Jurnalistik Praktis bagi Siswa Milenial

Catatan Dari Safari Literasi di SMKN 1 Bangli

Semakin masuk jauh ke dalam ceruk kehidupan literasi di akar rumput, seperti lembaga-lembaga sekolah, maka dapat dirasakan dengan sangat nyata betapa literasi tersebut masih menjadi sebuah persoalan yang sangat berat. Namun demikian, masih ada banyak masalah lain yang memang pada akhirnya menyampingkan literasi sebagai problem sosial. Dari kondisi ini ikhtiar SMKN 1 Bangli patut diacungi jempol.

- Advertisement -

Di tengah kesibukan, berbagai persoalan, dan target pendidikan; sekolah ini masih berkesempatan menyelenggarakan pelatihan jurnalistik dan literasi bagi siswa, Minggu 21 Mei 2023 lalu.  Sekolah ini menyelenggarakan workshop jurnalistik dan literasi. Antara jurnalistik dan literasi dipandang memiliki hubungan yang sangat kuat. Inilah yang menyebabkan sekolah ini mengambil pengembangan program GLS dengan workshopp jurnalistik. Namun tentu saja harus dipikirkan, telah terjadi perubahan dalam dunia jurnalistik sejalan dengan perubahan teknologi komunikasi manusia.

Para siswa di sekolah ini adalah kaum digital native dan mereka sama sekali tidak pernah mengalami kebudayaan kertas dan cetak dalam artian yang sesungguhnya. Kebudayaan ini memang telah melahirkan jurnalistik yang berwibawa, menjadi industri dan memiliki kekuatan politik.

Sumber informasi para siswa milineal saat ini adalah media sosial. Kalau dulu mereka mendapatkan informasi di luar pelajaran sekolah melalui surat kabar, radio, majalah, dan televisi. Saat ini mereka mendapatkan informasi dari media sosial. Media yang menjadi tunggangan teknologi itu turut serta mempengaruhi kualitas informasi. Karena media itu melibatkan agen atau pengguna maka siapa penggunanya juga akan menentukan bagaimana kualitas informasinya.

Salah satu karakter media sosial adalah tidak adanya batas antara yang memproduksi informasi dengan yang mengkonsumsi. Di antara keduanya itu tidak ada hubungan yang jelas dan permanen.  Artinya seorang yang menghasilkan informasi suatu saat bisa saja menjadi konsumen. Di dalamnya tidak ada kontrol, apakah informasi itu benar atau salah. Siapa saja berhak menyiarkan sebuah peristiwa menjadi informasi, baik berupa tulisan, foto maupun video atau gabungan dari ketiganya.

- Advertisement -

Banyak prinsip jurnalisme yang dilanggar tetapi memang harus disadari ini era media sosial dan bukan lagi pers konvensional. Pemahaman-pemahaman ini penting disampaikan kepada para siswa SMKN 1 Bangli sehingga mulai menyadari bagaimana peran mereka di dalam kehidupan jurnalistik atau pers era digital.

Mereka diharapkan memiliki satu perspektif dengan menggunakan teori jurnalistik sehingga tahu hal-hal apa saja yang bisa disampaikan di media sosial. Selain itu, yang lebih penting adalah bagaimana mereka menyikapi atau mempercayai informasi-informasi yang tidak terbendung, tidak terbatas, bahkan seperti banjir dalam kehidupan sehari-hari. Semua informasi di media sosial itu memiliki peluang yang sama untuk dapat diterima oleh siapapun namun perkara kebenaran informasi itu masih sangat membutuhkan proses yang panjang.

Di dalam media sosial proses itu tidak terjaga karena seseorang dengan bebasnya mengumpulkan bahan-bahan, disusun atau diolah seadanya lalu disebarkan. Semuanya berpacu dengan waktu dan kebebasan warganet di tengah dunia penuh informasi walaupun tidak semuanya benar adanya. Paradigma inilah yang terungkap di dalam workshop jurnalistik dan literasi di SMKN 1 Bangli. Di samping itu juga para siswa diharapkan tidak hanya sebagai penyimak informasi lewat media sosial tetapi diharapkan juga sadar menggunakan hak dan kebebasannya untuk menjadi produsen informasi. Di sini perlu mendapat tekanan, informasi-informasi yang layak disebarkan sehingga bermanfaat bagi khalayak media sosial. Ini semua akan mengantarkan siswa SMKN 1 Bangli menapaki literasi digital.

Literasi digital adalah literasi yang memberikan kecakapan hidup bagi warganet karena komunikasi yang terjadi bukanlah komunikasi yang kosong tanpa makna tetapi adalah sebuah peristiwa komunikasi sosial yang sangat penting dan menyimpan berbagai peluang dalam pengembangan kecakapan hidup.

Pada workshop ini juga mendapat penekanan, para siswa diharapkan memiliki pandangan yang positif dan jangan memandang kegiatan di media sosial itu hanya semata-mata hiburan tetapi kegiatan penuh peluang untuk mencapai kesuksesan secara finansial dan sosial. Ini mendapat penekanan yang sangat mendalam sehingga ada perubahan sikap.

Siswa tidak lagi memandang media sosial sebagai hiburan tetapi membalik pandangan itu menjadikan media sosial sebagai sebuah kesempatan dan peluang untuk mendapatkan berbagai keuntungan dan manfaat yang terbaik. Untuk itu dibutuhkan literasi digital dan pengetahuan jurnalistik. Mungkin pengetahuan jurnalistik yang dibutuhkan tidak seketat jurnalistik konvensional. Minimal diketahui cara menulis yang mudah dipahami.

Anak-anak SMAKN 1 Bangli dan mungkin anak-anak di mana pun lebih mudah membuat foto dan mempublikasikannya namun kelemahannya ada pada kemampuan mereka membuat narasi atau caption dari sebuah foto atau video. Inilah yang menjadi pokok bahasan dan dilatih secara langsung dan digital. Para peserta dilatih secara bertahap dan dituntun cara menulis narasi sederhana dari sebuah foto.

Foto biasanya menampilkan objeknya dan memiliki latar belakang. Foto juga biasanya menyimpan kenangan dari pemiliknya. Itu sudah cukup untuk membuat narasi sederhana. Pada workshop ini siswa mendapatkan penekanan, cara Menyusun narasi foto, yaitu dengan melihat siapa yang ada di foto; bisa berupa nama dan lain sebagainya lalu aktivitas apa yang dilakukan di dalam foto itu atau foto itu dibuat dalam rangka apa; kapan foto itu dibuat dan di mana foto itu diambil.

Dengan prinsip 5W 1H maka penyusunan narasi foto menjadi sangat mudah dan terarah. Karena siswa masih belum terbiasa menyusun narasi foto sehingga pada bagian pelatihan ini mereka mengalami kesulitan namun demikian mereka bisa mengikuti kegiatan dengan lancar.

Kegiatan gerakan literasi sekolah atau GLS di akar rumput memang sedang lesu namun demikian, ada beberapa sekolah yang mencoba untuk keluar dari kelesuan tersebut dan menyambut baik program-program safari literasi yang ditawarkan.  Dengan demikian ada geliat dalam GLS bahkan dengan model kegiatan di SMKN 1 Bangli ini, GLS telah melampaui stagnasi atau rutinitas membaca 15 menit. Lewat kegiatan ini GLS  SMKN 1 Bangli telah menjadi gerakan literasi sekolah yang inovatif karena  menyelenggarakan sebuah workshop yang tidak hanya berkutat pada literasi tetapi juga menggabungkan literasi dengan bidang lainnya yaitu jurnalistik.

Siswa mendapat wawasan baru dalam bidang jurnalistik dan memahami hubungan antara jurnalistik dan literasi. Para siswa disadarkan bahwa mereka sedang ada di dalam era jurnalistik digital yang memang sangat berbeda dengan jurnalistik kertas dan cetak. Inilah bentuk lain dari pengembangan literasi digital berbasis jurnalistik di SMKN 1 Bangli. Dengan satu ungkapan yang manis bisa dinyatakan lewat jurnalistik menuju literasi dan lewat literasi menuju jurnalistik digital. Tanpa disadari kegiatan ini juga berdampak pada pengembangan salah satu jenis literasi yaitu literasi digital. (*)

Penulis :

Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. (Dosen Universitas Pendidikan Ganesha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts