Tradisi Ngejot di Desa Pegayaman Perkuat Persaudaraan Antar Umat Beragama

Singaraja, koranbuleleng.com | Menuju Desa Pegayaman di Kecamatan Sukasada, jalan raya tampak padat, di akhir Ramadhan kemarin, Jumat 21 April 2023 sore.  Dari Singaraja, untuk sampai ke desa tradisional ini memang mudah hanya melewati jalan nasional di jalur Singaraja – Gitgit. 

Memasuki wilayah Desa Pegayaman, tampak sejumlah warga sudah bersiap menyambut buka puasa terakhir. Mereka berada di luar rumah berbincang-bincang sambil tertawa. Suasana ekspresip terlihat karena umat muslim di desa ini segera menyambut tahun baru, 1 syawal 1444 hijriah.  Warga setempat menunggu Idulfitri.

- Advertisement -

Sisanya, para ibu rumah tangga tengah sibuk menyiapkan menu berbuka puasa dan juga makanan untuk dibagikan kepada sesama umat Islam dan juga umat lain di Desa Pegayaman.

Kegiatan membagikan makanan ini sudah dilaksanakan secara turun temurun oleh warga desa Pegayaman, mereka namakan ngejot atau pengruah. Tradisi Ngejot ini sebenarnya adaptasi dari tradisi warga Hindu di Bali setiap menjelang hari raya besar. Desa Pegayaman adalah salah satu desa dengan penduduk muslim terbesar di Buleleng. Keberadaan desa ini sudah sangat lama, dan warganya sudah beranak pinak sehingga dari sisi budaya juga terjadi percampuran. Akulturasi budaya amatlah kental.

Warga disini juga dominan menggunakan nama khas Bali, seperti Wayan, Made, Nyoman dan Ketut.

Sehingga, kegiatan di desa ini banyak kemuripan dengan budaya Bali dan sudah menjadi Tradisi yang wajib dilakukan. Tradisi unik Ngejot ini dilaksanakan setahun sekali untuk menyambut hari raya Idul Fitri.

- Advertisement -

Sekitar pukul 18.00 wita, setelah sebelumnya berkutat di dapur menyiapkan dan menata makanan.

Mereka membawa semua hidangan seperti aneka lauk, dan jajan di dalam sebuah wadah yang bernama talam. Makanannya pun bermacam-macam, yakni seperti lauk pauk, jajan dan ikan.

Hidangan ini diantarkan ke tetangga sekitar, keluarga sesepuh desa dan tokoh agama. Warga perempuan mulai keluar rumah dengan membawa makanan diatas kepalanya.

“Ngejot itu bisa dikatakan sebagai bentuk sedekah atau beramal atau memberikan sesuatu kepada orang yang lebih tua, kepada sesepuh, kepada tokoh agama dan yang tidak kalah pentingnya adalah kepada tetangga. Tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun temurun dan sudah mengakar” kata tokoh masyarakat Desa Pegayaman, Ketut Muhammad Suharto.

Di desa Pegayaman sendiri, untuk di wilayah barat jalan dan timur jalan desa penduduknya 100 persen beragama Islam. Namun ada sebagian di dusun lain seperti Dusun Merta Sari ada warga beragama yakni Hindu.

Warga pun tidak hanya mengantarkan makanan kepada sesama umat Islam saja, tetapi juga kepada umat beragama lain yang ada di Desa setempat

“Kami juga ngejot ke nyama Hindu. Ya kita bukan melihat agamanya. Tapi hubungan tetangganya itu,” imbuh Suharto.

Kata Suharto, tradisi yang sifatnya kultur ada banyak sekali di Desa Pegayaman. Salah satunya Ngejot, ini sudah di wariskan oleh para leluhur untuk mengajarkan para penerus untuk bersinergi dengan konsep menyama beraya sesama umat beragama.

Dengan tradisi ngejot yang sudah berlangsung lama ini, diakui Suharto telah ikut menyebar sampai sekarang.

Dia mencontohkan, warga yang bekerja sebagai guru yang mengajar di sekolah yang ada di Desa Pegayaman.

Begitu guru-guru ini merayakan hari raya keagamaannya, mereka juga sering memberikan makanan untuk warga setempat

“Jadi konsep sederhananya dalam Islam itu silaturahmi. Bagaimana menjaga silaturahmi lewat Ngejot itu. Kalau di Buleleng konsep menyama beraya. Ini yang coba dipertahankan sampai sekarang dan terus kita sebarkan” pungkasnya. |ET|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts