Tim reaksi Cepat BPBD Buleleng yang bertugas melakukan pemulasaran jenasah terkonfirmasi Covid-19 |FOTO : Edy Nurdiantoro|
Singaraja, koranbuleleng.com | Wabah Covid-19 masih menyebar di seluruh belahan dunia sudah begitu lama, nyaris setahun. Buleleng juga tak bisa menangkal virus ini, sampai saat ini, ada saja warga yang tercatat meninggal karena terkonfirmasi Covid-19.
Virus ini terus berkembang biak, menjangkit dari satu manusia ke mansuia lain. Yang paling rentan, adalah lansia dan yang mempunyai penyakit penyerta. Mereka yang terpapar virus ini, lebih berpotensi mengalami gejala berat hingga dirawat intensif di rumah sakit.
Dibalik banyaknya korban yang terpapar covid-19. Ada banyak yang sembuh dan bahkan juga yang meninggal dunia. Bagi warga yang meninggal dunia, tidak diperkenankan memakamkan secara mandiri, namun harus mengikuti protokol pemakaman Covid-19. Yang boleh memakamkan adalah, Petugas yang ditunjuk oleh gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Itu dilakukan oleh petugas khusus, karena untuk memastikan pemakaman terhadap pasien yang meninggal positif covid-19 tidak menyebar kembali, karena itulah pemerintah membentuk petugas khusus memakamkan jenazah khusus. Mereka yang ditugaskan adalah petugas dari Tim Reaksi Cepat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Buleleng.
Banyak suka-duka yang dijalani oleh Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Buleleng yang menjadi garda terakhir sebagai petugas pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 yang meninggal. Mereka harus memastikan jenazah terkubur sesuai protokol kesehatan.
Namun ada resiko lain bagi dirinya sendiri. Walaupun mereka juga sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) Covid-19, kekhawatiran tetap dirasakan salah satu TRC Gede Sudiasa. Meskipun demikian, tidak merasa berkeberatan mengemban tugas sebagai petugas pemakaman jenazah pasien Covid-19.
“Memang berat, namun toh juga demi keselamatan bersama dan masyarakat. Satu prinsip sebagai petugas pemakanan adalah menjalankan misi kemanusian,” ujar Sudiasa.
Dia didaulat sebagai Koordinator Regu Pemakaman. Menjadi tim pemakaman jenazah pasien Covid-19, membuat dia harus siap mental dan fisik.
Petugas pemakaman memang tidak harus memiliki skill dan keilmuan secara spesifik. Namun butuh fisik dan keberanian tersendiri. Lantaran sebagai petugas pemakanan mereka sangat rentan tertular dan memiliki risiko tinggi.
Sebagai petugas TRC BPBD Buleleng, Gede Sudiasa harus bersedia mengevakuasi jenazah yang dinyatakan terinfeksi Covid-19. ia bersama petugas BPBD lainnya, yang biasa menangani peristiwa bencana daerah, dilibatkan dalam penanganan pasien Covid-19.
Gede Sudiasa menyampaikan, sebagai petugas pemakaman, ia pantang pulang sebelum jenazah yang dikebumikan benar-benar steril dan pemakaman sudah memenuhi standar protokol Covid-19.
“Jenazah tidak boleh terlalu lama. Sehingga minimal waktu yang diberikan saat pemakaman dari mengambil jenazah sampai dikuburkan paling lama 4 jam,” ujarnya
Sebagai petugas pemakanan Covid-19, pria berusia 56 tahun ini tak mengenal waktu dalam bertugas. Kapan pun jika dipanggil atau dihubungi untuk melakukan pemakaman jenazah harus selalu siap.
“Pernah baru lepas sepatu pulang dari kantor. Telepon berdering diinfokan oleh pimpinan dan gugus tugas untuk segera melakukan pemakaman jenazah. Karena tugas harus kami laksanakan,” lanjutnya.
Gede Sudiasa juga mengalami beberapa waktu lalu, saat berkejaran dengan waktu mengantarkan jenazah pasien Covid-19. Saat di tempat pemakaman, petugas juga mesti berhadapan dengan masyarakat dan keluarga pasien.
Biasanya ketika melaksanakan pemakaman masih banyak masyarakat yang awam dan tak percaya dengan Covid-19. Tak ayal, ia kerap menerima penolakan, beradu argumen, hingga dimarahi oleh warga. Bahkan ada dari keluarga pasien yang ingin membuka jenazah dan ingin mengeluarkannya secara pribadi.
” Ya hampir semua sudah kami temui. Namanya juga masyarakat umum ada yang masih awam. Kami hanya perlu waktu saja untuk menjelaskan kepada mereka baik-baik tentang prosedur pemakaman jenazah yang positif Covid-19 dan meminta pengertian mereka,” sambungnya
Hal penting yang selalu ia lakukan dengan petugas pemakanan lainnya sebelum bertugas. Di antaranya selalu memastikan kondisi APD yang digunakan harus benar-benar menutup rapat seluruh bagian tubuh hingga wajah.
Tak jarang sampai harus ditutup dengan lakban. Petugas pun perlu menjaga stamina tubuh dalam kondisi fit, mengecek semua peralatan yang digunakan, dan memeriksa kondisi mobil ambulans serta mobil pengiring. Kemudian tidak lupa berdoa sebelum berangkat.
Demikian juga ketika melakukan pemulasaran jenazah. Jenazah dimandikan, di semprotkan disinfektan, baru dilapisi plastik, disemprot kembali dengan desinfektan, dibungkus kain, dan dimasukkan kedalam peti mati.
Setelah mengantar jenazah ke pemakaman, para petugas harus masuk ke ruang dekontaminasi. Tujuannya agar mereka terhindar dari virus yang menempel pada tubuh dan pakaian masing-masing petugas. Ada sejumlah tahapan yang harus mereka lalui, mulai dari penyemprotan desinfektan, sabun hingga dekontaminasi itu sendiri.
“Pada saat proses pemakaman kami juga harus memastikan kondisi di area pemakaman tidak banyak kerumunan. Hanya memperbolehkan keluarga inti pasien saja yang mengikuti prosesi pemakaman. Kadangkala keluarga pasien ada yang menentang,” pungkasnya.
Pewarta : Edy Nurdiantoro