Singaraja, koranbuleleng.com| Seniman topeng bondres legendaris asal Buleleng, Ida Bagus Indra, 59 tahun, meninggal dunia akibat komplikasi penyakit yang diderita sejak lama. Kabar Seniman yang punya nama panggung Gede Roni telah meninggal dunia tersebar luas di media sosial, Minggu 26 Desember 2021.
Kini jenazahnya sudah disemayamkan dirumah duka di Banjar Dinas Munduk Sari, Desa Pengulon, Kecamatan Gerokgak. Dia meninggalkan seorang istri, Jero Griya dan tiga orang anak, Ida Bagus Cakra Bawa, 30 tahun, Ida Ayu Putri Indrayani, 20 tahun, dan Ida Ayu Bintang Indira Putri , 3 tahun.
Pria yang akrab disapa Ajik Indra ini mempunyai aksi panggung yang khas. Di panggung, dia selalu berperan sebagai seorang yang bersuara sumbing.Karakter itu selalu mampu “mengoyak” perut penontonnya hingga terpingkal-pingkal. Almarhum selama hidupnya tergabung dalam grup seni bondres dari padepokan Dwi Mekar, Banyuning. Dia selalu sepanggung dengan seniman legendaris lainnya seperti almarhum Nyoman Durpa dan almarhum Made Ngurah Sadika alias Susik.
Seniman bondres yang memiliki nama panggung Gede Rony ini sebelumnya telah lama sakit, ia mengalami komplikasi. ia pun sempat dirawat di rumah sakit dan menjalani operasi karena terdapat cairan pada paru-parunya.
“Komplikasi setelah operasi paru ketahuan gagal ginjal juga. Operasi enam bulan lalu, gagal ginjal tiga bulan lalu. Cek darah juga sempat empat tahun lalu,”ujar Sang istri, Jero Griya.
Empat tahun lalu, tutur Jro Griya, suaminya sempat alami kelumpuhan namun dia berhasil berjuang untuk sembuh. Sembuh dari kelumpuhan itu, almarhum sempat manggung. Namun, karena Covid-19 job manggungnya pun sepi.
“Aktivitas di rumah. Kontrol kesehatan baru keluar. Off manggung sejak covid. Karena diam, ketahuan semua penyakitnya. Sebelum covid sudah ada gejala batuk-batuk. Dibawa ke dokter paru katanya ada cairan,” tuturnya.
Dari tutur Jero Griya, Ajik Indra sudah menggeluti kesenian bondres sejak masih belia, saat sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK). Di Desa kelahirannya, Dia juga sempat mengabdi sebagai aparatur desa menjadi Kaur Pembangunan di desanya. Namun karena jadwal manggung begitu padat,diapun mengundurkan diri dari hiruk-pikuk birokrasi desa dan secara total menggeluti profesi sebagai seniman bondres.
Bersama Dwi Mekar, sebelum pandemi COVID19 jadwal manggungnya sangat padat, sampai tidak sempat pulang ke rumah. Dalam satu pekan, selalau saja ada panggilan manggung.Bahkan sampai ke luar Pulau Bali.
“Dulu pernah saja manggung ke Jakarta, Surabaya, Denpasa. Kalau manggung jauh jarang bisa pulang, kalau di areal Singaraja disempatkan untuk pulang dini hari,” tutur Jro Griya.
Namun, selama dua tahun terakhir suaminya itu selalu menangis karena kangen manggung. Karakter khas Sumbing atau Cungik itu yang membuat penontonnya kangen lawakan almarhum. Padahal, aslinya dia tidaklah sumbing.
“Karakter cungik, dari awal ikut bondres. Selama di rumah dua tahun terakhir kangen menangis kangen pentas. Sempat manggung tapi mc tidak pakai topeng tidak memunculkan karakter,” ucapnya. |YS|