I Made Bagus Andi Purnomo |FOTO : arsip pribadi|
Singaraja, koranbuleleng.com | Akademisi muda ini sedang mengambil desertasi tentang Widya Pasraman di Pascasarjana UNHI, Denpasar. Pria yang asli dari Desa Umejero, kecamatan Busungbiu ini merupakan dosen muda di STAH Negeri Mpu Kuturan.
Dia, I Made Bagus Andi Purnomo, mantan wartawan yang kini getol dalam garis perjuangan untuk membumikan Widya Pasraman.
Belum banyak kalangan masyarakat Hindu memahami apa itu Widya Pasraman. Masyarakat lebih banyak mengetahui pasraman kilat yang sering dilaksanakan oleh desa adat di Bali.
Widya Pasraman adalah pasraman formal. Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 56 Tahun 2014, Pasraman Formal adalah jalur pendidikan pasraman yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Adapun jenjang widya pasraman yakni 1) Pratama Widya Pasraman; 2) Adi Widya Pasraman; ) Madyama Widya Pasraman; 4) Utama Widya Pasraman; dan 5) Maha Widya Pasraman.
Bagus, panggilan akrabnya, menyatakan Widya pasraman diwujudkan dengan tujuan mulia yakni menanamkan kepada Brahmacari/siswa untuk memiliki Sradha dan Bhakti kepada Brahman (Tuhan YangMaha Esa) dan mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan Brahmacari/siswa untuk menjadi ahli ilmu agama Hindu dan memiliki ilmu pengetahuan, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab terhadap pemahaman weda.
Perkembangan pendirian pasraman di Pulau Dewata saat ini tergolong tertinggal dari wilayah lainnya di nusantara. Meskipun di Bali mayoritas beragama Hindu tetapi trend pendirian pasraman formal masih tergolong lambat.
Berbeda dibandingkan beberapa wilayah basis Hindu di wilayah lain di Indonesia yang sudah memulai sejak awal lahirnya PMA pada 2016 lalu.
“Widya pasraman adalah jawaban masa depan atas harapan banyak pihak terhadap pola pendidikan berbasis ajaran agama Hindu di Pulau Dewata.” Bagus, yang juga suami dari Devia Paramitha ini.
Saat ini, Bagus juga menginisiasi lahirnya sebuah website berita www.infopasraman.com. Pria yang punya angka lahir 20 April 1992 ini menyatakan jumlah widya pasraman yang tersebar di Bali saat ini masih di bawah 30 pasraman formal.
‘Tetapi pada 2019 lalu ada sekitar 23 widya pasraman yang tercatat. Setelahnya saya amati beberapa wilayah sudah mendirikan lagi. Salah satu yang baru yakni Utama Widya Pasraman Astika Dharma di Karangasem yang dipelopori oleh tokoh Gede Pasek Suardika,” tutur dia.
Sejumlah tokoh Bali juga saat ini sudah mendirikan widya pasraman itu. Diantaranya dua tokoh yang saat ini katif dalamkancah politik nasional.
“Saya sebut dua nama selama ini yang saya amati cukup konsen yakni Gede Pasek Suardika (GPS) yang menginisiasi lahirnya Utama Widya Pasraman Astika Dharma (setingkat SMA) di Rendang Karangasem dan IGN Kesuma Kelakan yang memelopori lahirnya pendirian Utama Widya Pasraman (setingkat SMA) di Desa Manistutu, Melaya, Kabupaten Jembrana,” paparnya.
Baginya apa yang dilakukan dua toko Bali tersebut sebagai dukungan dan perhatian.
Widya Pasraman bukan hanya diharapkan mampu melahirkan siswa yang cerdas secara intelektualitas, tetapi juga mumpuni dalam sikap dan karakter.
“Mengapa widya pasraman harus digemakan gaungnya dan disupport berbagai kalangan. Tidak lain dan tidak bukan karena pola pendidikan keagamaan itu mengandung pendidikan karakter. Pendidikan karakter itu tidak hanya berkaitan antara benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan sehingga anak didik memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi serta komitmen dalam menjalankan hal baik setiap harinya,” papar Bagus.
Ia juga meyakinkan pola pendidikan karakter pada widya pasraman akan mampu melahirkan anak didik yang memiliki nilai-nilai luhur serta mampu menjaga agama, budaya, tradisi Bali yang adiluhung.
“Jadi, jika masyarakat paham bagaimana keadaan generasi muda saat ini. Paham bagaimana pengaruh budaya barat terhadap mental dan psikis anak-anak muda Bali. Rasanya tidak ada alasan untuk tidak mendukung perkembangan widya pasraman,” kata Bagus Purnomo. (*)
Pewarta : Rika Mahardika
Editor : I Putu Nova A.Putra