Singaraja, koranbuleleng.com | Pagi itu, matahari begitu benderang di ufuk. Masyarakat silih berganti berdatangan ke Pura Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng dengan wajah-wajah yang sumringah. Ribuan masyarakat segera melaksanakan ritual Melasti dengan riang gembira. Melasti bagian dari prosesi menyambut tahun baru saka. Penyambutan Hari raya Nyepi, Tahun Baru Saka 1945, tahun 2023 ini disambut dengan meriah dengan penuh kegembiraan.
Nyepi tahun saka 1945 terasa membuncah. Maklum, inilah Nyepi pertama setelah aturan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) resmi dicabut oleh Pemerintah. Jadinya, semua ritual berjalan dengan gegap gempita.
Melasti biasanya dilakukan umat Hindu di Bali menjelang perayaan Hari Suci Nyepi. Ritual itu, dilakukan dengan menyucikan sarad ke pantai. Namun di Desa Nagasepaha, melasti ini dilakukan di pojok desa atau yang disebut masyarakat setempat suter desa. Dimana, ribuan masyarakat desa setempat akan berkumpul terlebih dahulu di Pura Desa.
Setelah melakukan ritual di pura. Ritual pemelastian pun dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 1 kilometer hingga pojok desa. Disana ritual melasti untuk mensucikan sarad.
Kelian Desa Adat Nagasepaha Made Darsana mengatakan, prosesi melasti ke suter desa ini sudah sejak dulu dilakukan masyarakat desa setempat. Dimana, dilokasi ini ada sumber mata air yang disucikan. Sumber mata air ini, yang juga digunakan saat ada odalan di pura khayangan tiga.
“Ini sudah dari dulu dilakukan, juga oleh tertua kita. Disini ada mata air bhatara baruna. Kita disini punya 11 mata air, yg kita gunakan untuk menjalankan prosesi upacara di pura khayangan tiga dan masing-masing dadia. Kalau ada pujawali di khayangan tiga baru melasti ke segara,” terangnya Senin, 20 Maret 2022.
Selain melasti, jelang Hari Suci Nyepi juga digelar ritual Mepepada. Ritual tersebut untuk menyucikan hewan yang akan digunakan sebagai sarana banten caru. Hewan itu sebagai kurban untuk upacara membersihkan alam semesta pada saat pengerupukan.
Dalam ritual tersebut, ada berbagai macam hewan yang disucikan. Diantaranya, angsa, anak sapi, kambing, anjing, babi, itik, ayam lima warna, dan kerbau. Ritual Mapepada ini, sudah digelar di Pura Desa Adat Buleleng sejak tahu 1835.
Kelian Desa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna menjelaskan, dipusatkan upacara Tawur Agung Kesanga di Catus Pata Desa Adat Buleleng. Bedasarkan lontar Mpu Kuturan, bahwa catus pata atau per empatan yang paling tepat digunakan yakni di depan Puri Buleleng.
“Karena dalam lontar mengatakan, catus pata harus ada di depan puri, juga harus ada pasar. Selain itu, juga dekat dengan pura khayangan tiga. Kan disini dekat, juga lurus dengan catus pata,” ujarnya.
Sutrisna menyebut, untuk hewan yang telah disucikan ini akan diolah menjadi banten oleh panitia yang telah disiapkan. Sehingga, pada esok harinya banten untuk tawur agung kesanga sudah siap di catus pata.
“Setelah selesai penyucian ini, Pemkab akan menyerahkan wewalungan ini di catus pata. Di catus pata nanti sudah koordinasi dgn klian banjar adat, akan serahkan ke klian untuk diproses pembuatan bantennya,” katanya.
Tawur Agung Kesanga yang digelar oleh Desa Adat Buleleng dilaksanakan di Catus Pata. Tawur dipimpin langsung oleh para Sulinggih dari Sarwa Sadhaka, Selasa 21 Maret 2023.
Gemerincing nada genta bertalu dari tangan para Sulinggih yangterus mengucap mantra. Mereka memimpin upacara dengan khidmat. Bersamaan pula, sejumlah pemangku menjalankan prosesi sesuai dengan tata titi ritual Tawur Agung Kesanga.
Semua sarana disucikan,karena akan dimanfaatkan oleh masyarakat Bali untukmelakukan pecaruan dimasing-masing wilayah dan pekarangan rumah. Tirta suci yakni Tirta Surya dan Tirta Caru dari prosesi penyucian dalam Tawur Agung itu dibawa oleh masing-masing umat Hindu untuk digunakan menyucikan area perkantoran, wilayah fisik banjar dan desa serta pekarangan rumah.
“Begitulah proses ini berlangsung setiap tahun dengan tujuan muliamenjaga keseimbangan alam, kesucian alam, juga untuk menjaga suci pikiran dan perbuatan manusia. Kita dibawa ke titik awal lagi,” ucap Sutrisna.
Setelah ritual tawur agung dilaksanakan, pemuda pemudi mengarak ogoh-ogoh. Di Desa Adat Buleleng, karnaval Ogoh-ogoh dibagi dua kelompok. Yakni kelompok utara kuburan, terdiri dari Banjar Petak, Peguyangan, Banjar Bali, Kampung Anyar, dan Kaliuntu. Sementara, untuk selatan kuburan terdiri dari Banjar Penataran, Delod Peken, Banjar Paketan, Bale Agung, Liligungi, dan Banjar Tegal.
“Nanti mereka akan bertemu di kembali di kuburan. Ogoh-ogoh akan dibakar satu, yang lain kita berikan tirta pralina. Agar tidak terlalu besar pembakarannya,” kata dia.(*)
Pewarta : Kadek Yoga Sariada (YS)
Editor : I Putu Nova Anita Putra (NP)