Singaraja, koranbuleleng.com | Sudah tiga tahun berlalu sejak pertama kali mengenal eco enzyme, Nyoman Sutrisna masih rutin memproduksi cairan tersebut hingga kini.
Eco enzyme tengah jadi primadona. Limbah organik diolah sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah cairan multiguna. Cairan itu bukan sembarang cairan yang dimanfaatkan menjadi pupuk dan pestisida belaka. Tapi manfaatnya jauh lebih besar, sehingga kerap disebut sebagai cairan ajaib.
Sutrisna adalah mantan pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Buleleng. Setelah pensiun, Sutrisna fokus ngayah sebagai Kelian Desa Adat di Desa Adat Buleleng.
Selama bertahun-tahun membuat eco enszyme itu, dia tidak pernah kesulitan mendapatkan bahan baku pembuatan eco enzyme. Sampah organik didapat dari sisa-sisa sampah upakara di pura. Desa adat biasanya selalu menggelar upakara yadnya.
“Saya kerjasama dengan pengempon pura segara. Sisa-sisa bahan organik dari upakara saat ada upacara yadnya, saya pakai buat eco enzyme,” cerita Sutrisna.
Perkenalan Sutrisna dengan eco enzyme bermula pada 2020 silam. Saat itu pria kelahiran 27 Januari 1960 silam tersebut bertemu dengan Feri Tanaya, Ketua Eco Enzyme Nusantara Kabupaten Buleleng.
Feri memboyong cairan eco enzyme ke sekretariat Desa Adat Buleleng yang terletak di Jalan Veteran, Singaraja. Cairan itu digunakan mencuci perangkat upakara, seperti bokor dan sangku. Alat upakara yang semula kusam penuh jamur, kembali mengkilat.
Sang istri, Janarti akhirnya tertarik memproduksi eco enzyme secara mandiri. Semula Janarti mengawali membuat sebotol eco enzyme dengan ukuran 1,5 liter. Sutrisna pun ikut tertarik memproduksi cairan serupa. Alhasil kini rumahnya penuh dengan gentong-gentong untuk produksi eco enzyme. Saat ini setidaknya ada 15 gentong eco enzyme berukuran 120 liter yang sudah siap panen.
Sutrisna menjelaskan, memproduksi eco enzyme sebenarnya sangat mudah dan sederhana. Saat memproduksi eco enzyme, ia menganjurkan agar warga menggunakan wadah berbahan plastik. Bisa berupa botol bekas atau gentong.
Selanjutnya, siapkan molase. Molase merupakan limbah dari pabrik gula. Bila kesulitan mendapat molase, bisa saja menggunakan bahan lain. Seperti gula pasir atau gula merah. Hanya saja, harganya lebih mahal ketimbang molase.
Setelah itu siapkan sampah organik, idealnya sampah yang disiapkan adalah buah atau sayur-sayuran. Setelah semua terkumpul maka bahan-bahan tersebut tinggal dicampurkan dalam satu wadah.
Rumusnya, setiap satu kilogram molase, dicampur dengan tiga kilogram sampah organik, dan 10 liter air. Biarkan terjadi proses fermentasi selama tiga bulan. Setelah tiga bulan, eco enzyme sudah siap digunakan.
Biasanya Sutrisna juga menambahkan beberapa lembar daun sirih sebagai campuran. “Sirih berguna menghasilkan anti septik,” kata Sutrisna saat ditemui di rumahnya, pada Minggu 3 Desember 2023.
Sutrisna menjelaskan ada banyak manfaat yang bisa didapatkan dari eco enzyme. Diantaranya memperbaiki ekosistem yang ada di air, udara, dan tanah. Cairan itu juga banyak digunakan sebagai pupuk organik hingga pestisida. Selain itu eco enzyme juga dapat dimanfaatkan sebagai obat luka, gatal, pengganti shampoo, obat kumur sakit gigi, hingga krim wajah.
Biasanya Sutrisna memanfaatkan eco enzyme sebagai pupuk di kebun. Dia juga menggunakannya untuk menghilangkan bau tidak sedap di kamar mandi, membersihkan lantai, serta membersihkan alat-alat yang terbuat dari kuningan. Selain itu ada juga produk turunan dari eco enzyme,yaitu F2 yang dimanfaatkan sebagai sabun cair maupun sabun batang.
“Saya gunakan di sawah dan di ladang. Hasilnya cukup menggembirakan karena saya tidak menggunakan zaat kimia lagi. Hanya menggunakan eco enzyme, dengan tambahan pupuk kandang. Pembuatan eco enzyme ini juga dapat mengurangi limbah organik yang ada di lingkungan kita,” kata mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng itu.
Cairan itu juga ia manfaatkan pada masa pandemi covid-19 lalu. Pada saat pandemi dia menggunakan eco enzyme sebagai pengganti cairan disinfektan. Cairan itu disemprotkan ke udara untuk meningkatkan kualitas udara sekaligus menekan penyebaran covid-19.
Tak hanya itu, pemanfaatan eco enzyme juga menekan pengeluaran keluarga. Janarti, istri dari Nyoman Sutrisna mengaku dia sudah tidak membeli cairan pembersih lantai. Dia juga tidak membeli pasta gigi lagi, karena menyikat gigi menggunakan eco enzyme.
“Kalau dulu pasta gigi beli yang harganya agak mahal, karena gigi saya sensitif. Tapi setelah pakai eco enzyme, sudah tidak pernah beli lagi,” demikian Janarti. (*)
Kontributor : Ni Putu Pipit Mutiara Sani Wijaya
Editor : I Putu Nova Anita Putra