Singaraja, koranbuleleng.com | Krisis air bersih, warga Dusun Kaje Kauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan akhirnya teratasi. Kini warga dapat menikmati air bersih yang dikelola oleh Bumdes Muncul Sari Aji, Desa Sudaji yang berdiri sejak tahun 2014 lalu.
Seperti diketahui, krisis air bersih itu terjadi di Desa Sudaji setelah banjir bandang menerjang Desa Sudaji di tahun 2012 silam. Dampak terparah akibat musibah itu berada di lingkungan Celuk dan Sanda, serta Dusun Kaje Kauh. Akses penghubung utama, yakni jembatan yang menghubungkan dua dusun terpencil Dusun Singkung dan dan Dusun Kaje Kauh terputus, instalasi air bersih pun hanyut tersapu banjir bandang. Terputusnya aliran listrik dari PLN turut menambah kepanikan warga yang bermukim di dua dusun tersebut, kala itu.
Secara perlahan, pembenahan pasca musibah banjir bandang dilakukan pemerintah dan masyarakat, bergotong-royong saling bahu membahu melakukan pembenahan infrastuktur. Dulunya, Instalasi air bersih yang tidak tertangani dengan sempurna berdampak buruk bagi warga dusun Kaje Kauh hingga mengalami kekurangan pasokan air bersih selama bertahun-tahun.
Sejumlah warga di lingkungan Celuk Dusun Kaje Kauh, Desa Sudaji selama beberapa tahun terpaksa harus rela mengonsumsi air dari aliran sungai sudaji yang tidak sehat. Pasalnya, air minum tersebut sudah tercampur kotoran hewan ternak seperti sapi dan juga kotoran manusia .
“Pasca banjir bandang, beberapa warga terpaksa mengonsumsi air tidak layak konsumsi, itu dikarenakan kekurangan pasokan air bersih. Hal itu sudah berlangsung lama, semenjak banjir bandang yang terjadi di tahun 2012 silam,” kata salah seorang warga,Ketut Sadiada.
Kepada Koranbuleleng.com, Ketut Sadiada menjelaskan, warga yang memiliki kemampuan ekonomi yang mencukupi, mereka membeli air bersih untuk dikonsumsi. Keadaan itu berbanding terbalik dengan kondisi ekonominya. Ia pun nekad menulis keadaan tersebut di media sosial facebook dan tulisan itu ditujukan kepada para pejabat di Buleleng. Jumat, 23 September 2016.
“Keadaan tersebut sungguh bukan harapan kami, hampir setiap hari membawa jerigen, pakaian kotor dan perkakas dapur ke sungai atau kali, sebagian warga mencuci pakaian dan perkakas dapur bahkan mengisi air ke dalam jeriken untuk dibawa pulang untuk air minum. Kami sudah terbiasa dengan air kali meski air kali sangat kotor dan bau. Teman-teman saya kadang mengeluh sakit perut dan gatal-gatal, kemudian di tahun 2015 saya nekad menulis di facebook perihal krisis air bersih warga Dusun Kaje Kauh dan mendapat tanggapan dari Putu Mangku Budiasa Ketua Komisi II DPRD Buleleng, semua itu saya lakukan agar Bapak Bupati menolong keadaan kami, apalagi orangtua saya mengalami cacat fisik, tidak ada maksud menjelek-jelekkankan pemimpin, itu murni karena keadaan yang mendesak,” ujarnya.
Kepala Dusun Kaje Kauh, Mangku Merta mengungkapkan sebelumnya warga mengupayakan berbagai cara untuk menampung air. Terkadang sampai muncul kegaduhan dulu antar tetangga untuk mendapatkan air bersih, tak jarang warga harus terpaksa berdesak-desakan ngantri di balai banjar untuk mendapatkan air bersih yang dikelola secara swasta. Situasi itu muncul sejak musibah banjir bandang yang terjadi tahun 2012 silam.
Mangku Merta menambahkan, air telah dialirkan kerumah-rumah warga saat ini, namun memang masih dalam debit terbatas. Hal ini dikarenakan pihak Bumdes masih melakukan perbaikan instalasi dan juga pemasangan meteran air di masing-masing rumah penduduk.
“Walaupun belum maksimal, tapi yang pasti kondisi sudah jauh berbeda dibandingkan yang kemarin. Kami sudah tidak kesusahan air lagi, karena kalau pun tidak 24 jam airnya ada, pendistribusiannya bisa pagi, siang atau malam pasti dapat air, sekarang di lingkungan sanda dan selanjutnya di lingkungan celuk, dari jumlah keseluruhan 491 KK yang ada di dusun kaje kauh, di lingkungan sanda sudah semua terlayani, sedangkan di lingkungan celuk baru 13 KK, semua ini terlaksana sesuai harapan tak terlepas dari peran para tokoh masyarakat Desa Sudaji,” ungkap Mangku Merta.
Gede Rahayudi, salah seorang tokoh masyarakat Desa Sudaji menjelaskan keterbatasan air itu, disebabkan karena pasokan air yang masuk ke Sudaji berasal dari instalasi yang memang cukup jauh. Yakni, dari Instalasi yang bersumber dari mata air yang berada di Desa Lemukih.
“Namun, Quick respon sebenarnya berkat kecanggihan teknologi, kami merasa sangat terbantu dengan adanya media sosial facebook. Di group akun facebook Desa Sudaji Menyapa masyarakat bisa menyampaikan segala unek-unek, tak ada batasan apapun. Krisis air di dusun kaje kauh juga dirembugkan di media sosial tersebut, hasilnya, terlaksana sesuai harapan dan warga dusun kaje kauh saat ini sudah bisa menikmati air bersih yang dikelola Bumdes Muncul Sari Aji, Desa Sudaji yang berdiri sejak tahun 2013. Bahkan, penggalian dana untuk perbaikan salah satu Pura juga dilakukan lewat media tersebut,” terang Rahayudi.
Sementara itu, Ketua Bumdes Muncul Sari Aji, Hartawan ketika ditemui di ruang kerjanya menjelaskan, selama ini kemacetan air benar-benar menyebabkan warga resah, khususnya kalangan ibu rumah tangga.
Sebelum ada rehab instalasi pipa itu, air macet. Sekarang masyarakat sudah tidak lagi mengeluh soal air. Kebutuhan warga sehari-hari mulai bisa terpenuhi, mandi, masak, nyuci dan lain-lain, usaha warung-warung ya pasti butuh juga.
Lanjut Hartawan, Dia pun membenarkan rembug yang disampaikan dalam akun facebook group Desa Sudaji Menyapa. Sesuai tahapan, sebelum air benar-benar hadir langsung dirumah warga, pihak Bumdes melakukan survey terlebih dahulu agar data yang didapat lebih akurat. Itu dilakukan untuk memastikan besaran biaya yang akan dikenakan nantinya.
“Di grup media sosial Desa Sudaji Menyapa, bahwa debit air kita segitu saja sementara populasi penduduk kan bertambah. Selain faktor krisis air akibat kerusakan jaringan intalasi air yang disebabkan banjir bandang, keterbatasan air juga dikarenakan jumlah konsumen yang tidak seimbang. Pertumbuhan ekonomi masyarakat sangat cepat, apalagi disini kan merupakan sentra daerah pertanian dan perkebunan, namun dengan segala upaya kita lakukan untuk membagi pendistribusian air agar sampai ke pelanggan.”terang Hartawan.
Sementara itu soal survey yang dimaksudkan sebagai penentu besaran biaya yang nanti dibayarkan warga ke pihak Bumdes, harga pengamprahan air tidaklah sama, tergantung jarak pemasangan pipa instalasi. Biaya pemasangan instalasi baru dikenakan biaya sebesar Rp 750 ribu.
keterbatasan air dikarenakan adanya kerusakan pipa distribusi yang berada di induk dan beberapa di rumah pelanggan, namun kerusakan itu sudah dapat diatasi, dimana pipa distribusi itu telah diperbaiki. Dan saat ini, air sudah benar-benar mengalir ke rumah warga.” terang Hartawan.
Pihak Bumdes berupaya akan terus berusaha meningkatkan pelayanan air kepada warga. Misalnya soal penambahan debit air.|NH|