Gerakan Moderasi Beragama Cegah Politik Identitas di Pemilu

Singaraja, koranbuleleng.com| Sikap yang berlebihan dalam politik, terutama yang membawa identitas tertentu akan membangun sebuah polarisasi yang membahayakan publik. Tren itu sempat muncul dalam Pemilu dan Pilkada sebelumnya di sejumlah daerah di Indonesia.

Saat ini, pemilih dalam Pemilu 2024, 50 persen lebih adalah generasi muda dari kalangan gen Z dan milenial.  Polarisasi yang tajam akibat politik identitas itu tidak boleh menjamah pemikiran generasi baru itu agar bangsa ini tidak terpecah belah dikemudian hari. Moderasi beragama diyakini menjadi jalan baik agar untuk mencegah gaya politik identitas dan menghasilkan Pemilu yang damai.

- Advertisement -

Program Studi Ilmu Komunikasi Hindu, Jurusan Dharma Duta, Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja bekerja sama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Buleleng menggelar diskusi publik bertemakan “Moderasi dalam Aksi, Generasi Muda dan Pemilu Damai” di Pusat Layanan Unit Terpadu (PLUT) Buleleng, Rabu 7 Februari 2024.

Ketua Jurusan Dharma Duta, Nyoman Suardika, S.Ag., M.Fil.H, menjelaskan diskusi ini menjadi ruang untuk mendekatkan generasi muda dengan konsep moderasi beragama, khususnya menjelang Pemilu yang rentan terhadap isu polarisasi dan politik identitas. “Moderasi beragama penting untuk diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi generasi milenial dan gen z,” ujar Suardika.

Diskusi publik mengundang tiga narasumber dari berbagai kalangan, antara lain Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), Dr. Drs. I Gede Made Metera, M, Si, Komisioner KPU Buleleng, Putu Arya Suarnata, S.Pd., M.Pd, dan akademisi STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Dr. I Made Bagus Andi Purnomo, M.Pd.

Dr. Drs. I Gede Made Metera, M, Si, menekankan pentingnya peran aktif generasi muda dalam memahami dan menerapkan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari. Dia mengatakan perbedaan pandangan politik adalah hal yang biasa dan harus disikapi dengan bijak. Dalam aturan hukum, perbedaan pandangan dan pendapat  diwajarkan selama tidak membawa suku, rasa, agamadan adat. Justru, politik harus dibiarkan berkembang sesuai dengan tatanan dan kearifan lokal yang berlaku di daerah.  

- Advertisement -

Sementara itu, Dr. I Made Bagus Andi Purnomo, M.Pd, menyoroti konteks politik identitas dan polarisasi yang mengiringi perhelatan politik 2024, sambil mengajak generasi muda untuk berperan aktif dalam ruang-ruang diskusi.

Akademisi STAH Negeri Mpu Kuturan ini menjelaskan politik identitas menjadi ancaman karena masih digunakan oleh beberapa pihak dalam Pemilu 2024. Politik identitas itu memancing polarisasi yang amat tajam diantara kelompok pendukung peserta Pemilu itu.  Memang dari hasil penelitian, tren ini tidak sebesar Pemilu sebelumnya namun angkanya masih tinggi. ”Ini harus diantisipasi, terutama kalangan generasi muda yang swajarnya melek terhadap politik jangan anti politik,”kata dia.

Menurut Andi, ada semacam pemahaman pragmatisme terhadap politik, dipandang hal yang kotor, kecurangan. Padahal sejatinya politik hal baik cara mewujudkan kekuasaan. Instrumennya adalah haruslebh banyak ruang diskusi di kalangan pemuda, anak remaja. Kampus dan pemerintah bisa menjadi fasilitator untuk membuka ruang-ruang diskusi itu.

Sementara, Komisioner KPU Buleleng, Putu Arya Suarnata, mengajak peserta untuk turut serta dalam Pemilu pada 14 Februari 2024 dengan memberikan suara sesuai asas Pemilu yang Luber-Jurdil, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

Diskusi publik dihadiri oleh puluhan undangan dari mahasiswa, siswa SMA/SMK, dan anggota FKUB di Kabupaten Buleleng. Acara ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda untuk berperan aktif dalam menjaga moderasi beragama dan mendukung terciptanya Pemilu yang damai dan berintegritas.(*)

Kontributor: Rika Mahardika

Editor :I Putu Nova Anita Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts