Salah satu peserta Lomba Mixologi Arak Bali meracik minuman berbahan arak dengan bahan beraroma lainnya |FOTO : I Putu Nova A.Putra|
Singaraja, koranbuleleng.com | Profesi mixologist, kini makin popular di era pergaulan milenial. Apalagi di Bali, dunia mixologi minuman beralkohol sebenarnya sudah sangat familiar seiring dengan pertumbuhan dunia pariwisata yang sempat pesat sebelum dilanda Pandemi COVID-19.
Banyak hotel, bar dan restoran yang memperkerjakan mixologist professional untuk melayani penikmat minuman beralkohol. Mixologist adalah orang yang ahli dalam mencampur minuman beralkohol dengan ramuan atau unsur lain (ingredient) sehingga memunculkan citarasa baru. Dibutuhkan keterampilan dan seni agar terasa racikan yang nikmat, santai untuk dicicipi oleh penikmatnya.
Pemprov Bali juga punya strategi untuk membumikan produk arak lokal Bali dengan cara legalisasi melalui peraturan gubernur Bali. Seiring dengan hal itu, PDI Perjuangan menggelar lomba Mixologi Arak Bali sebagai rangkaian HUT ke-48 PDI Perjuangan. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Buleleng, mengikutsertakan dua puluh orang yang ahli dalam meracik minuman dengan bahan dasar arak Bali, dalam lomba mixologi arak Bali, Sabtu 3 April 2021 di Rumah makan Ranggon Sunset, Pantai Penimbangan, Singaraja.
Dari sisi garis budaya, Arak merupakan minuman tradisional yang khas di Bali. Sudah dibuat lama dan turun-temurun oleh masyarakat Bali. Namun, ada kelemahan dalam prosesnya yakni standarisasi yang belum sempurna dan tingkat produktivitas ditingkat produsen.
PDI Perjuangan ingin menjaga warisan itu dan membuat arak Bali mendunia di tengah kehidupan pariwisata Bali. Selama ini, pariwisata Bali juga identik dengan peredaran minuman beralkohol di bar, restoran dan hotel. Namun masih sangat tergantung terhadap minuman dari luar negeri. Untuk itulah, lomba ini ditujukan sebagai upaya untuk mendongkrak minuman lokal Bali, dalam hal ini Arak yang harus digalakkan. PDI Perjuangan melihat peluang itu juga sebagai sikap politik untuk mendekatkan partainya terhadap wong cilik. Seperti diketahui, produsen arak di Bali lebih banyak masyarakat pedesaan dengan kondisi modal yang sangat terbatas. Dilakukan secara tradisional dan sangat sederhana.
Hal lainnya, lomba ini juga diharapkan menjadi pintu baru bagi anak muda di bali menjalani profesi sebagai bartender dan mixologist.
Salah satu peserta, Kadek Sudarmayasa menunjukkan lihai diri meracik minuman dengan bahan arak GGH (Gwan-Gwan Hoo). Arak GGH ini bermuasal dari fermentasi beras. Dihadapan tiga dewan juri, Sudarmayasa mempresentasikan cocktail buatannya dengan nama “Rwa Bhineda”.
Di Bali “Rwa Bhineda” ini merupakan sebuah filosopi dualisme yakni spirit keseimbangan yang lahir dari dua unsur yang berlawanan. Seperti baik dan buruk, atau siang dan malam, bahkan hitam dan putih.
Minuman “Rwa Bhineda” yang diracik oleh Sudarmayasa ini memadukan unsur ekstrak buah nanas murni, madu dan telur yang dipadukan dengan Arak Bali. Nanas, madu dan telur adalah sumber vitamin yang sangat baik bagi tubuh, sementara arak dengan karakter yang keras mengandung alkohol yang sangat tinggi mencerminkan unsur yang buruk. Namun, ketika unsur unsur tersebut dipadukan maka menemukan kondisi yang seimbang.
Begitulah, seorang Mixologist memang harus memahami sekian unsur atau ramuan yang dibuatnya. Bahkan lebih jauh, sejarah sebuah minuman pun harus diketahui serta khasiat dan manfaatnya.
Peserta lain, Gede Suyadnya. Dia telah malang melintang selama 13 tahun dalam dunia mixologi minuman beralkohol. Dia mengaku pernah menjadi bartender di sebuah kapal pesiar, juga hotel dan kini menjadi instruktur Bar di sebuah sekolah pariwisata di SIngaraja.
Suyadnya menjelaskan di Buleleng banyak bartender dan mixologist yang kompeten, namun banyak yang berkarya di luar Buleleng.
Bagi Suyadnya meracik sebuah minuman dengan memadukan aroma lain dibutuhkan “sense” atau perasaan yang baik. Untuk menumbuhkan itu butuh kebiasaan dan jam terbang tinggi dalam meracik minuman beraroma.
“Hal lain yang sangat penting adalah mengukur takaran dari bahan sehingga minuman ini punya rasa yang nikmat bagi yang meminum atau yang menikmatinya,” ujar Suyadnya.
Dia mengaku sudah terbiasa meracik classic cocktail, namun untuk meracik minuman dengan bahan-bahan lokal baru dilakukan saat ini.
“Tapi yang saya buat sekarang lebih kearah kearifan lokal. Memadukan arak dengan air kelapa muda atau kuud. Bahan lain yakni cabe dan asam. Kita selama ini punya kuliner khas namanya rujak kopyor itu, dari situlah inspirasinya,” terang Suyadnya, pria asal Desa Kayu Putih Melaka.
Gede Sudiawan, juga peserta dalam lomba Mixologi Arak Bali ini. Menurutnya, yang terpenting dalam mixologi ini adalah tehnik penyajian dan metode dalam meracik. Semua punya keahlian yang berbeda.
“Cocktail yang saya buat sekarang rujak Buleleng, inspirasi dari dagang rujak di Badung. Ada dua jenis rujak, yakni rujak Buleleng dnegan kuah pindang atau rujak badung dengan bahan lain. Dari situ inspirasinya,” ujarnya.
Sudiawan mengaku tantangan terbesar dalam lomba mixologi arak Bali ini adalah soal memunculkan rasa yang nikmat ketika diminum. Apalagi, rasa arak Bali memang berubah-ubah, terkhusus yang masih tradisional. Rasa Arak Bali yang sering berbeda karena dalam proses destilasi yang juga masih belum konsisten, terutama soal penggunaan alat destilasi.
“Kalau proses tradisional masih dengan api atau arang dan sangat sulit mengatur teperatrnya, tetapi berbeda dengan produsen yang melakukan proses destilasi dengan sistem perapian yang lebih canggih dengan mesin. Jadi kelemahannya memang dalam proses destilasinya,” ujarnya.
Lomba Mixologi Arak Bali yang digelar DPC PDI Perjuangan Buleleng ini menjadi salah satu progam untuk memunculkan kearifan lokal di Bali. Arak Bali menjadi salah satu warisan turun temurun di Bali yang wajib dilestarikan.
“Politik PDI Perjuangan itu tidak hanya orientasi kekuasaan semata tapi juga membangun peradaban, melestarikan kearfian lokal,” ujar Sekretaris DPC PDI Perjuangan, Gede Supriatna yang juga Ketua DPRD Buleleng.
PDI Perjuangan, kata Supriatna akan terus mendorong Pemerintah Provinsi Bali untuk menjaga dan mendorong produk Arak Bali menjadi mendunia. Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali harus dijalankan dengan baik dan berimbas positif bagi produsen arak di Bali, dan Buleleng secara khusus.
“Sekarang kan sudah ada Pergub, kalau itu berjalan dengan baik, maka produktivitas dari produsen arak Bali skala kecil di Buleleng juga bisa berkembang. Mereka harus diajak bekerja sama untuk memajukan industri minuman arak ini,’’ ujarnya.
Supriatna menegaskan lomba mixologi arak Bali yang digelar serentak di Bali oleh PDI Perjuangan merupakan daya upaya partainya untuk mendongkrak kearifan loka dan mempromosikan potensi daerah. Selain itu, untuk memunculkan bartender, mixologist professional yang siap bersaing dalam dunia mixologi.
“Ini akan menjadi tren atau profesi yang akan banyak dicari di Bali, apalagi seiring perkembangan pariwisata Bali kedepan,’ terang Supriatna.
Disisi lain, Ketua DPC PDI Perjuangan, Putu Agus Suradnyana menyatakan lomba mixologi arak Bali ini digelar sejalan dengan upaya Pemerintah Provinsi Bali dalam melakukan legalisasi arak Bali untuk meningkatkan nilai jual sehingga nantinya arak Bali bisa menjadi tuan di rumahnya sendiri.
“Ketika Arak ini sudah menjadi tuan di rumah sendiri, Arak Bali bisa menjadi media untuk menjamu wisatawan asing. Tapi bukan untuk mabuk-mabukan ya,” tegas Agus Suradnyana.
Agus menyatakan Bali menjadi tujuan wisata yang tidak bisa dilepaskan dari peredaran minuman beralkohol secara resmi. Namun selama ini masih tergantung dengan minuman beralkohol dari luar negeri dan minuman lokal tidak bisa bersaing secara bisnis. Dengan lomba ini, seiring dengan peraturan yang sudah ada, maka minuman lokal bisa bersaing secara bisnis karena mempunyai nilai jual yang tinggi. “Kalau masih tergantung dengan minuman dari luar,import ya boros devisa. Kedua tidak memberikan nilai terhadap produk kita,” ujar Agus Suradnyana.
Kedepan, kata Agus, pemerintah tidak akan membuat pembatasan dalam persaingan bisnis, namun justru akan meningkatkan nilai dan kualitas produknya sehingga bisa bekerja sama dengan pihak hotel dan restoran. Akan ada standarisasi dalam produksi minuman beralkohol sehingga minuman lokal lebih mempunyai nilai dari sisi bisnisnya.
“Nanti mungkin kita standarkan soal bahan baku. Arak Karangasem dengan Buleleng mungkin berbeda, ini kita standar dulu agar rasa dan kualitasnya bagus,” ujarnya.
Lomba mixologi arak Bali ini juga diramaikan dengan traksi flair bartending dari seorang bartender professional, Rudi. Flair bartending ini merupakan prakter bartender untuk menjamu tamu dengan menunjukkan atraksi yang menggunakan alat-alat bartender seperti botol bartender dan shaker ataupun melakukan tehnik juggling.
Lomba ini menampilkan tiga orang juri, yakni I Putu Supariana (Head Judge), Putu Sudarsana (sensory Judge) dan I Ketut Mokshartana Adnyana (Tehnikal Judge). Ketiga juri tersebut juga sudah malang melintang dalam dunia mixologi. |NP|