Singaraja, koranbuleleng.com|Puluhan warga Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, mendatangi Kantor Pertanahan Buleleng Selasa, 15 Oktober 2019. Kedatangan mereka untuk mempertanyakan perkembangan dari permohonan pembatalan sertifikat atas tanah lapangan Desa dan Puskesmas pembantu, yang diduga dikuasai seorang warga setempat, Ketut Kusuma Ardana.
Dengan menggunakan pakaian adat Bali, warga mendatangi Gedung Kantor Pertanahan Buleleng melalui pintu belakang. Hanya saja, tidak semua warga diijinkan untuk masuk. Dengan membentangkan sebuah spanduk yang bertuliskan “Masyarakat Bungkulan mengucapkan terima kasih kepada BPN atas pembatalan sertifikat Lapangan dan Puskesmas”, warga sempat melakukan beberapa kali orasi.
Hingga kemudian beberapa warga diterima untuk menemui Pimpinan Kantor Pertanahan Buleleng. Sisanya, warga memilih menunggu di luar areal kantor, sembari berharap ada hasil positif dari pembahasan yang dilakukan perwakilan warga dengan pihak kantor Pertanahan.
Ditemui usai pertemuan, Koordinator warga I Putu Kembar Budana menuturkan jika dalam proses penerbitan sertifikat tanah lapangan dan puskesmas tersebut tidak sesuai dengan prosedur. terlebih ada hal yang janggal dalam proses terutama menyangkut tentang pemberian dukungan atas terbitnya sertifikat.
Menurut Budana, orang-orang yang tercantum memberikan dukungan atau sebagai penyanding menyebut tidak pernah tahu-menahu soal rencana penerbitan sertifikat, dan memutuskan untuk mencabut dukungan, salah satunya adalah Kelian Desa Adat Bungkulan Made Mahawerdi.
Selain itu ada nama Made Sumardika yang tercantum sebagai penyanding. Namun dalam surat, namanya yang tertuang adalah Made Goloh yang tidak lain adalah nama panggilannya sehari hari. Begitupun dengan penyanding lainnya yakni Nyoman Seni, yang dalam surat justru tertulis Luh Seni. keduanya mengaku tidak tahu-menahu soal pengukuran lahan tersebut, hingga kemudian juga mencabut dukungan.
Yang lebih janggal lagi masih kata Budana, lahan tersebut berlokasi di Banjar Dinas Dauh Munduk, namun justru yang menandatangi dukungan adalah Kelian Banjar Dinas Badung almarhum Ketut Wirasanjaya.
“Kalau bukti masyarakat tidak punya , tapi secara de facto sejak dulu tanah itu sudah digunakan sebagai fasilitas umum. Dari pihak yang lain juga tidak punya bukti apa-apa, tapi yang kami pertanyakan, kok bisa terbit sertifikat pada 2013 atas nama pribadi, itu yang kami sesalkan,” tegasnya.
Sementara itu Plt. Kepala Kantor Pertanahan Buleleng Made Sudarma mengaku jika pihaknya sudah melakukan penelitian data fisik dan yuridis, termasuk melakukan penelitian lokasi bersama dengan tim dari Kantor Wilayah Pertanahan Bali, yang telah dituangkan dalam analisa terhadap proses penerbitan sertifikat.
Hasilnya, diakui ada cacat administrasi dalam proses penerbitan sertifikat lewat Program Nasional Agraria (Prona), yakni ada saksi yang menarik tanda tangan untuk mencabut dukungan.
“Analisis kita kirim ke Provinsi untuk ditindaklanjuti untuk melaksanakan gelar, kemudian dibahas dan menghasilkan keputusan untuk pembatalan seperti apa, tapi yang kita usulkan karena cacat administrasi,” jelasnya.
Menurut Sudarma, kesalahan dalam proses penerbitan sertifikat seperti yang terjadi dalam persoalan di Desa Bungkulan Kecamatan Sawan ini, terjadi karena kantor Pertanahan Buleleng tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap materi.
“BPN hanya kebenaran formal, artinya berdasarkan surat, kalau suratnya sudah memenuhi persyaratan kita proses. Nanti kalau bisa dibuktikan sebaliknya itu bisa dinyatakan cacat,” ujarnya. |RM|