Menikmati Laklak Diantara Ragam Tulisan Guyon

Kue Laklak |FOTO : Yoga Sariada|

Singaraja, koranbuleleng.com | Sejumlah tulisan bernada guyon terpampang diantara tembok berbahan dinding bata serta sekat-sekat bambu. Ini adalah sebuah warung tradisional, dengan konsep sederhana namun menggelitik karena tulisan-tulisan itu. Misalnya ada tulisan, “Laklak kekeh itu tidak bagus, tapi yang kekeh itu bagus buat Laklak”.

- Advertisement -

Ada juga tulisan, “Selamat ngelaklak, langsung masuk tipi” Diatas tulisan tersebut, ada cermin dengan menggunakan bingkai dari kerangka televisi. Sehingga yang berada didepannya terlihat langsung di cermin.

Ragam tulisan bernada guyon itu, ada di warung Laklak milik Anom Wijana di Desa Anturan, Kecamatan Buleleng.  Laklak adalah jenis kue basah khas Bali. Dibuat dari bahan tepung, lalu dimatangkan diatas perapian menggunakan cetakan setengah bundar.   

Sebenarnya, di Bali, Laklak sudah biasa dikonsumsi banyak warga, apalagi ditemani segelas kopi. Nikmat sekali! Entah pagi hari, ataupun siang hari, sekalipun malam hari, kue Laklak ini selalu nikmat dilidah.

Kue Laklak dihidangkan dengan kombinasi kelapa yang sudah diparut, lalu ada campuran gula merah cair diatasnya.  

- Advertisement -

Nah, menikmati kue laklak dengan secangkir kopi di warung milik Anom Wijana tampak lebih istimewa lagi karena pelanggan merasa terhibur oleh tulisan-tulisan di dinding itu. Selain tempatnya nyaman dan asri, apa yang ada di sekitar warung tersebut menjadi  pemicu kedatangan pembeli.  Tak jarang, konsumen warung ini sering cengengesan sendiri karena merasa tersindir, ataupun merasakan makna dibalik tulisan itu.

Anom Wijana saat memproduksi kue Laklak di warungnya |FOTO : Yoga Sariada|

Pria yang punya tahun lahir 1970 ini mengaku warung laklak itu sangat membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dia  tak menyerah, sekalipun menjual laklak ditengah serbuan jajanan modern hasil pabrikan. Pelanggan teru sdatang silih berganti d= ke warungnya yang hanya berukuran 5 meter x 6 meter.

Tak hanya mampu menghidupi keluarga, berjualan laklak menurutnya akan menjadikan jajanan khas ini bisa dilestarikan. 

Laklak  ini kue tradisional Bali, warisan leluhur kita. Banyak yang bilang sulit cari laklak, karena sedikit yang jual dibandingkan kebutuhan yang ada,” Anom sambil menghidangkan Laklak buat konsumennya.

Anom Wijana mengelola warung laklak ini bersama istri dan seorang karyawannya. Dia merintis usaha warung ini sejak tahun 2016 silam.

Dia mengakui, banyak pelanggannya yang kembali datang hanya sekedar membeli seporsi laklak dan segelas kopi, karena suasana yang menyegarkan dengan gurauan tulisan-tulisan di dinding.

“Jadi, membaca tulisan guyon itu sambil menikmati laklak membuat pelanggan merasa lebih lega, apalagi siang hari ketika mereka istirahat kerja, ada yang datang hanya untuk menghilangkan penat mereka datang ke warung kami,” katanya.

Tulisan-tulisan itu dibuatnya sendiri, terinspirasi dari lelucon kehiudpan yang dia lihat setiap hari dituangkan ke dalam tulisan dinding.  

“Tidak jarang, tulisan itu sebagai pemicu canda diantara konsumen juga, jadi ramai,” kata Anom sambil tertawa.

Anom akhirnya bercerita bahwa bakat membuat Laklak diwariskan dari nenek serta orang tuanya.  Saat kecil, Ia sering membantu orang tuanya berjualan laklak dengan berjalan keliling,  di daerah asalnya di kelurahan Banyuning, Buleleng.  

Dia sempat bekerja sebagai pegawai di salah satu perusahaan swasta, di Denpasar. Namun,  ia memilih kembali banting haluan untuk lebih fokus untuk membuka usaha kue basah.

“Pernah juga jualan kue basah lain. Mungkin karena dari orang tua dulu sudah berjualan Laklak, sepertinya jalan rejeki saya harus meneruskan mereka.“ terang pria yang sudah mempunyai satu anak ini.

Namun cerita sedih ditengah pandemic Covid-19 juga datang dari Anom Wijana. Omzet turun drastis.

Jika masa normal, dia kadang bis ameraup hasil penjualan hingga Rp1 juta setiap hari, namun kini bisa setengahnya. 

Kondisi ekonomi yang lesu ini membuat harus merancang strategi lain, yakni mengurangi produksi laklak setiap harinya.

Jika biasanya dalam sehari menghabiskan  12 kilogram hingga 16 kilogram beras, kini hanya menghabiskan 5 kilogram saja. Namun, ia mengaku tetap berusaha dan membuka warungnya.

“Ya kita tahu lah semua pada susah sekarang. Ya mudah-mudahan COVID-19 ini segera selesai,” harapnya.

Anom mengatakan menu andalan di warungnya memang Laklak, namun juga menjual makanan lainya seperti rujak maupun tipat.  

Sementara itu, Darma salah satu pengunjung yang datang  ke warung milik Anom Wijana mengaku nyaman, meski baru pertama kali. Selain Laklak yang masih hangat di hidangkan, tempatnya yang sejuk. Tulisan- tulisan dinding itu menambah nilai dari warung Laklak itu. “Tempatnya bagus, banyak tulisan-tulisan menarik, Laklak nya juga masih hangat” ujar Darma.(*)

Pewarta : Edy Nurdiantoro

Editor     : I Putu Nova A.Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts