Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana bertemu dengan 8 kepala desa yang mengikat kerjasama antar wilayah desa |FOTO : Putu Nova A. Putra|
Singaraja, koranbuleleng.com | Delapan desa yang sudah merancang pola kerjasama antar desa didorong untuk lebih awal memperhatikan tata kelola lingkungan agar bisa berdampak secara ekonomi bagi kedelapan desa. Perbaikan dan penataan tata kelola lingkungan diantaranya penataan sampah serta penataan kawasan lahan di masing-masing desa.
Delapan desa yang merancang kerjasama itu, diantaranya Desa Wanagiri, Desa Ambengan, Desa Sambangan, Desa Selat, Desa Panji, Desa Panji Anom, Desa Tegallinggah, dan Desa Baktiseraga.
Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana saat bertemu dengan kepala desa dari delapan desa yang mengikat kerjasama meminta agar desa-desa di daerah hulu menerapkan peraturan yang tegas agar masyarakatnya tidak membuang sampah secara sembarangan. Fokus awal dalam persoalan lingkungan, kata Agus Suradnyana, agar potensi desa yang ada bisa dikelola dengan baik terutama dibidang pariwisata.
“Misalkan ini, di Wanagiri agar desa tegas soal sampah. Disana bisa buat perarem yang bisa meminimalisir persoalan sampah agar tidak terjadi penumpukan sampah atau masalah sampah di hilir,” ujar Agus Suradnyana di Desa Ambengan, Sabtu 17 Oktober 2020.
Selain itu, mengenai lahan, Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana mempunyai wacana untuk membuat peraturan daerah yang mengatur tata kelola lahan. Menurutnya, selama ini banyak investasi tanah yang terjadi di wilayah delapan desa tersebut. Semisal, banyak orang-orang dari luar Buleleng yang membeli tanah hanya untuk investasi semata tanpa dikelola dengan baik. Namun akan dijual dengan harga tinggi pada momen tertentu.
“Ini kan tidak bagus, saya akan buat perda mengenai lahan ini. Jika ada investor yang hanya investasi tanah tapi tanahnya didiamkan tidak dikelola hanya menunggu harga tinggi saja. Saya akan kenakan pajak tiga kali lipat. Saya akan buat perdanya,” ujarnya.
Kerja sama dari delapan desa ini merupakan kesepakatan bersama dalam menata kawasan di desa itu. Ide dasar dari rencana kerjasama ini yakni penataan wilayah hutan serta dampaknya.
Dari delapan desa itu, tujuh desa mempunyai hutan desa yang cukup luas dan dikelola oleh masing-masing desa. Desa Wanagiri mengelola 250 Ha, Desa Selat 552 ha, Desa Ambengan seluas 354 ha, Desa Sambangan seluas 118 Ha, Desa Panji seluas 129 Ha, Desa Panji Anom seluas 150 Ha. Total luas hutan desa yang dikelola di tujuh desa itu seluas 1.553 Ha.
Hutan desa punya manfaat baik untuk kelestarian lingkungan, namun sebaliknya akan menjadi ancaman bila tidak dikelola dengan baik. Desa Baktiseraga sebagai desa yang paling hilir biasanya mendapat dampak buruk apabila lingkungan tidak dikelola dengan baik.
“Nah inilah yang kita kuatkan, kesepahaman kita dulu. Potensi hutan desa ini yang sebagai ide awal untuk menata kerjasama ini agar bisa berdampak baik bagi masyarakat. Dampak pariwisata, ekonomo maupun untuk kepentingan konsumsi air bersih dan lainnya,” ujar Gusti Put Armada selaku Koordinator Kreator kerjasama.
Gusti Putu Armada memaparkan secara informal kerjasama sebenarnya sudah dilakukan. Namun, dengan langkah-langkah kerjasama ini seluruh pihak yang bekerjasama ingin membentuk sebuah rumah yang resmi yang didasari legal standing.
Dari beberapa tahun yang lalu, kata Armada sejak diberikan perijinan pengelolaan hutan desa dari Kementerian Kehutanan dalam hal perhutanan sosial, kerjasam aini sudah mulai dijalankan. Ini sebuah potensi yang besar dalam hal di delapan desa menjaga hutan lindung yang dimiliki.
“Potensi yang ada maupun potensi persoalan seperti sumber air, sumber untuk subak., juga sumber untuk konsumsi masyarakat. Dengan duduk bareng ini melalui kerjasama akan semakin memperkuat kondisi untuk menjaga hutan lindung dan mengelola potensi,” terang Armada.
Saat ini, delapan desa ini sudah bisa menyelesaikan berberapa permasalahan, seperti permasalahan air untuk subak. “Kami sudah lakukan, duduk bareng bersama-sama, kerjasama untuk menyelesaikan permasalahan air ini tidak boleh parsial,” tambahnya.
Armada mengatakan kerjasama ini menjadi gerakan bersama dan punya konsekuensi berbagai hal. Namun proses ini harus dijalani dengan rancangan yang baik.
“Secara formal itu, kami akan buat legal standingnya. Sekarang kan baru bareng saja,” terangnya.
Secara teknis, setiap desa harus menggelar musyawarah desa untuk siap membangun pondasi kerjasama dengan desa lain. Substansinya sudah dilakukan, menuju proses hukum itu. |NP|