Jakarta, koranbuleleng.com | Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia, menggelar dialog kebangsaan bertema “Sinergi Bangun Masa Depan Indonesia Maju dan Harmoni.”
Dialog kebangsaan yang dihadiri langsung oleh Kepala BNPT RI Komjen Pol Dr. Boy Rafli Amar ini, sekaligus meresmikan Warung NKRI di Jl Ketintang Baru XIV, Surabaya, Sabtu 29 Oktober 2022.
Keberadaan WARUNG NKRI (Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan Negara Kesatuan Republik Indonesia) ini merupakan bentuk pendekatan lunak _(soft approach)_ dalam menanggulangi paham radikal dan terorisme di Indonesia.
Acara dialog kebangsaan ini menghadirkan Wakil Gubernur Jatim, Emil Elistianto Dardak, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jatim, Arief Rahman dan Ketua Umum PW GP Ansor Jatim, Gus Syafiq Syauqi, dimoderatori oleh Hesti Armiwulan, Ketua FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) Jawa Timur.
Komjen Boy Rafli Amar menyampaikan, ada tujuh karakteristik ideologi radikal yang digunakan teroris untuk melakukan doktrin. Pertama penyalahgunaan narasi agama, sikap anti kemanusiaan, ekstrimisme, anti negara dan Pancasila. Ideologi transnasional ini, memiliki tujuan ideologis dan politik, serta bersifat intoleran dan eksklusif.
Oleh karena itu, menurut Komjen Pol Boy Rafli Amar, BNPT RI berusaha menekan doktrin yang dapat mengikis nilai nasionalisme itu, dengan menggandeng tokoh masyarakat, khususnya tokoh agama dan stakeholder terkait, untuk menggelorakan semboyan Hubbul Wathon minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman) dari masa ke masa.
“Jangan sampai kelompok teroris ini mempengaruhi pihak-pihak anak muda kita ke depannya. Jadi kita berkolaborasi dengan pemuka agama, tokoh agama yang mewariskan prinsip Hubbul Wathon Minal Iman itu untuk terus menyuarakannya, dari masa ke masa, elemen masyarakat, jadi semua tercerahkan,“ katanya saat ditemui di lokasi dialog.
Meski ideologi radikal terorisme terus bergerak mencari pengikut, Komjen Boy mengaku dapat mengidentifikasi itu. Menurutnya, paham radikal terorisme di Indonesia ini seperti virus penyebar intoleransi.
“Makanya kita harus membangun sistem imunitas kita. Program Warung NKRI ini membangun sistem imunitas bangsa, menghadapi pemikiran intoleran, menghadapi yang setuju dengan paham-paham ideologi terorisme,” tambahnya.
Sementara Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak menambahkan, ada beberapa hal ciri seseorang bersikap intoleran setelah terpapar paham radikal, diantaranya absolutisme (kesombongan intelektual), ekslusivisme (kesombongan sosial), fanatisme (kesombongan emosial), ekstrimisme (berlebihan dalam bersikap), dan agresivisme (berlebihan dalam melakukan tindakan fisik).
“Tidak semua aksi radikal mempunyai basis keagamaan. Tetapi, tidak sedikit radikalisme yang terjadi atas nama agama,” terangnya.
Untuk mengantisipasi pergerakan teroris tumbuh di wilayah Jatim, suami Arumi Bachsin ini menjelaskan bahwa di Jawa Timur sudah ada aturan untuk mempersempit pergerakan teroris.
“Kita punya Pergub tahun 2012 nomor 55 tentang pembinaan agama dan pengawasan aliran sesat, penerbitan Pergub yang melarang keberadaan ISIS di Jatim, Perda Jatim nomor 8 tahun 2018 dan Keputusan Gubernur Jatim tentang larangan aktivitas Jamaah Ahmadiyah di Jatim,” tegasnya.
Mendengar pemaparan Wagub Emil, Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengaku lega setelah dipertegas Jatim memiliki regulasi yang mempersempit pergerakan teroris, yang dapat membuat semua masyarakat takut.
“Kita tenang karena programnya sudah bagus dan tertata. Maka, bagi orang seperti saya kenapa terorisme itu tidak boleh terjadi? Karena itulah ancaman paling tinggi yang menakutkan banyak orang. Jadi unsur menakutkan banyak orang ini yang harus kita hilangkan,” tuturnya.
Menurutnya, teroris dapat menghambat kemajuan sebuah negara karena ketakutan yang ditimbulkan itu meluas. Oleh sebab itu, pria yang akrab disapa Abah Dis ini menegaskan, negara harus totalitas dalam melawan terorisme.
“Karena ini menimbulkan ketakutan yang meluas dan itu mengganggu pembangunan negara untuk menjadi negara maju, intinya itu. Terorisme itu yang paling mengganggu perencanaan kemajuan sebuah negara,” tegasnya.
Adapun Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jatim Arief Rahman memaparkan, penyebaran paham intoleransi, radikalisme dan terorisme kini semakin mudah dan masif dengan penggunaan media sosial yang menjadi medium penyebaran informasi tak terverifikasi. Apalagi di Indonesia saat ini pengguna aktif sosial media seperti Whatsapp, Twitter, Facebook, Youtube, Instagram dan TikTok mencapai 191 juta.
“Bangsa kita selama ini penuh dengan keramahan, adab sopan-santun seperti yang diajarkan para orang tua. Local wisdom kita seperti itu. Tapi tidak kelihatan sama sekali sekarang ini di medsos kita,” ungkapnya.
Menurutnya, hal tersebut bisa jadi pupuk untuk menumbuhkan ekstrimisme dan radikalisme, jika terus dibiarkan. Oleh sebab itu, Arief yang juga Ketua Komite Komunikasi Digital Jatim ini berharap masyarakat lebih bijaksana dalam bersosial media dan mencerna serta menyebarkan informasi. “Apalagi informasi yang belum jelas kebenarannya dan cenderung menyesatkan serta memecah belah kesatuan bangsa kita,“ kata Arief Rahman.
“Jadi kalau publik lebih bijak dalam menerima informasi, ngga ada itu intoleransi dan perpecahan meskipun kita berbeda,” pungkasnya.
Ketua PW GP Anshor Jawa Timur Syafiq Syauqi menyoroti pentingnya perimbangan narasi keagamaan yang lebih moderat. Menurut pria yang pernah kuliah di Damaskus Suriah itu, tokoh muda dan ulama-ulama dengan pandangan dan pemikiran moderat perlu terus dimunculkan dan diberi ruang serta saluran untuk menyapa publik. (*)