Singaraja | HUT Kota Singaraja ke-412 yang jatuh hari ini, 30 Maret 2016 adalah hari bersejarah bagi masyarakat Kabupaten Buleleng. Sejumlah persoalan seebnarnya masih mengganjal dalam tata kelola pemerintahan kabupaten Buleleng dan harus bisa diselesaikan yakni tentang permasalahan kemiskinan.
Saat ini sebagai daerah terluas di Bali, Kabupaten Buleleng masih menyisakan jumlah keluarga miskin tertinggi di Bali. Dari hasil verifikasi dan validasi jumlah rumah tangga miskin (RTM) pada tahun 2015 sebanyak 49.231 keluarga miskin. Jika dibandingkan dengan jumlah RTM dari tahun 2011 sebenarnya terjadi penuurnan jumlah warga miskin. Di tahun itu jumlah kemiskinan di Buleleng mencapai angka 51.384.
Kantong-kantong kemiskinan ini tersebar di seluruh kecamatan. Kemiskinan di Buleleng lebih banyak dipicu oleh faktor alamiah atau geograpis. Sebagian warga miskin berada di daerah-daerah tandus, seperti Buleleng timur maupun Buleleng barat.
Sejumlah program bantuan sosial digelontorkan oleh Pemkab Buleleng sebagai upaya untuk pengentasan kemiskinan di Buleleng. Kepala Dinas Sosial, Gde Komang mengaku program bantuan sosial yang terintegrasi dengan pemberdayaan masyarakat cukup signifikan menurunkan jumlah kemiskinan.
Beberapa program banuan sosial itu seperti bedah rumah dan renovasi rumah. Dari RPJMD Kabupaten Buleleng tahun 2012 – 2017, Pemkab Buleleng menargetkan setiap tahunnya memberikan 1500 program bedah rumah dan renovasi rumah bagi warga miskin. Dari tahun 2013 sampai tahun 2015, sudah ada sebanyak 5.899 program bantuan rumah yang telah direalisasikan.
“Sampai dua tahun mendatang, kita masih punya target sebanyak 3.232 program bantuan bedah rumah dan renovasi rumah.” ujar Gde Komang saat ditemui di kantornya, Selasa (29/3).
Program lain yang juga mendukung pengurangan jumlah angka kemiskinan yakni pemberdayaan keluarga melalui program KUBe (Keluarga Usaha Bersama). Di Buleleng sudah ada sekitar 500 lebih KUBe yang sudah berjalan. Bantuan KUBe ini diberikan kepada kelompok-kelompok warga untuk membuat usaha supaya mereka bisa mandiri.
“Sebenarnya, banyak sekali program bantuan sosial yang kita proramkan. Sumber pendanaannya dari berbagai lini, bisa dari APBD propinsi Bali dan Kabupaten Buleleng, APBN bahkan sampai CSR dari sejumlah perusahaan dan BUMN. Kami upayakan itu supaya semua program pengentasan kemiskinan ini bisa berjalan,” ujarnya.
Sementara Akademisi dari Universitas Panji Sakti, Made Metera mengutarakan secara substansi yang yang menyebabkan kemiskinan adalah karena warga tidak mempunyai faktor-faktor produksi sebagai sumber pendapatan. Mengatasi kemiskinan tidak hanya harus mengatasi gejalanya.
“Misalnya orang miskin yang tidak punya rumah dibuatkan rumah , itu tidak akan selesai karena ada persoalan dengan faktor produksi mereka. Semasih mereka tidak mempunyai faktor produksi maka kemiskinan tetap ada. Jika profesinya nelayan maka harus ada faktor produksi sebagai nelayan, kalau petani supaya punya faktor produksi sebagai petani. Itu yang perlu diupayakan, tidak bisa hanya memberikan rehab dan bedah rumah. Kalau mereka tidak punya pendapatan ya tidak bisa mengentaskan,” ujar Metera.
Metera setuju, salah satu upaya Pemkab Buleleng yang dilakukan yakni pengembangan desa wisata. Pengembangan desa wisata ini salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan karena program ini bisa merintis faktor produksi di pedesaan. Tetapi itu harus berjalan dengan baik.
“Di situ akan berpeluang membuka lapangan pekerjaan jika pengemabangan desa wisata ini dilakukan dengan benar. Misalnya beri warga pelatihan tentang kepariwisataan, bagimana menyapa wisatwan secara sopan dan santu. Pengelolaan usaha dan lainnya. Pengembangan desa wisata ini kan hanya salah satu saja, Pemerintah harus banyak lagi memunculkan faktor produksi jangan hanya mengandalkan satu factor produksi semata,” terang Metera.
Persoalan lain, kata Metera teori dasar penyebab kemiskinan yakni faktor alam dan faktor budaya atau kemiskinan kultural. Nah, kalau kelemahannya di alamiah, pemerintah harus mampu membuat kebijakan yang bisa memperbaiki alam, kalau persoalan kemiskinan karena faktor di kultural maka peemrintaj juga harus membuat kebijakan yang bisa merubah prilaku.
“Misalnya, kemiskinan karena budaya perjudian. Judi ini sudah menjadi budaya bagi sebagain besar warga. Perjudian ini menjadi kajian terbaru yang menjadi pemicu kemiskinan. Harus ada kebijakan yang bisa memberantas perjudian. Perjudian ini ternyata menjadi faktor pemicu yang cukup genting,” kata Metera.
Persoalan kemiskinan alamiah, di Buleleng sudah pernah dijalankan solusi seperti bantuan-bantuan sumur bor di wilayah-wilayah daerah tandus di wilayah Buleleng timur yang diberikan oleh Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Namun belakangan, itu tidak berjalan karena terkendala anggaran operasional yang cukup besar. “Jika programnya tersendat maka pengentasan kemiskinanya juga otomatis macet. Maka harus ada jalan keluar lain,” katnya.
Beberapa waktu lalu PT. Indonesia Power telah memberikan bantuan sollar cell untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Desa Bukti dan sekitarnya. Peresmiannya dilakukan langsung oleh Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana ketika melakukan kunjungan kerja akhir tahun 2015 lalu. Program solar cell ini menjadi alternalif lain untuk mengentaskan kemiskinan di daerah-daerah tandus. |NP|