Sudhi Wadani, Harus Dijalani dengan Tulus dan Niat Suci

Singaraja, koranbuleleng.com| Sudhi wadhani merupakan salah satu bentuk upacara yang dilaksanakan dalam upaya individu menyucikan diri melalui janji suci yang diucapkan serta disaksikan oleh pihak-pihak terkait. Secara umum, upacara Sudhi Wadani merupakan prosesi yang dijalani seseorang non Hindu yang hendak memeluk Agama Hindu.

Untuk melaksanakan sudhi wadhani memerlukan beberapa persyaratan sehingga dikatakan sah secara hukum Hindu maupun hukum positif yang berlaku. Secara administratif pelaksanaan upacara harus memberikan data sesuai dengan ketentuan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

- Advertisement -

Beberapa waktu lalu, salah satu tokoh Nasional yang juga Putri Sang Proklamator RI Sukmawati Soekarno Putri menjalankan ritual tersebut.

Akademisi STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja I Made Hartaka menjelaskan, jika merujuk dari berbagai sumber, kata suddhi dan wadhani tersebut dapat diartikan sebagai kata-kata penyucian. Dapat dikatakan pula upacara sudhi wadhani adalah upacara Agama Hindu dalam rangka pengukuhan atau pengesahan ucapan atau janji seseorang yang secara tulus ikhlas dan hati yang suci menyatakan menganut Agama Hindu dan menjalankan semua ajaran yang terkandung di dalamnya.

Menurutnya, secara niskala, orang yang akan menjalani ritual Sudhi Wadhani akan mengikuti beberapa rangkaian upacara secara agama Hindu. Hanya saja, Kualitas upacara Sudhi Wadhani tidak ditentukan berdasarkan jumlah atau kuantitas upakara yang digunakan. Upacara seyogyanya dilaksanakan melihat kondisi dan situasi daerah masing-masing namun tetap dalam koridor ajaran Agama Hindu.

“Ini menjadi salah satu point pelaksanaan upacara sehingga umat yang melaksanakannya tidak merasa terbebani. Namun yang paling utama dari pelaksanaan upacara sudhi widhani adalah kesucian pikiran dan niat yang tulus dari pelaksana upacara itu sendiri,” jelas Hartaka.

- Advertisement -

Sesuai dengan hasil Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap aspek aspek Agama Hindu yang diselenggarakan tanggal, 18 s/d 20 Februari 1982 Lanjut Hartaka, ditetapkan adanya 3 (tiga) tingkatan atau kategori sarana upacara sudhi wadhani. Pertama menggunakan upakara / banten, seperti byakala, prayascita, tataban, sesuai dengan kemampuan. penggunaan sarana termasuk tingkatan paling besar (uttama).

Kemudian yang kedua, menggunakan sarana berupa bunga, bija dan bhasma. Penggunaan sarana ini sudah termasuk tingkatan sederhana (madyama). Dan tingkatan terakhir yakni menggunakan sarana berupa bunga, bija, air. Penggunaan sarana ini termasuk tingkatan kecil (kanistha).

“Dalam pelaksanaannya selalu disertai dengan penggunaan api dalam bentuk dupa dan dipa, serta air suci (tirtha) dan mengucapkan mantram penyucian diri: OM, SA, BA, TA, A, I, NA, MA, S1, W A, Y A, AM, UM, MA, OM. Tetap dilaksanakan baik upacara tersebut dalam tingkatan besar, sederhana maupun kecil,” ujarnya.

Dari jenis tingkatan upacara yang akan disiapkan, barulah kemudian pihak yang akan di Sudhi Wadhani menjalani prosesi ritual pelaksanaan upacara. Yang tidak kalah penting dari proses tersebut adalah membacakan pernyataan yang sudah ditulis oleh yang melakukan Sudhi Wadhani, dan kemudian ditirukan dengan seksma.

Adapun bunyi surat pernyataan yang ditulis pada blangko surat pernyataan oleh calon Sudhi Wadhani adalah “Om Tat Sat ekam eva adityam Brahman” (Sang Hyang Widhi Wasa hanya satu tidak ada duanya). “Satyam eva jayate” (Hanya kebenaran yang jaya/menang). Dan dengan melaksanakan ajaran Agama Hindu, kebahagiaan pasti akan tercapai.

“Kemudian yang disudhikan disuruh menepati pernyataannya itu dengan mengucapkan janji, bahwa saya akan tunduk serta taat pada hukum Hindu, bahwa saya tetap akan berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran serta batin untuk dapat memenuhi kewajiban saya sebagai umat Hindu. Kemudian dilanjutkan dengan Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan Surat Keterangan Sudhi Wadhani, baik oleh yang bersangkutan maupun oleh para saksi-saksi,” katanya.

“Setelah penandatanganan selesai dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh pemimpin upacara guna memohon persaksian dan restu dari Hyang Widhi.,” imbuh Hartaka.

Pria yang juga anggota PHDI Kabupaten Buleleng ini mengungkapkan, upacara sudhi wadhani yang telah diakui sebagai upacara pengukuhan sebagai penganut ajaran Hindu, maka diwajibkan untuk mentaati dan menjunjung tinggi ajaran Agama Hindu. Upacara sudhi wadhani memiliki dasar hukum yang kuat berdasarkan hukum Hindu. Terlebih lagi dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, menjamin kebebasan warga Negara memilih agama yang diyakini tanpa paksaan dan tanpa larangan menjalankan ibadahnya masing-masing.

Kemudian jika dilihat dari perspektif Hukum Hindu, upacara Sudhi Wadhani harus mengacu kepada dasar hukum hindu itu sendiri. Mulai dari pelaksanaan upacara sudhi wadhani merupakan perwujudan ajaran yang terdapat dalam Sruti, pentingnya pelaksanaan sudhi wadhani mengacu pada Smrti, serta pelaksanaan upacara sudhi wadhani merupakan sila.

“Maka upacara sudhi wadhani harus disesuaikan dengan acara masyarakat setempat, dan upacara sudhi wadhani harus didasari hati yang tulus untuk mencapai atmanastuti. Ketika semua syarat tersebut telah terpenuhi maka upacara sudhi wadhani telah mengikat secara hukum Hindu maupun Hukum positif di Indonesia,” pungkas Hartaka.

Disisi lain, sebagai upaya untuk menyamakan persepsi tentang upacara Sudhi Wadhani, PHDI Kecamatan Buleleng melaksanakan workshop tentang Upacara Sudhi Wadani. Workshop yang diselenggarakan di aula STAHN Mpu Kuturan Singaraja pada Minggu, 22 Mei 2022 ini menghadirkan sejumlah elemen masyarakat. Mulai dari Bendesa se-Kecamatan Buleleng, dan pengurus PHDI di tingkat desa se-Kecamatan Buleleng.

Ketua PHDI Kecamatan Buleleng, Nyoman Suardika mengatakan workshop tentang pelaksanaan ritual Sudhi Wadani diakuinya hal yang perdana dilaksanakan di Kecamatan Buleleng. Hal ini dilatarbelakangi karena di desa-desa se Kecamatan Buleleng memiliki perbedaan dalam proses pelaksanaan Sudhi Wadani.

“Karena ketidaktahuan tersebut, kami memutuskan untuk memberikan workshop Sudhi Wadani. Pesertanya dari Bendesa Adat se Kecamatan Buleleng, termasuk PHDI yang ada di desa-desa se Kecamatan Buleleng. Workshopnya nanti menghasilkan Buku Saku tentang pedoman pelaksanaan Sudi Wadani,” ujarnya. |Rika Mahardika|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts