Sempadan Tradisional dan Sempadan Kolonial Bersanding Sebagai Warisan Sejarah

Singaraja | Singaraja sebagai salah satu kota tua di Bali punya warisan masa lalu yang menakjubkan. Warisan ini merupakan warisan kehidupan tradisi masa kerajaan dan peradaban baru. Warisan dua peradaban berbeda jaman itu masih ada sampai saat ini, yakni Singaraja mempunyai dua sempadan yang berdampingan di dalam kota. Yakni sempadan tradisional dan sempadan kolonial.

Menurut Dosen Sejarah dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Made Pageh Sempadan tradisional yakni jalur dari Catus Pata (Perempatan Besar) sampai menuju utara di jalan Gajah Mada hingga menembus Pelabuhan Buleleng.

Pusat Catus Pata (perempatan besar) Singaraja hingga ke utara disebut sempadan tradisional sebagai jalur pada masa kerajaan Buleleng di masa lalu. |Foto : Nova Putra|
Pusat Catus Pata (perempatan besar) Singaraja hingga ke utara disebut sempadan tradisional sebagai jalur pada masa kerajaan Buleleng di masa lalu. |Foto : Nova Putra|
- Advertisement -

Sempadan tradisional ini dibangun pada masa kerajaan Buleleng. Disini, terdapat pasar tradisional rakyat yang dibangun pada masa kerajaan yang kini disebut Pasar Buleleng, ada Puri sebagai pusat pemerintahan, dan alun-alun serta pemukiman warga sebagai rakyat di masa kerajaan Buleleng. Sampai wilayah paling utara, Pelabuhan Buleleng adalah pusat perniaagan besar di masa lalu.

Lalu ada sempadan Kolonial yang dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda berkuasa di Bali. Sempadan kolonial ini berpusat dari Kantor Bupati Buleleng saat ini dimana dulunya adalah pusat pemerintahan memanjang ke utara hingga Pelabuhan Buleleng.

Dikawasan ini, bangunan-bangunan berarsitektur Belanda masih berdiri megah. Belanda juga membangun sekolah yakni SMAN 1 Singaraja yang sampai kini masih berdiri kokoh. Dari sisi arsitektur, Sekolah ini adalah sekolah gaya kolonial pertama di Bali. “Dulunya, bangunan-bangunan di sepanjang sempadan kolonial ini adalah rumah-rumah pejabat Kolonial Belanda dan SMAN 1 Singaraja juga dibangun pada masa Belanda,” terang Pageh.

SMAN 1 Singaraja adalah sekolah bergaya kolonial Belanda Di jalan Pramuka, Singaraja. Dulu jalur ini merupakan sempadan Kolonial. |Foto : Nova Putra|
SMAN 1 Singaraja adalah sekolah bergaya kolonial Belanda Di jalan Pramuka, Singaraja. Dulu jalur ini merupakan sempadan Kolonial. |Foto : Nova Putra|

Sempadan ini dibangun oleh Belanda karena menganggap jalur sempadan tradisional di sebelah timurnya sangat kecil sehingga dibangunlah di sebelah barat untuk akses transportasi yang lebih memadai.

- Advertisement -

Di kota-kota lain di Bali, kata Pageh tidak ada gaya arsitektur kota seperti Singaraja. Inilah salah satu kekayaan Singaraja yang tetap harus dipertahankan. Sebagai daerah tua, Singaraja adalah kota yang paling pertama menerima peradaban-peradaban baru. Bahkan itu sudah terjadi sejak masa kerajaan Buleleng.

Di masa Kerajaan, Buleleng adalah jalur perdagangan internasional yang banyak dilalui oleh pedagang-pedagang dari Inggris dan diikuti oleh pedagang dari Negara lain Cina, Arab dan India. Kondisi itu bertahan cukup lama hingga paca pemerintahan Propinsi Sunda Kecil. Setelah itu, Propinsi Sunda Kecil Berubah menjadi Propinsi Bali.

Tetapi ketika pusat pemerintahan dari Singaraja dipindahkan ke Denpasar, Pertumbuhan ekonomi Buleleng terus mengalami kemerosotan karena semua pusat-pusat ekonomi dan pemerintahan berpindah ke ibukota yang baru.

Sejarah Singaraja sebagai ibu kota Bali berakhir sejak dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No Des.52/2/36-136 Tanggal 23 Juni 1960 yang menetapkan Kota Denpasar sebagai ibu kota Provinsi Bali.|NP|

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts