SINGARAJA | Pemindahan lokasi pembangunan penangkap air baku (bronkaptering, Red) untuk fasilitas air minum di Banjar Dinas Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan,berpotensi memunculkan permasalahan hukum. Pemicunya, lokasi bronkaptering yang semula dirancang di sisi selatan justru kini dipindahkan ke arah utara, dekat dengan beton penahan gelombang. Hal ini dinilai melanggar perjanjian atau wanprestasi.
Hal ini kini menjadi polemic di masyarakat dan Pihak desa pakraman berharap Pemerintah Kabupaten Buleleng turun tangan untuk menyelesaikan masalah itu.
Pembangunan bronkaptering di Kolam wisata Yeh Sanih selama I ni dilakukan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida dengan nilai anggaran Rp 45 miliar. Pada dasarnya, proyek ini juga idnantikan oleh warga untuk pemenuhan kebutahan air bersih diwilayah Buleleng timur.
Diperkirakan, jika proyek ini sudah selesai akan mampu menangkap air bersih hingga 125 liter per detik dan disalurkan ke tujuh desa di Kecamatan Sawan, Kubutambahan, serta Tejakula. Sementara debit air dari sumbernya di kolam wisata Yeh Sanih mencapai 800 liter per detik.
Namun pembangunan bronkaptering itu menuai pro kontra di masyarakat. Sejumlah masyarakat menolak pembangunan bronkaptering di arah hulu, tepatnya di sisi selatan Pura Petirtan di kolam pemandian. Padahal pembangunan bronkaptering telah direkomendasikan oleh Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng, I Ketut Asta Semadi, pada 13 September lalu.
Belakangan sejumlah masyarakat melakukan penghadangan dan menolak pembangunan bronkaptering disana dan mereka meminta pelaksana proyek memindahkan bronkaptering di sisi utara kolam. Pelaksana proyek pun akhirnya memindahkan pembangunan di sisi selatan kolam. Namun hal itu terancam menuai reaksi keras dari desa yang memanfaatkan air bersih, karena dianggap sebagai air kotor dan sisa air pemandian.
Kelian Desa Pakraman Sanih, Jro Putu Jeneng Kawi, mengakui ada masalah dan polemik tersebut di masyarakat. Menurutnya permasalahan itu cukup pelik, karena kini kontraktor bingung harus membangun bronkaptering di sisi selatan kolam atau di sisi utara kolam.
Menurut Jeneng Kawi sesuai dengan hasil paruman dan perjanjian, pembangunan bronkaptering dilakukan di sisi selatan kolam. “Pertimbangannya itu untuk air konsumsi dan digunakan di pura, dan itu diminta krama kami. Bayangkan kalau dibangun di utara kolam, secara psikis, tidak ada yang mau pakai. Karena dianggap air sisa pemandian. Kami juga tidak mungkin menggunakan untuk upacara adat dan keagamaan,” katanya.
Dikhawatirkan, permaslahan ini justru bisa memicu kemarahan warga lainnya dari desa lain, karena pembangunan bronkaptering ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dari beberapa desa di Buleleng timur. | NP|