Singaraja, koranbuleleng.com|Rumah milik Kelian Desa Pekraman Buleleng yang juga Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng, Nyoman Sutrisna ditengarai menyimpan sejarah besar terkait dengan penyusunan atau pembuatan lontar-lontar di Bali utara.
Ini dibuktikan dengan keberadaan sebanyak 14 cakep lontar yang ada di rumah Sutrisna. Lontar-lontar yang ada di rumah Sutrisna disebut sebagai Kakawin Arjuna Wiwaha Maarti dan Kakawin Sutasoma Maarti. Lontar yang tersimpan di rumah Sutrisna berisi arti dan interpretasi.
Beberapa tim dari Penyuluh Bahasa Bali melakukan upaya konservasi terhadap keberadaan 14 cakep lontar di rumah Sutrisna. Salah satu yang terjun langsung dalam upaya konservasi ini yakni Budayawan yang juga pemerhati Lontar, Sugi Lanus.
Lontar-lontar yang ditemukan di lokasi tersebut, menggunakan bahasa Jawa Kuna dan bahasa Sansekerta. Isi Dalam lontar itu lebih banyak membahas tentang kawisesan, wariga, usadha rare, serta ada pula ilmu kanuragan. Diperkirakan lontar-lontar itu ditulis pada tahun 1930-an.
Menurut Sugi Lanus, jika melihat isi dari lontar-lontar itu yang lengkap dengan arti dan interpretasi itu menjadi landasan pembuktian bahwa dulunya rumah ini merupakan lokasi tempat berkumpulnya para cendekiawan Bali di awal abad 20 dalam upaya untuk menyalin dan menerjemahkan lontar sebelum diserahkan ke Museum Lontar Gedong Kirtya.
“Lontar-lontar ini dibuat oleh cendekiawan di awal abad ke-20. Sekitar tahun 1930-an. Jika dilihat dari lontar, pada masa itu,para cendekiawan sudah punya tata bahasa dan belajar sastra Jawa Kuno dengan sangat tertata,” kata Sugi Lanus, saat melakukan konservasi di rumah Nyoman Sutrisna, Kamis 16 Maret 2017.
Sementara menurut Kelian Desa Pekraman Buleleng, Nyoman Sutrisna mengungkapkan bahwa dimasa lalu rumahnya memang kerap digunakan sebagai tempat berkumpul keluarga besar Alang Kajeng. Sejumlah cendekiawan dari Belanda diperkirakan sering ikut berkumpul untuk kepentingan penelitian ilmiah. Namun atas keberadaan lontar di rumahnya, Sutrisna mengaku tidak secara persis mengetahui isi dari lontar tersebut.
“Kalau ada piodalan, terutama saat Saraswati, pasti ada pemujaan. Namun isi lontar itu kami tidak mengerti. Saudara saya dalam satu keluarga ini juga tidak tahu. Akhirnya hari ini saya beranikan buka, mempelajari apa isinya,” kata Sutrisna.
Nyoman Sutrisna meyakini bahwa lontar lontar milik keluarganya tersebut merupakan lontar hasil tulisan kakeknya Nyoman Kajeng. Nyoman Kajeng dulunya penulis yang sudah dikenal hingga di Negara Belanda yang menghasilkan sejumlah majalah sastra termasuk penerjemah kitab Sarasamuscaya.
“Kakek saya Nyoman Kajeng bersama Ketut Badra yang keduanya ini merupakan penulis terkenal dari delod Peken, memang dikenal hingga ke Belanda. Keduanya memang terkenal sebagai penulis majalah tentang satra sastra. Kalau Nyoman Kajeng juga dikenal sebagai penerjemah kitab Sarasamuscaya,” ujar Sutrisna. |RM|