Singaraja, koranbuleleng.com | Ketika dinyatakan terkonfirmasi COVID-19 otomatis petugas langsung melakukan tindakan agar tidak menyebabkan penularan ke orang lain. Tindakan yang dilakukan tergantung dari gejala yang timbul ketika hasil menunjukan positif.
Ketika mendapat gejala, petugas pasti akan menyarankan untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Kemudian jika tanpa gejala maka pasti akan diarahkan untuk melakukan isolasi terpusat atau isolasi mandiri dirumah.
Ketika divonis positif COVID-19, tidak jarang menyebabkan kepanikan, gelisah hingga stress tingkat tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
Menurut salah satu penyitas COVID-19, Elok Farida Husnawati yang juga Psikolog, kepanikan ketika dinyatakan positif COVID-19 pasti terjadi. Sebagai seorang penyintas, ia pernah melakukan survey yang berskala kecil terhadap apa saja yang dirasakan para pasien COVID-19 yang tengah menjalani isolasi mandiri.
Yang pertama, merasa tidak akan bisa sembuh serta akan tambah parah. Kedua, merasa takut menularkan ke orang-orang terdekat. Ketiga merasa tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri dan harus merepotkan orang lain karena tidak bisa keluar rumah. Keempat, terkendala uang karena harus menyiapkan banyak hal.
Kelima, tidak bisa mengerjakan pekerjaan kantor. Keenam, saat di posisi perantauan, takut orang tua khawatir atau menambah beban keluarga karena kepikiran. Ketujuh, susah mendapat perawatan dokter, karena dokter banyak menangani pasien COVID-19.
Dari hal-hal yang muncul tersebut, wanita lulusan sarjana Psikolog ini berbagi pengalaman agar bisa rileks menjalani isolasi mandiri. Salah satunya dengan terus membangun komunikasi dengan orang-orang terdekat melalui sambungan telepon. Selain itu bisa dengan memanfaatkan teknologi dengan mencari hal-hal positif di dunia maya.
“Bisa dengan cara bercanda di grup whatsapp, berbagi cerita dengan keluarga. Menonton hal-hal lucu di youtube.” ujar Elok saat konsultasi psikologi secaradaring yang digelar oleh AMSI Crisis Center COVID-19, Jumat 6 Agustus 2021.
Dari sekian hal-hal yang telah dijelaskan, yang terpenting adalah berpikir positif bagaimanapun kondisi yang dihadapi. Focus pada fikiran bahwa semua akan baik-baik saja, juga sangat berpengaruh terhadap tingkat stress selama menjalani isolasi mandiri.
Elok juga menyarankan penderita COVID-19 untuk berbahagia. Sebab, kebahagiaan dapat meningkatkan imun tubuh sehingga mempercepat proses pemulihan.
“Jangan lupa bahagia, atau bahasa kerenya di bawa asik. Hal-hal kecil tersebut sangat mempengaruhi tingkat stress,” lanjutnya
Sementara itu, ketika isolasi juga ada yang alami susah tidur atau insomnia. Kembali lagi ke point yang diatas, Elok mengingatkan jangan terlalu dipikirkan apa yang telah dihadapi. Lakukan dengan cara relaksasi pernapasan dengan cara mendengarkan lagu-lagu. Namun jika, insomnia berlarut-larut harus kembali dilakukan konsultasi psikologi.
“Harus dituntut dulu, apa sih yang dipikirkan ketika mau tidur, itu harus perlu pendampingan Psikolog” lanjut Elok
Terakhir, Elok juga menyarankan para penderita COVID-19 menjauhkan diri dari omongan negatif serta mengganggu dari orang-orang serta tidak menyalahkan keadaan.
Satgas COVID-19 Buleleng Bentuk Tim Dokter Telekonsultasi
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Buleleng, membentuk tim dokter Telekonsultasi. Nantinya tim dokter ini akan membantu para pasien COVID-19 berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG) yang melakukan isolasi mandiri.
Dalam tugasnya, tim dokter ini akan melakukan pemantauan kepada para OTG. Artinya, ketika ada para OTG yang merasakan keluhan bisa langsung berkomunikasi dengan para tim dokter yang ditunjuk. Selain itu, tim Tim dokter ini sebagai antisipasi terhadap kemungkinan kematian saat pasien COVID-19 berstatus OTG menjalani isolasi mandiri. Dengan didampingi tim dokter yang setiap hari memantau kondisi pasien, hal tersebut bisa dihindari.
Sekretaris Daerah (Sekda) yang juga Sekretaris Satgas Penanganan COVID-19 Gede Suyasa mengatakan, dalam tim tersebut, satu dokter bisa memberikan konsultasi terhadap 10 sampai 15 pasien COVID-19 berstatus OTG-GR. Konsultasi dilakukan melalui sambungan whatsapp antara nomor dokter dan pasien.
Telekonsultasi konsepnya berbeda dengan telemedicine. Jika telemedicine bisa memberikan resep obat kepada pasien. Sedangkan, telekonsultasi hanya memberikan konsultasi kepada pasien.
“Tim ini yang bertugas adalah Dokter umum. Jika dalam konsultasi diketahui sudah bergejala, diarahkan untuk ke fasilitas kesehatan. Jadi, tidak memberikan resep obat,” ucap Suyasa.
Selain itu, setiap dua atau tiga hari akan diadakan zoom meeting kepada para pasien OTG yang menjalani isolasi mandiri. Jika pasien berhalangan, diwakili oleh saudara atau keluarga lain. Pada saat zoom meeting, materi diisi oleh dokter spesialis. Sehingga bisa mengedukasi, menyosialisasikan COVID-19 dan juga menjaga stabilitas kejiwaan dari pasien.
“Paling tidak dengan telekonsultasi dokter bisa tahu kondisinya seperti apa,”lanjut Suyasa.
Suyasa menambahkan, Dokter-dokter yang masuk dalam tim telekonsultasi ini berasal dari unsur Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Fakultas Kedokteran (FK) Undiksha. Untuk jumlah tim dokter yang diturunkan tergantung dengan kebutuhan.
Selain itu membentuk Tim dokter telekonsultasi, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buleleng meluncurkan “Healing Garden”. Program tersebut merupakan layanan psikoterapi bagi Pasien yang mengalami depresi.
Direktur Utama RSUD Buleleng dr. Putu Arya Nugraha menjelaskan, healing garden merupakan program yang memadukan unsur alam, indra dan psikologis dalam proses penyembuhan pasien. Healing Garden ini memanfaatkan halaman di sekitar RSUD yang segar, indah dan asri.
Menurutnya, saat ini RSUD Buleleng telah menata sebuah halaman yang berlokasi di sebelah Timur ruang Flamboyan. Kedepan, penataan halaman yang hijau dan asri akan diperbanyak untuk mendukung program healing garden tersebut.
Arya Nugraha mengatakan, pasien yang nantinya bisa memanfaatkan layanan ini adalah pasien opname yang bergejala depresi. Mereka yang masuk kategori tersebut adalah pasien dengan penyakit menahun seperti diabetes dengan bagian tubuh yang sudah diamputasi, pasien gagal ginjal yang cuci darah, pasien yang opname lama. Dengan kondisi itu, kemungkinan akan terjadi gangguan psikologi, atau cemas dan putus asa.
“Di Taman itu mereka akan menjalani terapi pikiran dan hati melalui percakapan dan sentuhan sikap dari terapis. Suasana sejuk dan indah akan memberikan hiburan, suasana lain bagi pasien yang sedang menjalani agar lebih fresh dan akhirnya akan mendukung penyembuhan,” jelasnya.
Saat ini lanjut dr Arya Nugraha, RSUD Kabupaten Buleleng telah memiliki tenaga psikolog klinik satu orang. “Petugas kesehatan nantinya akan memberikan terapi di alam dengan berbagai kegiatan, antara lain stretching, pelemasan otot, exercise, konsultasi psikologi dan juga pemberian edukasi tentang kesehatan,” imbuhnya.│ET/RM│