Julah Dengan Sistem Pemerintahan Kuno Yang Lestari di Jaman Modern

Singaraja | Desa Julah, di Kecamatan Tejakula tergolong masih relatif mampu memelihara warisan adat dan budaya leluhurnya dari ribuan tahun silam. Desa ini salah satu gugusan desa tua di Kabupaten Buleleng.

Sesuai prasasti di Pura Balai Agung Desa Julah, desa di pesisir Buleleng bagian timur itu sudah ada pada tahun caka 844 atau tanggal 24 Januari 923 Masehi pada zaman pemerintahan Sang Ratu Sri Ugrasena di Bali.

- Advertisement -

Salah satu yang masih sangat dijaga sampai saat ini yakni sistem pemerintahan desa yang masih manut terhadap pemerintahan kuno di masa lalu yakni sistem Hulu Apad.Dalam sistem ini, pemerintahan tertinggi dikendalikan oleh dua orang Jero Kubayan dan empat orang Jero Bau. Mereka mengatur krama tatanan keagamaan dan adat dari krama negak dan Buwit.

Sistem pemerintahan Desa Pekraman dan Perbekel yang mengatur  tata pemerintahan desa dan desa adat di Desa Julah dibentuk jauh belakangan. Kedua sistem pemerintahan ini harus tunduk terhadap pemerintahan Hulu Apad ini, walaupun kedua sistem ini punya aturan tersendiri yang dibentuk oleh Negara.

Kubayan adalah dua tokoh sentral yang tertinggi mengatur secara otonom terkait dengan prosesi keagamaan dan adat masyarakat adat Desa Julah. Kubayan memiliki otoritas religius magis yang sangat tinggi, dan masih dipercaya oleh masyarakat Desa Julah walaupun sampai saat ini mereka hidup di jaman modern. Dalam struktur pemerintahan Hulu Apad ini, dibawah Jero Kubayan ditempati oleh empat orang Bau.

Klian Desa Pekraman Julah, Ketut Sidemen mengungkapkan untuk mencapai posisi sebagai Kubayan tidaklah gampang. Itu berlangsung selama bertahun-tahun, dan dipastikan ketika mencapai posisi tertinggi itu, seseorang masih dalam kondisi fisik yang sehat lahir dan batin, sekala dan niskala.

- Advertisement -

“Tidak bisa sembarangan untuk mencapai itu. Jalannya sangat panjang. Namun kami mempercayai, mereka yang mencapai posisi itu adalah kehendak Yang Maha Kuasa, “ ujar Sidemen.

Jero Kubayan, adalah pemimpin yang mengatur tatanan religius dalam menjalankan prosesi keagamaan, adat dan budaya di tingkat desa. Sementara pemimpin yang mengatur tatanan keagamaan ditingkat keluarga dinamakan Balian.

Sementara, posisi klian desa pekraman mengatur ruang bagi warga ketika berinteraksi dalam proses adat diinternal warga adat julah dan berhubungan dengan dunia luar sesuai dengan tugas pemerintahan adat yang diatur oleh undang-undang.

“Posisi Klian Desa Pekraman itu jauh dibawah Jero Kubayan dan Jero Bau. Ada garis yang memisahkan itu. Saya berada diantara pra krama negak ini. Ketika ada paruman, saya mengumpulkan dan selalu berkoordinasi atau berkomunikasi warga. Jika harus diputuskan oleh Jero Kubayan, maka kami harus tunduk,” terang Sidemen.

Sistem pemerintahan ini adalah warisan dari nenek moyang Desa Julah sejak lama dan tidak ada yang berani merubahnya karena diyakini sangat sakral.

Diperkirakan, sistem pemerintahan Hulu Apad ini sudah ada sebelum berdirinyaa kerajaan-kerajaan besar di Bali. Hal ini tercatat dalam prasasti Julah yang saat ini juga ditempatkan di Pura Bale Agung Desa adat julah.

Sementara itu, disisi lain Akademisi dari Universitas Pendidikan Ganesha Prof. Dr. I Nengah Bawa Atmaja juga mengungkapkan Desa Julah itu unik, mewakili beberapa desa Bali Aga yang ada di Buleleng. Mewakili dalam arti sebagai salah satu bentuk desa Bali Aga yang ada di Buleleng. Desa Julah sebagai desa tua relatif masih mampu menjaga tradisi-tardisinya, bisa bertahan sampai sekarang.

Mengapa Dia bertahan?  Kata Bawa Atmaja karena struktur pemerintahan desa yang berada dibawah Kubayan masih berjalan dengan kuat. Kubayan memiliki otoritas religius magis yang tinggi, sehingga suaranya masih didengar dalam kontek mempertahankan tradisi di Desa Julah.

Keberadaan Kubayan ini tidak terlepas dari sejarah panjang Desa Julah sebagai desa tua. Dari latar belakang sejarah, dulunya Julah adalah pusat kekuasaan atau kerajaan-kerajaan lokal berbasis desa adat.  Kerajaan-kerajaan lokal sudah ada jauh sebelum jaman kerajaan-kerajaan besar di Bali, seperti Kerajaan Udayana, Dinasti Warmadewa dan lain sebagainya.

Dalam menentukan posisi Kubayan itu harus merangkak dari bawah. “Bukan hanya mempertimbangkan ketahanan fisik ketika sesorang mencapai posisi Kubayan, tetapi mereka mempercayai bahwa yang menjadi seorang Kubayan itu adalah kehendak para dewa. Maka itu kekuasannya tidak bersifat duniawi namun religius magis,” papar Bawa Atmaja saat ditemui di Undikhsa beberapa hari lalu.

Menurut Bawa Atmaja, meskipun ada pemerintahan adat dan pemerintahan desa yang dibentuk sesuai dengan peraturan Negara di jaman sekarang, namun sistem pemerintahan ini tidak serta merta bisa mengambil alih kekuasaan Kubayan. Justru keberadaan desa pekraman saling berdampingan tanpa mengambil tugas atau kekuasaan Kubayan.

“Urusannya tentu jauh bereda. Kubayan mewakaili umat ke atas (Dewa), sementara desa pekraman urusan keluar,” terang Bawa Atmaja. Dalam urusan tertentu, Klian Desa Pekraman ini tidak bisa melepaskan diri dari kekuasaan Kubayan. Dia harus tunduk dengan perintah Kubayan.

Bawa Atmaja menegaskan Desa Julah tidak akan lestari jika sistem pemerintahan ini dirubah dengan mengesampingkan posisi Kubayan. “Harus dipahami, Desa Julah masih lestari sampai saat ini karena desa ini masih mampu merawat adat dan tradisinya yakni sstem pemerintahan Hulu Apad. Masih ada Kubayan. Jika kekuasannya diambil alih atau diganti, kemungkinan besar warisan masa lalunya akan hilang.Desa Julah tidak akan lestari seperti sekrang, “ tegas BAwa Atmaja.

Bawa berharap, Desa Julah tetap seperti sekarang. Tetap merawat warisan dari nenek moyangnya di masa lalu. Menjaga adat dan tradisi dengan cara budaya mereka sebagai warga Desa Julah.

Julah Tidak Mengenal Soroh

Dalam pergaulan kesehariannya, Desa Julah tidak mengenal adanya soroh. Tipe masyarakat  Julah termasuk dalam golongan egaliter atau menjungjung tinggi kesamarataan dan tidak mengenal kelas sosial.

Salah satu ciri masyarakat egaliter yang ditonjolkan dari warga Desa Julah yakni bentuk dan luas rumah yang hampir sama . Tatanan rumah warga di Desa Julah ini memakai prinsip sosialisme tradisional.

“Rumahnya dibuat sama, prinsipnya penyeragaman, kesamarataan. Sistem egaliter yang ada pada diri masyarakat Julah juga tercermin dari prinsip penguasaan sumber daya alamnya. Di Julah dulunya tidak mengenal  kepemilikan tanah pribadi, yang ada adalah milik adat. Kepemilikan tanah pribadi ini baru terjadi belakangan,” terang Bawa Atmaja yang juga sempat melakukan penelitian di Desa Julah.

Sementara itu, Klian Desa Pekraman Julah, Ketut Sidemen mengungkapkan Pura Dalem sebagai sebuah simbol warga Julah tidak mengenal golongan. Di dalam Pura Dalem ada beberapa bagian Pura seperti Pura Dalem Kawitan. Pura dalem Kawitan ini berfungsi untuk menempatkan roh atau orang yang sudah meninggal.  “Tidak ada lagi upacara lain jika roh yang sudah meninggal ditempatkan di Pura Dalem Kawitan ini. Dalem Kawitan ini khusus untuk penduduk Bali Mula, warga Julah,” ujarnya.

Ada juga areal Dalem Beneh, atau Dalem Bali. Dalem Bali ini khusus untuk melakukan upacara prosesi kematian untuk menyerahkan roh penduduk pendatang dari Bali.

Salah satu sarana untuk penempatan jenasah |Foto : Nova Putra|
Salah satu sarana untuk penempatan jenasah |Foto : Nova Putra|

“Warga Julah sebenarnya sangat terbuka dengan orang luar. Siapapun yang yang masuk dan menjadi masyarakat  Julah diperkenankan oleh warga  Julah sepanjang mengikuti tradisi dan adat budaya Desa Julah,” terangnya. Begitu juga, ada pula yang namanya areal Dalem Jawa yang secara khusus untuk menempatkan roh yang dulunya sebagai pendatang dari luar Bali. Masing-masing prosesinya itu mempunyai ciri khas yang berbeda-beda.

Selain itu, cermin kesamarataan dan tidak kenal soroh ini juga terlihat ketika seorng warga desa yang meninggal. Di desa Ini tidak mengenal konsep ngaben atau pembakaran jenasah, namun jasadnya hanya dikuburkan semata. |NP|

 

 

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts