Sebuah Pusat Hiburan Pertama di Bali, ada di Buleleng

Bangunan bersejarah dengan gaya arsitektur Belanda di Jalan Ngurah Rai, Singaraja dibangun pada tahun 1875 oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Bangunan ini dulu dimanfaatkan sebagai ballroom |FOTO : Kadek Yoga Sariada|

Singaraja, koranbuleleng.com| Jalan Ngurah Rai, Singaraja menjadi salah satu penanda khas. Di jalur ini, terdapat sejumlah bangunan tua dengan gaya arsitektur Belanda.  Bangunan-bangunan tersebut memang lebih banyak peninggalan dari pemerintah kolonial Belanda. Diantaranya beberapa bangunan yang kini dimanfaatkan untuk markas beberapa institusi militer.

- Advertisement -

Sebuah bangunan milik TNI, terlihat unik di jalan tersebut. Dahulu, bangunan tersebut dimanfaatkan sebagai ballroom  di masa lalu oleh pemerintah kolonial Belanda.  Bangunan tersebut berdiri tepat di sebelah timur SD Negeri 1 Banjar Jawa. Bangunan tersebut di bangun pada tahun 1875. Dari bahasa Inggris tersebut, masyarakat Buleleng di masa lalu menyebut bangunan tersebut dengan Kamar Bola.

Dahulu, bangunan ini difungsikan sebagai tempat untuk hiburan dam menikmati tontonan kesenian. Bangunan tersebut sering juga digunakan untuk berdansa oleh petinggi pemerintah kolonial. 

Pada saat itu, di bangunan ini sering di tampilkan kesenian tari, drama sandiwara, dan dansa. Diperkirakan, bangunan tersbet merupakan pusat kesenian pertama di Bali.  Karenabanguna tersebut digunakan untuk menampung bakat seni sejumlah kaum pada masanya.

Bangunan tersebut juga tidak bisa dipisahkan dari pembangunan sekolah dasar pertama di Bali.  Pada saat itu, guru yang mengajar di sekolah rakyat pertama di Bali adalah ayah dari Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo.

- Advertisement -

“Dulu, sering disebut kamar bola karena diterjemahkan dari bahasa inggris Ballroom. Buleleng, dulu dikelola secara politik etis oleh Belanda pada 1875. Membangun sekolah dasar pertama, kemudian berkembang ke penataan kota, kantor bupati menjadi pusat pemerintahan. Kiri kanannya adalah kantor pegawai Belanda, kemudian wilayah jalan ini ke utara ini adalah tempat latihan bola ini juga dikembangkan oleh Belanda,” terang pendiri Hanacaraka Society, Sugi Lanus beberapa waktu lalu saat mendampingi mendampingi Pangdam IX/Udayana.

Selain menjadi pusat kesenian, Bangunan tersebut juga digunakan pemerintahan Belanda untuk pusat olahraga. Tepat di belakangnya, terdapat lapangan Tenis yang mungkin menjadi lapangan tenis pertama di Bali. Pada saat itu, masyarakat yang bermain Tenis masih menggunakan kayu untuk raketnya.

Bangunan tersebut pernah direnovasi pada tahun 1920, dan masih digunakan berkesenian sampai 1950. Dulunya juga tepat di depan bangunan digunakan sebagai titik temu masyarakat Buleleng untuk merayakan hari Kemerdekaan Indonesia.

“Jadi tahun 1920 sampai 1950 masih berfungsi untuk tontonan kesenian bagi warga Belanda. Karena dulu pusat pertemuan warga di Buleleng ada di depan tempat ini,”ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, bangunan digunakan sebagai tempat Koperasi milik TNI AD yang bermarkas di Buleleng. Tempat tersebut akan diusulkan kembali untuk dijadikan sebagai tempat berkumpulnya warga Buleleng melakukan kesenian. Setelah nanti usulan tersebut disetujui oleh DPR yang membidangi, tempat itu akan direnovasi kembali untuk dijadikan hab Budaya.

“Karena ini merupakan aset pemda sudah diusulkan kembali menjadi titik temu masyarakat Buleleng yang berkebudayaan yang berkesenian dan juga tempat anak-anak menggelar pameran, belajar lukisan, tenun, tarian, teater bisa di gunakan di tempat ini. Saya optimis karena ini tetap akan menjadi milik masyarakat Buleleng, untuk menuangkan kesenian mereka,” jelasnya.

Sementara, Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Maruli Simanjuntak sebagai pengelola tempat tersebut mengatakan, pihaknya sudah berpikir sebelumnya untuk memperbaiki tempat tersebut agar berguna untuk masyarakat umum.

“Sebenarnya sudah sekian lama kami di internal mencoba berfikir bagaimana supaya tempat ini berguna, baik di kami maupun di masyarakat sekitar. Setelah kami bertemu dengan beliau-beliau ini mereka berpikir tempat ini digunakan sebagai hab budaya. Mudah-mudahan segera bisa direalisasikan,” pungkasnya.(*)

Pewarta : Kadek Yoga Sariada

Editor:  I Putu Nova A. Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts