Burdah Dengan Segala Makna Percampuran Budaya

Kesenian Burdah Desa Pegayaman |FOTO : Edy Nurdiantoro|

Singaraja, koranbuleleng.com | Pasti banyak yang sudah mengenal Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Desa ini punya banyak tradisi tersohor sebagai desa dengan penduduk dominan umat muslim, namun kehidupan sehari-hari warganya nyaris sama dengan kebiasaan masyarakat Bali pada umumnya.

- Advertisement -

Selasa malam, wartawan koranbuleleng.com, Edy Nurdiantoro mendatangi desa ini. Malam itu, warga berkumpul di dalam Mushola untuk memulai merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Disitu, dimainkan kesenan tradisional desa setempat, Burdah.     

Di luar Mushola, tampak setiap pintu masuk gang rumah penduduk penuh dengan hiasan janur kuning lengkap dengan pernak-pernik lainnya yang identik dengan nuansa muslim Bali.  Beberapa anak muda desa dan warga lain juga sudah menggunakan pakaian dengan nuansa Bali.  Dengan baju kemeja putih, meudeng (destar Bali), dengan kamben melancingan. Beberapa pemain Burdah ada yang masih di jalan membawa rebanda budrah menuju Mesjid, lengkap dengan pakaian itu.

Pementasan Burdah memang kental dengan sentuhan akulturasi budaya khas Bali. Bahkan nyanyian burdah menggunakan dengan nada kekidungan seperti kidung Bali.

Namun, Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Pegayaman tidak seramai seperti tahun sebelumnya. Maklum, karena semua daerah sedang dilanda Pandemi, dan siapapun masih harus taat terhadap penerapan protokol kesehatan. Perayaan MAulid tahun ini digelar hanya selama satu hari.  Biasanya berlangsung selama tiga hari.

- Advertisement -

“Momentum Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW tidak selama tiga hari digelar saat ini. Melainkan hanya satu hari. Dengan tetap mengikuti himbauan pemerintah dan memperhatikan protokol Covid-19. Begitu pula dengan kesenian Burdah hanya dimainkan pada malam hari ini saja” ujar Ketut M. Alvi Azhari seorang pemuda desa Pegayaman.

Tepat pukul 21.00, baru kesenian burdah mulai dimainkan di Musholla Kepenghuluan Miftahul Jannah. Gebukan dari alat musik sejenis rebana mengiringi syair-syair pujian berbahasa Arab tersebut yang dimainkan oleh sekumpulan para lelaki.

“Sebelum dimainkan kesenian burdah dibacakan terlebih dahulu doa oleh penghulu adat Desa Pegamayan” sambung Alvi Azhari

Sementara itu, Ketua Sekala Burdah Burak Desa Pegayaman Ketut Muhammad Suharto di sela-sela pertunjukan mengaku Burdah khas Desa Pegayaman merupakan kesenian musik yang dimainkan khusus oleh para lelaki desa yang melantunkan syair-syair pujian berbahasa Arab untuk ke Nabi Muhamad SAW.

“Hanya saja dalam melantunkan syairnya memiliki kesamaan dengan mekidung Bali,”  ungkapnya

Burdah dimainkan oleh lelaki saja. dan tidak ada petunjuk kan seni. Hanya memainkan mudik saja. Kesenian burdah dapat dilihat saat peringatan Hari Raya Maulid Nabi Muhamad SAW dan menjadi seni mudik sakral di desa.

Yang lebih menariknya dari kesenian burdah ini selain usianya sudah mencapai 4 abad, warisan dari para penglisir (leluhur). Juga karena ada nilai akulturasi budaya Bali. Dimana pemainnya menggunakan busana Bali. Dengan meudeng, melancingan dan dilantunkan dengan cara mekidung Bali berbahasa arab.

“Nilai akulturasi ini yang menjadi kekhasan nya menceritakan bagaimana hubungan menyama braya umat muslim Desa Pegayaman dengan penduduk Buleleng dan budaya masyarakat Bali. Dengan tidak menghilangkan nilai-nilai agama Islam didalamnya,” tuturnya.

Muhammad Suharto menambahkan, kesenian burdah khas  juga sebagai penghibur para ibu-ibu rumah tangga di desa yang menemani mereka begadang bekerja di dapur menyiapkan makanan yang nanti dibawa saat pagi hari Peringatan Maulid Nabi.

“Maka tidak heran kesenian burdah ini dimainkan semalam suntuk dari pukul 21.00 malam sampai pukul 04.00 pagi,” lanjutnya.

Saat ini, masih kata Muhammad Suharto pihak desa maupun tokoh-tpkh desa terus berupaya melestarikan tradisi burdah dengan merekrut anak muda yang nantinya kedepan bisa meneruskan tradisi Burdah sehingga tak termakan zaman.

“Kita upayakan sekolah-sekolah ada extrakurikuler Budrah agar penerus tradisi ini tetap berjalan. Karena tradisi ini tak bisa dipelajari secara instan harus dengan latihan.” katanya.

Burdah dari Desa Pegayaman pernah beberapa tahun lalu juga dipentaskan saat Pesta Kesenian Bali.  Dalam pementasan di PKB Bali, tenyat abanyak penonton yang juga terpesona mendengar dan melihat kesenian Burdah ini.   

Pewarta  :  Edy Nurdiantoro

Editor     : I Putu Nova A.Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts