalan baru batas kota Singaraja-Mengwitani titik 7-10 melaksanakan musyawarah di Gedung Kesenian Gde Manik SIngaraja, Minggu 29 Desember 2019. HArga ganti untung untuk lahan berkisar diantara Rp30 juta-Rp33 juta per are. Sebagian warga hany abis apasrah dengan harga yang sudah ditentukan oleh tim appraisal itu.
Musyawarah tersebut dipimpin Ketua Tim Pelaksana Pengadaan Tanah Shortcut Komang Wedana bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Bali I Nyoman Astawa Riadi, dan dihadiri Camat Sukasada Made Dwi Adnyana.
Kegiatan itu juga dihadiri seluruh masyarakat yang lahannya terkena jalur jalan baru tersebut. Tercatat ada 298 orang pemilik lahan yang diundang untuk menerima ganti rugi. Sebanyak 175 orang diantaranya berasal dari Desa Pegayaman, 155 orang berasal dari Desa Gitgit, dan 8 orang lainnya dari Desa Wanagiri. Tim melaksanakan musyawarah, karena Tim Appraisal sudah menuntaskan perhitungan nilai lahan yang akan dibebaskan.
Dalam awal pertemuan, Tim memberikan penawaran beberapa opsi untuk proses ganti rugi lahan. Mulai dari ganti untung berupa tanah, lahan dan bangunan, atau saham dan pohon. Seluruh warga kemudian sepakat meminta ganti untung dalam bentuk uang. Tim pembebasan lahan kemudian memanggil warga satu persatu dan memberikan nilai ganti rugi dalam amplop tertutup.
Ada beberapa warga keberatan atas nilai itu, namun hanya bisa pasrah. Salah satu warga yang merasa keberatan atas nilai yang ditawarkan tim tersebut adalah Imam Muhajir dari Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada. Muhajir mengatakan harga tanah berdasarkan perhitungan tim pengadaan tanah di bawah dari harga pasaran tanah yang berkembang sekarang. Dia mengklaim harga tanahnya semestinya rata-rata Rp100 juta tiap satu are. Namun, setelah mendapat perhitungan tanah yang akan dibebaskan oleh Pemerintah, harga tanahanya dinilai Rp30 juta per are.
Selain itu, Muhajir juga mengeluhkan nominal ganti rugi tanaman yang ada di atas lahan miliknya. Untuk sebatang pohon cengkeh, dinilai seharga Rp1,38 juta. Nominal ganti rugi itu dianggap tidak cukup, karena semestinya, Pemerintah juga memasukkan nilai ganti rugi selama petani cengkih menanam bibit baru. Atas kondisi itu, Muhajir memutuskan tidak menandatangani berita acara dan berencana mengajukan keberatan ke pengadilan.
“Saya sih mau saja ke pengadilan. Tapi tidak tahu warga yang lain. Namanya masyarakat kecil, bicara pengadilan itu saja sudah berpikir. Sekarang ini kan kebanyakan sudah nggak bisa ngomong apa,” tegasnya.
Meskipun ada yang keberatan, namun ada pula yang menerima. Salah satunya adalah Nyoman Panca yang memiliki lahan di Banjar Dinas Wirabhuana, Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada. Dari total lahan 129 are miliknya, yang dibutuhkan dan dibebaskan untuk kebutuhan jalan baru tersebut hanya 94 are saja. Di atas lahan tersebut terdapat bangunan rumah, dapur, gudang, pelinggih, dan tanaman kebun. Hanya saja Panca berharap sisa lahannya seluas 35 are, turut dibebaskan pemerintah. Sebab lahan itu tak bisa dimanfaatkan lagi.
“Jangankan membangun, jadi tanah kebun juga tidak bisa. bagaimana mau menanam, mau lewat saja sudah nggak ada jalan,” katanya.
Sementara itu Ketua Tim Pembebasan Lahan, Komang Wedana tak menampik ada keberatan yang diajukan masyarakat. Poin keberatan itu pun beragam. Seperti jumlah pendataan tanaman yang dilakukan pemerintah berbeda dengan yang didata oleh konsultan penilai, nilai tanaman produktif, termasuk nilai tanah.
Wedana menyebut jika Pemerintah sudah menyiapkan mekanismenya. Pemerintah rencananya akan menitipkan uang pembebasan lahan melalui mekanisme konsinyasi di Pengadilan Negeri Singaraja. Nantinya pengadilan akan memanggil pihak yang keberatan dan memberikan nilai yang pantas.
“Kalau cocok, monggo langsung tanda tangan kwitansi, besok (uangnya, red) masuk rekening. Kalau belum, ya kami tunda dan silahkan ikut mekanisme. Uangnya segera kami titipkan (ke pengadilan). Besok atau dua hari lagi, sudah kami serahkan,” jelasnya.
Untuk diketahui, lahan yang dibutuhkan untuk shortcut pada titik 7 hingga 10 di Kabupaten Buleleng, mencapai 31,41 hektare. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp190 miliar untuk pembebasan lahan. Sementara untuk biaya konstruksi diperkirakan menelan dana Rp247,76 miliar. |RM|