Keluarga Gede Wangi yang tinggal di gubuk di wilayah hutan di daerah Kabupaten Bangli |FOTO : Edy Nurdiantoro|
Singaraja, koranbuleleng.com | Sebuah keluarga kondisnya sangat memprihatinkan karena kemiskinan yang didera. Keluarga ini menempati gubuk-gubuk dari bahan bambu yang tidak layak huni di wilayah kehutanan Bangli, Kabupaten Bangli. Hutan tersebut berbatasan dengan Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Mereka juga terdaftar sebagai warga Desa Sambirenteng. Kepala keluarga dari keluarga miskin ini adalah Gede Wangi, mereka tinggal bersama anak dan istri serta seorang cucu yang berusia lima tahun. Untuk makan sehari-hari ia mengaku hanya bisa makan dengan cacah atau singkong yang diparut kemudian dijemur. Setelah kering nantinya akan dimasak. Kondisi ini ia sudah jalani selama bertahun-tahun.
Untuk menempuh lokasi tempat tinggalnya, harus menempuh perjalanan sepanjang 700 meter dengan berjalan kaki dari Banjar Dinas Sila Gading Desa Sambirenteng.
Gede Wangi menceritakan terpaksa harus tinggal di hutan dengan serba keterbatasan. Rumah mereka juga tanpa sambungan listrik, dan air. Terkadang untuk kebutuhan air harus meminta dari tetangganya yang jaraknya cukup jauh.
“Ya mau bagaimana, begini keadaannya saya. Kalau ada uang baru masak beras. Tapi itu juga di campur dengan cacah yang kami punya,” ujarnya saat ditemui Selasa 3 Agustus 2021.
Gede Wangi memutuskan untuk tinggal di kawasan hutan, karena ketika orang tua meninggal, tanah warisannya dijual untuk biaya upacara pengabenan. Setelah itu ia kemudian bermaksud membeli tanah kepada saudaranya. Namun saat akan membayar, harga tanah justru naik berkali lipat. Karena kecewa maka ia memilih untuk pergi dan menempati lahan di tengah hutan.
Saat ini, Ia hanya bekerja hanya menyabit rumput memberikan makan ternak sapi yang dipelihara. Dua ekor Sapi tersebut milik orang lain dan dia memeliharanya, nantinya ada pembagian hasil jika sapi tersbeut dijual.
Kondisinya Gede Wangi sudah tua, serta tak mempunyai latar pendidikan apapun membuatnya susah mendapat kerja. Meski ia mengaku masih kuat bekerja untuk menghidupi keluarganya, namun keadaan yang membuat ia bersama keluarganya hanya bisa pasrah.
“Kerja sekarang paling hanya nyabit rumput. Kalau kerja lain keadaanya seperti ini. Ya mau bagaimana lagi” katanya
Terakhir ia tercatat sebagai penerima bantuan tahun 2018 berupa raskin dan beberapa jaminan kesehatan seperti KIS untuk anaknya. Hanya saja setelah itu tidak mendapatkan bantuan lagi. Selain itu, Gede Wangi pun mengaku sempat akan memperoleh bantuan bedah rumah pada tahun 2020. Namun karena tak mempunyai lahan, terpaksa ia tolak.
Gede Wangi pun kembali hanya bisa pasrah. Ia tak mau meminta-minta kepada pemerintah untuk diberi bantuan. Hanya saja ketika ada yang hendak memberi ia mengucapkan banyak terima kasih.
“Terserah saja, mau di kasih apa saja saya mau. Saya orang tidak pernah sekolah. Jadi kalau mau minta ini itu nanti dikira minta-minta” lanjutnya.
Sementara itu, Sekretaris Desa Sambirenteng, Made Setiawan mengatakan, jika Gede Wangi dari tahun 2017 hingga tahun 2018 sudah mendapatkan bantuan. Sedangkan tahun 2020 sudah dicanangkan mendapatkan bedah rumah namun ia menolak karena tidak punya lahan.
Terputusnya bantuan tersebut, karena datanya tidak sinkron. Nomor NIK dan KK tercatat ganda. Sehingga kembali harus divalidasi. Kedepan, pihaknya akan berupaya memasukkan Gede Wangi ke DTKS agar bisa memperoleh bantuan seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST) .
“Memang Gede Wangi adalah warga kami. Tindak lanjut desa, kami akan berupaya memberikan bantuan-bantuan berupa PKH dan juga bantuan lainnya yang menjadi haknya. Kalau itu masih belum bisa kita akan usahakan di BLT dana desa,” jelasnya. |ET|