Sebagai mahluk yang dibekali akal pikiran, hati nurani, mengenal aturan main serta mengenal yang namanya ajaran cinta, norma dan etika hingga menjadikan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia diantara mahluk ciptaan yang lainnya. Terlepas diri ini terlahir sebagai seorang perempuan ataupun laki-laki yang jelas kita terlahir sebagai manusia yang memiliki akal pikiran, dan tidak ada alasan untuk setiap manusia tidak menghaturkan syukur terhadap keyakinannya yakni Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam hati sempat bertanya, kenapa bayi manusia sejak lahir tidak seperti bayi kuda yang langsung dapat berdiri dan bahkan di umurnya yang menginjak satu minggu dia sanggup memakan makanan yang setara dengan induknya yakni rumput liar.
Berbeda dengan manusia semasih menjadi bayi, dengan pandangan mata yang belum sempurna, kulit masih lembut dan merah, ari-ari masih menempel di pusar dan bayi manusia lemah, yang bisa Ia lakukan hanya bisa menangis dan menangis, sembari ibu tersenyum dan ayah kita girang bukan main melihat kita dalam keadaan menangis pada hari pertama manusia mengenal dunia. Dibalik hal tersebut, sungguh Tuhan sangatlah adil, ketika anak kuda jauh lebih mandiri daripada bayi manusia.
Ternyata, Kuda ditakdirkan hidup di alam bebas dan liar dengan lingkungan saling bunuh dan saling mangsa. Sehingga alam yang mengharuskan kuda sudah dapat berdiri saat hari pertamanya lahir ke dunia. Berbeda dengan bayi manusia, ia masih dalam keadaan lemah dan tak berdaya, bayi manusia membutuhkan uluran tangan ibunya agar dia mendapat makan dan ASI dari ibunya. Lalu seiring berjalannya waktu, bayi manusia tumbuh ia bisa merangkak, berjalan dan berlari hingga menuju manusia dewasa yang dapat mandiri.
Namun serangkaian proses dan tahap yang dijalani pada pertumbuhannya, di situlah proses pembentukan akalnya tertempa, di mana saat umur satu sampai lima tahun ia akan mendapatkan ajaran cinta kasih dari kedua orang tua, mengenal etika dan norma dalam kebiasaan prilakunya baik dari lingkungan sosial maupun keluarganya, hal yang tidak pernah kuda dapatkan selama dirinya menjadi kuda. Ternyata manusia bukan untuk memangsa dan membunuh ataupun bertarung fisik untuk mempertahankan hidupnya. Tetapi, manusia ditakdirkan untuk menebar ajaran cinta dan kasih sebagai bentuk bahwa kodratnya adalah mahluk yang mulia dengan dibekali akal, cinta dan ajaran kasih.
Manusia Bukan Ternak
Dari perbedaan kuda dan manusia, tentu dapat pembaca maknai bahwa dengan akal, manusia mampu menjadikan dirinya jauh lebih baik daripada kuda, melalui pedoman ajaran norma dan etika yang melahirkan cinta dan ajaran kasih. Serta dengan akal pikiran dan hati nurani yang dapat membuat manusia memiliki kepedulian terhadap manusia yang lain. Hal tersebut identik dengan manusia sebagai ciptaan-Nya yang paling mulia. Berbeda dengan Kuda yang telah dijelaskan di paragraf di muka. Namun realitas jaman terkadang banyak diantara manusia yang hidup bak ternak yang fungsinya hanya makan dan berkembang biak tanpa sedikitpun membawa kebermanfaatan terhadap sesamanya. Jenis manusia seperti ini adalah manusia yang kurang baik, jika dilihat dari sejatinya menjadi manusia.
Ternak dapat berupa binatang apa pun. Namun, dalam percakapan sehari-hari orang biasanya merujuk pada ayam, angsa, kalkun, atau itik untuk unggas, serta babi, sapi, kambing, domba, kuda, atau keledai untuk mamalia. Dari semua binatang ternak yang telah disebutkan tugas mereka hanya makan dan beranak untuk menciptakan keuntungan bagi yang memelihara ternak tersebut. Namun, tidak untuk manusia yang menjadikan dirinya sendiri layaknya ternak, karena tidak ada yang memelihara manusia, kecuali Tuhannya.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah Tuhan ridha jika melihat manusia yang memiliki sifat kebiasaan yang sama seperti ternak?. Maka, jika tidak ingin diidentikkan atau menyerupai sifat ternak sudah seharusnya kita menjadi manusia. Dengan berbekal akal pikir sebagai manusia kita diharuskan membantu sesama, menolong atas Sesama, terlebih-lebih memberikan manfaat bagi sesamanya dari apa yang kita punya. Punya itu tidak harus berupa uang untuk membantu, tidak membuang sampah sembarangan saja itu sudah membedakan diri antara ternak dan manusia. Apalagi, bagi mereka yang ringan tangan dalam memberi, dan berkarya dalam bentuk apapun sebagai rasa ingin berbagi hal baik atas dasar cinta dan kemanusian. So, jangan mau jadi ternak.
Penulis : Indra Andrianto, S.Pd* Penulis Buku Kumpulan Opini #MerawatIngat