Wisata Hati di Rindu Homestay

Kabupaten Bangli memiliki sedikit memang objek wisata namun dari yang sedikit itu telah terbukti menjadikan daerah ini sangat terkenal di dunia internasional. Sebut saja misalnya Desa Trunyan, telah menjadi legenda dan mitos dalam pariwisata. Panorama Gunung Batur yang tampak dari Penelokan juga selalu menjadi impian para pelancong.

Keindahan alam dan kabut Kintamani sering dijumpai dalam lirik lagu dan puisi bahkan dalam karya sastra lain seperti novel. Anjingnya juga demikian, selalu menghiasi cerita-cerita di atas brosur dan buku panduan wisata. Masih ada yang lain tentu saja kopi Kintamani yang nikmat. Itu semua telah menjadikan Bangli mempersembahkan destinasi pariwisata yang sangat eksotis dan  impian bagi para pelancong.

- Advertisement -

Alam Batur misalnya dengan kaldera danaunya mengundang tidak hanya para wisatawan tetapi sastrawan dan peneliti. Pilihan para sastrawan seperti Sutan Takdir Aliisyahbana  (STA) pada Toya Bungkah dengan Balai Seni yang dibangunnya telah mempromosikan daerah ini sehingga semakin populer. Sayangnya, balai seni ini tinggal kenangan pada segelintir orang. Pada awal 70-an seorang antropolog bermukim dua tahun lamanya di Desa Trunyan dan menulis tentang seluruh aspek kebudayaan masyarakat setempat. Dialah James Danandjaja (Universitas Indonesia) dengan bukunya yang sangat monumental berjudul Kebudayaan Petani Desa Trunyan Bali. Jauh sebelum itu, sastrawan Bali Angkatan Pujangga Baru, asal Buleleng, seorang raja, pernah beristirahat di tempat ini sambal menulis novel I Swasta Setahun di Bedahulu.

Penelitian Danandaja tentu saja menjadi promosi tersendiri yang lebih ilmiah bagi Desa Terunyan. Hal ini menjadi alasan mengapa destinasi ini sedemikian populer dan selalu digandrungi tidak hanya soal mepasah atau penguburan mayat dengan tidak ditanam tetapi juga karena ada sejumlah legenda suci seperti kayu yang menyebarkan wangi serta patung batu yang tumbuh (Datonta) dan tentu saja barong brutuk.

Pada era Orde Baru pemerintah Kabupaten Bangli pun masih memiliki kesempatan mengembangkan pariwisata dan di sinilah lahir desa wisata baru yaitu Penglipuran. Penglipuran adalah desa tua dengan arsitektur yang sangat unik dan tata ruang desa yang sudah baku ditopang oleh vegetasi hutan bambu menjadikan desa ini alasan untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata. Sejak itulah popularitas Desa Penglipuran menyebar ke seluruh dunia dan setiap hari sepanjang tahun kunjungan wisatawan tidak pernah surut.

Penglipuran, Trunyan, Kintamani mungkin sudah sedemikian populer namun di tengah perkembangan pariwisata yang sejalan dengan media sosial maka telah muncul desa-desa wisata baru, termasuk di Kabupaten Bangli.  Sebut saja Desa Undisan di Kecamatan Tembuku. Maka pariwisata Bangli  tidak hanya lagi soal Penglipuran dan Trunyan tetapi juga munculnya desa-desa wisata baru.

- Advertisement -

Desa wisata baru biasanya mengembangkan fasilitas pariwisata seperti penginapan, cafe restoran, dan fasilitas lainnya terutama spot foto, jalur tracking, gua, air terjun, hamparan perkebunan, pelajaran menari, kelas memasak, atau kursus bertani, dan lain-lain. Desa wisata berkembang karena keterlibatan masyarakat setempat dan tidak lagi ada campur tangan pemilik modal, bahkan pemerintah juga sangat membatasi campur tangannya.

Laporan esai kali ini menceritakan bagaimana para wisatawan berlibur di desa wisata terutama ketika harus memilih penginapan melalui aplikasi online. Aplikasi online untuk memilih penginapan memungkinkan akses yang terbuka lebar dan tanpa promosi agar suatu fasilitas penginapan atau homestay di desa-desa wisata yang relatif terpencil bisa dipasarkan. Akhirnya teknologi telah mengubah cara pandang para wisatawan terhadap industri pariwisata dengan berbagai aktivitasnya.

Era wisata kolonial telah ditinggalkan. Saat ini justru yang menarik adalah menemukan tempat-tempat yang baru dan belum banyak dikenal atau bisa dikatakan masih relatif sepi oleh kunjungan. Pengalaman menjalani pariwisata lokal dengan perspektif pariwisata memanfaatkan teknologi, baik ketika pencarian tempat wisata maupun pemilihan atau pemesanan penginapan untuk sehari atau dua hari; sampailah kepada suatu catatan yang sangat menarik. Hal ini misalnya dialami ketika memilih sebuah penginapan di Desa Wisata Undisan.

Faktor pertama dalam memilih penginapan tentu saja harga. Setelah harga baru melihat tampilan foto-foto yang memang kadang tidak bisa dipercaya. Syukur kalau ada ulasan sehingga itu menjadi pertimbangan untuk mengambil keputusan. Memang ada perasaan tidak tenang jika setelah pesanan selesai, sampai pada tahap pembayaran. Dan ini artinya tinggal menuju destinasi. Karena kadang-kadang harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebuah penginapan ditawarkan dengan harga yang relatif murah namun kenyataannya justru sangat mengecewakan. Akhirnya cuma bisa berguman ya namanya juga penginapan murah. Murah dan berbanding lurus dengan keadaan yang tidak nyaman atau kurang bersih ditambah pelayanan tidak ramah; mungkin jauh lebih baik ketimbang kenyataan ketika sudah berada di lokasi ternyata penginapan itu nyaris tutup (tidak beroperasi secara normal). Lalu mungkin karyawan atau entah pengelola hampir saja menolak kedatangan si pemesan. Tapi syukur ada negosiasi dan bisa disediakan kamar walaupun seadanya.

Pengalaman-pengalaman itu memang sering menghantui namun perlu adanya keyakinan dan antisipasi misalnya dengan membawa barang-barang yang mungkin tidak disediakan di penginapan. Pengalaman buruk itu memang beberapa kali terjadi tapi tidak menyurutkan untuk memesan penginapan-penginapan secara online karena memang entah keberuntungan namanya atau tidak seringkali mendapatkan penginapan atau homestay yang sungguh di luar estimasi. Kamarnya luas dan  bersih.  Kamar mandinya juga sangat bagus fasilitasnya, terpelihara dengan baik dan mungkin penginapan atau hotel ini termasuk baru. Ini tentu saja menjadi kejutan.

Pengalaman inilah yang kembali terulang ketika menginap di Rindu Homestay di Desa Undisan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli (21- 22 Mei 2023). Yang biasa sedikit sulit tentu saja adalah saat mencari penginapan yang memang berada di tengah-tengah desa karena memang fasilitas pariwisata ini tidak dibangun secara khusus tetapi dengan memanfaatkan potensi-potensi lingkungan atau bangunan yang sudah ada dan juga dikelola oleh masyarakat setempat.

Akhirnya dengan bantuan bertanya dan peta elektronik atau digital juga sebuah papan seadanya di depan pintu sebuah rumah yang sangat mewah berarsitektur Bali di atas tebing dilatarbelakangi oleh perkebunan yang terdiri atas berbagai jenis pohon besar; sampailah di Rindu Homestay. Dari cerita ibu pengelola yang sangat ramah, pensiunan pegawai kecamatan stempat, nama Rindu adalah diambil dari nama salah seorang cucunya.

Seorang ibu menyapa dengan sangat ramah dan tanpa basa-basi pengantar ke kamar. Lalu disusul oleh seorang bapak adalah suami dan bapak ini adalah seorang pensiunan guru dengan jabatan terakhir kepala sekolah. Rasa nyaman dan ramah menyambut tamu yang akan menginap sungguh membuat tersanjung. Ini adalah nilai yang tidak bisa diukur dengan harga yang harus dibayar. Suasana keakraban dan kekeluargaan juga sangat terasa karena tidak seperti ketika check in di penginapan-penginapan pada umumnya; harus ada KTP; menunjukkan bukti pembayaran; bukti pemesanan dan lain-lain.  Penerimaan di Rindu Homestay sungguh nomer satu kehangatan, keramahan, dan rasa kekeluargaan yang sedemikian tinggi.

Sampai di kamar Ibu mengantar dan menunjukkan fasilitas yang tersedia. Wah sungguh luar biasa bersih, lengkap dan tentu saja sangat nyaman. Yang menarik dalam kesempatan ini tentu saja pengalaman menginapnya di Rindu Homestay dan bukan pengalaman menikmati spot-spot pariwisata Desa Undisan dan sekitarnya. Ibu pengelola penginapan ini bersama bapak atau suaminya sama sekali tidak menunjukkan bahwa mereka sedang menjalankan sebuah usaha untuk mengejar keuntungan.

Yang tampak di sini adalah bagaimana penulis ketika datang adalah keluarga yang terhormat.  Dan, sebagai pengelola penginapan di era digital ibu dan bapak memposisikan dirinya sebagai seorang tuan rumah atau induk semang.

Keramahan dan tata krama menyambut tamu atau menerima kedatangan tamu ala Bali sungguh terasa. Ibu kemudian menawarkan kopi dan jajan dan ternyata tawaran ini tidak hanya basa-basi. Dia sendiri mengantarkan ke meja di teras depan kamar. Wah sebagai tamu rasanya sungguh terhormat.

Perasaan inilah yang tidak bisa direkayasa dan memang mudah untuk memberikan kesan yang tulus. Inilah inti dari sebuah hubungan kemanusiaan, kekeluargaan, persaudaraan. Dengan demikian, transaksi ekonomi atau jual beli rasanya sudah tidak ada. Pengalaman ini jauh lebih indah daripada pengalaman mengunjungi berbagai spot yang ditawarkan.

Dalam dua malam menginap di Rindu Homestay dan waktu dipotong setengahnya untuk kegiatan di luar penginapan tentu tidak cukup untuk menikmati keramahan ibu, bapak, menantu dan cucunya yang memang kamar yang disediakan bagi tamu adalah dalam satu kompleks tempat tinggal keluarga lengkap dengan fasilitas bangunan-bangunan adat Bali seperti pura keluarga, dapur, bangunan upacara, dan jineng.

Namun di sela-sela waktu yang tersisa kami berkesempatan ngobrol soal keluarga. Wah seru sekali rasanya menyimak cerita tentang keluarganya, anak-anaknya dan tentang pekerjaannya dan sampai menunjukkan album foto.

Ini semuanya adalah bentuk lain dari pengalaman berwisata.  Wisata tidak hanya persoalan menikmati destinasi yang formal dan sudah dikemas seperti dalam iklan. Berwisata adalah persoalan perjalanan dan pengalaman perjumpaan hati atau wisata hati. Ini terjadi di antara ibu bapak dan keluarga pengelola Rindu Homestay dengan penulis tamu. Pariwisata model ini mungkin masih terlalu jauh dari mainstream tetapi sungguh mampu menciptakan kesan yang mendalam bahwa berwisata itu adalah berwisata hati lewat perjumpaan di atas cerita-cerita di antara pengelola sebuah homestay dengan tamu yang menginap.

Maka ketika pagi masih memang terasa dingin di Desa Undisan, waktunya pamit dan rasanya terlalu tidak nyaman kalau menggunakan kata check out.  Di sinilah rasa haru itu hadir karena sepertinya kami akan berpisah setelah bersama dalam kenangan yang indah, mendalam walau hanya dalam hitungan dua hari. Mengharukan sekali dan ini jarang bisa dinikmati di dalam perjalanan wisata dan mungkin hanya sebuah keberuntungan bisa mendapatkan pengalaman indah ini sebuah wisata hati ketika menginap di Homestay  Rindu,  Desa Wisata Undisan. (*)

Penulis :

Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. (Dosen Universitas Pendidikan Ganesha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts