Singaraja, koranbuleleng.com | Stunting menjadi permasalahan kesehatan yang amat serius dialami anak-anak Indonesia. Ini butuh segera penanganan. Stunting muncul karena terjadinya kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan akibat faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Padahal, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
Pemerintah melakukan langkah-langkah preventif dalam mencegah stunting. Melalui Southeast Asian Ministers Of Education Organization Regional Centre For Food And Nutrition (SEAMEO RECFON) Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia, pemerintah menyebarkan informasi dengan tujuan untuk mendiseminasikan informasi dari berbagai sudut pandang terkait peran dan komitmen kepemimpinan institusi terkait di pusat dan daerah dalam upaya penanganan stunting dan pengendalian tembakau. Juga melakukan berbagai diskusi lintas institusi berkaitan dengan kebijakan dan intervensi yang telah dilakukan dalam penanganan stunting dan pengendalian tembakau, serta mengeksplorasi bentuk advokasi yang dapat diusulkan untuk penanganan stunting dan pengendalian tembakau.
Direktur Pusat Penelitian Makanan dan Nutrisi SEAMEO RECFON, Prof. Dr. dr. Muchtaruddin Mansyur,Phd. mengungkapkan bahwa Keluarga yang ada anggota keluarganya yang merokok sebenarnya menyumbangkan peran dalam menimbulkan anggota keluarga lainnya mengalami stunting.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan adanya dukungan responsive terhadap perubahan yang terjadi. “Dampak dari stunting sebenarnya lebih berbahaya dari virus corona, dan salah satu penyebab dari stunting adalah rokok. Maka dari perlu adanya penanganan stunting serta pengendalian tembakau.” Ungkap Muchtarudin Mansyur saat Webinar Pengembangan Pemikiran Kepemimpinan Sebagai Bagian Advokasi Pencegahan Stunting Dan Pengendalian Konsumsi Tembakau, Kamis 29 Juli 2021.
Pemerintah perlu memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam penanganan stunting hingga ke tingkat terkecil seperti keluarga. Seperti yang dilakukan Bupati Lombok Timur, H.M Sukiman Azmi, terlihat begitu serius dalam menangani masalah stunting di Lombok Timur.
Pemerintah Lombok Timur menciptakan pola dan konsep yang jelas untuk penanggulangan stunting, dengan latar belakang prevelensi stunting di Lomtim masuk ke dalam kategori sangat tinggi dan trendnya mengalami penurunan yang sangat lambat.
Langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah Lomtim dalam upaya mengintervensi stunting adalah menciptakan beberapa inovasi. “Ada beberapa inovasi yang kami lakukan yakni pemberian hadiah umroh kepada kepala desa yang berhasil menurunkan angka stunting di desanya, program Canting Mas atau Cegah Stunting Bersama Masyarakat, posyandu keluarga, membuat regulasi usia perkawinan, dua puluh persen dana desa dipakai untuk penanganan stunting, menjalin kerjasama, dan juga digitalisasi.” ungkap Sukiman.
Selain itu, untuk menekan pemakaian tembakau, pemerintah Lomtim menciptakan Regulasi tentang Kawasan Tanpa Rokok di tempat-tempat tertentu seperti di fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, tempat bermain anak, tempat ibadah, tempat kerja, dan transportasi umum.
Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Berencana Nasional (BKKBN) Dr.dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K)-TBC menerangkan bahwa generasi muda adalah generasi yang menentukan bonus demografi. Namun, salah satu penyebab Indonesia tidak bisa menikmati bonus tersebut adalah pernikahan usia dini, yang menjadi salah satu faktor terjadinya stunting selain dari polusi udara rokok.
Keluarga muda berkualitas kunci Indonesia Emas yang merupakan amanan dari presiden menjadi tantangan yang cukup besar dalam mencapainya. Rokok juga memberikan pengaruh terhadap generasi muda dan keluarga. Apalagi dengan adanya pandemi, angka kemiskinan semakin tinggi ditambah dengan pengeluaran-pengeluarn dari rokok. “Banyak masyarakat yang lebih memilih membeli rokok ketimbang membeli makanan bergizi.” Ujar Hasto Wardoyo. |SY|