Singaraja, koranbuleleng.com| Sekitar 22 siswa-siswi Sekolah Dasar di Desa Sangsit terdaftar mengikuti pendidikan non formal yang diselenggarakan Pemerintah Desa Sangsit. Kegiatan pendidikan non formal memiliki tujuan untuk membantu meningkatkan minat belajar bagi anak-anak yang membutuhkan pendidikan sebagai pelengkap dari pendidikan formal, juga sebagai upaya untuk membantu anak-anak yang memiliki latar belakang orang tua yang kurang mampu sehingga drop out bisa dihindarai, Minggu, 17 September 2016.
“Pendidikan non formal ini diselenggarakan, dimaksudkan sebagai alternatif dan penunjang pendidikan formal, membantu kebutuhan siswa yang mengalami keterlambatan dan kesulitan belajar, semoga hal ini bisa mendorong terciptanya pemerataan kesempatan belajar bagi seluruh elemen masyarakat,” ucap Kepala Desa Sangsit, Putu Arya Suyasa.
Arya Suyasa juga menjelaskan dalam proses pendataan siswa melibatkan secara langsung dari pihak sekolah dasar. Semua masih dalam proses pendataan dan ini akan membantu pula program pemerintah untuk mengentaskan program drop out.
“”Saat ini Dinas Pendidikan Buleleng sedang gencar-gencarnya mengadakan perekrutan siswa putus sekolah (droup out) serta mendirikan posko di masing-masing Kecamatan di Buleleng, kami berupaya supaya anak-anakkami di desa bisamengenyam pendidikan. Kami tidak ingin ada warga yang sampai tidak mampu mengenyam pendidikan gara-gara terbentur faktor keterbatasan ekonomi, dan juga pendidikan ini diselaraskan dengan citra Kabupaten Buleleng yang memiliki julukan sebagai Kota Pendidikan,” terangnya.
Pelaksanaan kegiatan pendidikan non formal ini baru pertama diadakan oleh pemerintah desa Sangsit secara swadaya. Pihaknya mengakui, masih banyak kekurangan dalam proses pelaksanaanya karena itu restu dan dukungan dari berbagai pihak serta elemen masyarakat sangat diharapkan guna menunjang keberhasilan program pendidikan non formal ini, sesuai tujuan dan cita-cita bangsa agar kelak anak bisa mendapatkan masa depan yang lebih cerah.
“Pemerintah Desa Sangsit, sebagai pencetus dan sekaligus penyelenggara pendidikan non formal tentunya memiliki banyak sekali kekurangan, seperti fasilitas tempat pembelajaran yang masih memanfaatkan balai banjar, juga jadwal pembelajaran masih tergolong minim, digelar hanya dua kali dalam seminggu, selasa dan jumat dan itu pun selalu kami lakukan berpindah-pindah dalam kurun waktu seminggu,”terang Arya Suyasa.
Untuk tenaga pendidik, sementara ini dibantu dua orang tenaga guru relawan yang siap memberikan pelayanan pendidikan.
Salah satu peserta didik, Kadek Wahyu Ari Saputra, 11 tahun, mengakui selama lima tahun mengenyam pendidikan formal di sekolah dasar namun mengalami keterlambatan dalam mencerna pelajaran. Justru Kadek Wahyu mengaku lebih suka menggambar dibandingkan dengan belajar membaca atau menghitung.
“Huruf a sampai z saya tahu pak, tapi jika diminta membaca disekolah terkadang harus bengong beberapa saat untuk menggabungkan huruf-huruf tersebut, lebih suka menggambar,” ujarnya.
Ketut Arini, orang tua Kadek Wahyu Ari Saputra yang sehari-hari mengandalkan penghasilan sebagai buruh cuci menuturkan kepedihan yang dirasakannya setelah melihat perkembangan anaknya yang begitu lamban, khususnya dalam hal membaca.
“Saya hanya berusaha supaya p[endidikan anak saya berjalan normal, Dia bisa mencerna pelajaran dengan baik. Lalu ada program ini dari desa dan saya ikutkan untuk menambah bekal pendidikan buat anak-anak,” ujarnya.
Menurut Arini, program Pemerintah Desa Sangsit sangat bagus untuk mengentaskan angka putus sekolah yang dialami anak-anak pedesaan. Ia pun menyampaikan rasa terima kasih kepada Pemerintah Desa Sangsit yang telah membuka kesempatan belajar secara gratis.
“Kami diberikan alat tulis secara gratis, dan jam belajarnya pun dimulai sore hari selama tiga jam, berharap dengan adanya pendidikan non formal ini hasilnya bisa membawa perubahan berarti untuk anak-anak di desa, khususnya juga buat anak saya Kadek Ari bisa lancar dalam membaca,” harapnya.
Salah seorang tokoh di Desa Sangsit, Gede Wardana mengemukakan, program pendidikan non formal sangatlah tepat dilaksanakan sebagai pelengkap kebutuhan belajar siswa. Namun harus dilakukan secara terstruktur dan berjenjang dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Selain itu, mengoptimalkan program pendidikan non formal tersebut, selain merekrut pelajar hendaknya juga menyasar pada siswa-siswi putus sekolah yang ada di Desa Sangsit.
“Program ini sangatlah bagus, saya pribadi sangat mendukung dan mengapresiasi langkah Pemerintah Desa Sangsit. Namun yang namanya pendidikan non formal, model pembelajarannya paling tidak harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku saat ini, dan sebagai saran kedepannya, metode pembelajarannya jangan digabung, peserta didik dibedakan menurut usia dan kelas masing-masing,” tuturnya.
Kepala Unit Pelaksana Pendidikan Kecamatan Sawan, Luh Amani saat dikonfirmasi via telepon mengatakan, dirinya menyatakan sangat mendukung dan juga mengapresiasi langkah pemberdayaan yang dilaksanakan Pemerintah Desa Sangsit.
“Ini salah satu langkah yang sangat tepat, memberdayakan dan juga meningkatkan SDM siswa melalui program pendidikan non formal. Selanjutnya jika dibutuhkan kami siap membantu secara teknis seandainya dibutuhkan lagi tenaga pendidik untuk menunjang kegiatan belajar mengajar tersebut,” ujarnya. |NP|