Dear, Bupati Bondowoso: Peka Dong, Pak!

“Di masa lalu, pemimpin adalah bos.Namun kini, pemimpin harus menjadi partner bagi mereka yang dipimpin.Pemimpin tak lagi bisa memimpin hanya berdasarkan kekuasaan struktural belaka.”Erich Fromm

Saya awali tulisan ini dengan argumentasi monohok dari filsuf sekaligus psikolog yang populer pada abad ke-19 dengan penegasan bahwa pemimpin harusnya bisa menjadi partner bagi yang dipimpin yakni rakyatnya.Seorang pemimpin dipilih bukan hanya sebatas untuk mengisi kursi struktural, tetapi dalamnya ada tugas dan fungsi yang menjadi sebab mengapa struktur itu harus ada dalam sebuah sistem atau yang didalamnya lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan jajaran pemerintah. Tentunya, semua itu bertujuan tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mempermudah dalam menjalankan visi-misi yang akan dicapai dalam sebuah kemajuan daerah.

- Advertisement -

Pada tulisan kali ini, saya ingin menyampaikan beberapa poin yang menjadi duduk perkara untuk dibicarakan lebih serius dan lebih lanjut dalam  perihal perkembangan dan kemajuan sebuah daerah, terlebih semua ini berkaitan dengan daerah kelahiran saya.Bapak bupati yang saya hormati sebagai pemimpin dan teladan bagi masyarakat di Bondowoso, tentunya kami banyak harapan untuk melihat Bondowoso bisa melesat dan tumbuh lebih baik, Ntah itu secara peningkatan ekonomi masyarakat hingga fasilitas publik yang dapat menunjang untuk kehidupan tatanan sosial masyarakat maju. Jika rakyat memiliki fungsi mengontrol atas suatu kinerja pemerintah, maka melalui tulisan ini saya akan menyalurkan hak saya atas apa yang menjadi perkembangan di kabupaten Bondowoso.

Berbicara Bondowoso, ada banyak hal menarik yang ada di daerah ini, mulai dari jajanan Tapai/tape, nikmatnya kopi yang tergolong dalam java raung ijen hingga kemegahan gunung ijen  yang mulai dilirik oleh para pelancong domestik ataupun mancanegara sekalipun kalah start dengan kabupaten tetangga dalam hal mempromosikannya. Secara letak geografis kabupaten Bondowoso tidak memiliki laut dan bukan juga jalan utama yang menghubungkan antar provinsi seperti jalan yang dimiliki kabupaten lain yang termasuk daerah tapal kuda. Dan perlu digaris bawahi bahwa tape, kopi dan beberapa tempat wisata belum mampu mendongkrak kemajuan kabupaten Bondowoso khususnya pengaruhnya pada PAD.Pada tahun 2019/2020 provinsi Jatim mengeluarkan rilis tentangData terakhir yang diterima oleh Badan Statistik Nasional (BPS) terkait sepuluh kabupaten termiskin termasuk di dalamnya ada kabupaten Bondowoso.(baca: jatim.bps.co.id).

Permasalahan yang terlihat bukan hanya dari suguhan data yang dikeluarkan olej BPS provinsi Jawa Timur. Dalam beberapa judul berita pun Bondowoso benar-benar menjadi perhatian serius (ditelusuri melalui realita nyata). Yang dimaksud perhatian disini bukan karena kabupaten ini berkembang seperti kabupaten tetanggadan daerah-daerah lainatas pencapaian prestasi yang mampu membangkitkan pariwisata dan memajukan setiap desanya.Tapi lebih pada kesimpulankata “miris” ketika kita berbicara tentang perkembangan di kabupaten Bondowoso.Ingatan saya tersusun baik tentangpelanggaran kode etik Kadispora lewat video tik-toknya, lapak PKL di alun-alun ki Ronggo yang tidak tersentuh pemerintah,  chatingan vulgar pak Sekda dengan bu dokter, sekolah yang dijadikan tempat Isolasi COVID-19, belum lagi masalah pengangguran yang makin tahun makin tinggi dengan bursa kerja yang juga ditiadakan. Logikanya, ketika pengangguran meningkat otomatis kecenderungan masyarakat menjadi miskin juga akan meningkat. Tingginya angka pengangguran berbanding lurus dengan angka kemiskinan.Berdasarkan data BPS Bondowoso jumlah penduduk miskin di Kota Tape pada tahun 2020 sebanyak 110.240 orang.Padahal pada 2019 lalu, penduduk miskin tercatat 103.330 penduduk atau naik hampir 7 ribu orang.Sedangkan jumlah pengangguran di Bondowoso pada tahun 2019 sebanyak 13.797 orang. Pada tahun 2020, angka tersebut berubah menjadi 19.473 orang, atau meningkat 5.676 orang dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,13.Dan beberapa hari yang lalu kembali terjadi hal yang menurut saya juga keterlaluan yakni warga kelurahan Kota Kulon, Kabupaten Bondowososwadaya memperbaiki jalan rusak.Warga disana bosan menanti janji pemerintah membenahi infrastruktur namun tak kunjung terealisasi alasan pemda tidak memperbaiki karena tidak memiliki anggaran.Sebagai penggerak perubahan yang menjadi sentral, tentunya kejadian ini menjadi raport merah atas kinerja bapak K.H Salwa Arifin selama menjabat Bupati di Kabupaten Bondowoso.

Tidak baik rasanya jika pada tulisan ini hanya monoton menjelaskan tentang keterpurukan di suatu daerah.Satu sisi saya mengakui betul tentang penemuan-penemuan objek wisata baru yang ada di kabupaten Bondowoso yang berhasil diorbitkan oleh bupati Bondowoso selama masa jabatannya. Hal tersebut seperti menjadi suatu harapan baru yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mendongkrak pendapatan perekonomian masyarakat  di kabupaten.Tetapiperlu penegasan bahwa pemerintah tidak cukup hanya bisa mengorbitkan tempat-tempat pariwisata yang baru dan potensial, namun juga harus dikonsep dengan pengelolaan yang jelas. Bondowoso memiliki pariwisata alam yang sungguh luar biasa, dan beberapa artikel yang saya baca sudah banyak yang menyanjung keindahannya yang bahkan mampu memikat daya tarik setiap wisatawan yang akan berkunjung. Pada tahap ini tentu dibutuhkan yang namanya saling bersinergi dan bekerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Mendidik masyarakat menjadi kreatif dan inovatif agar bisa menjadi pelaku sekaligus pengelola wisata yang handal. Apalagi program BONDOWOSO MELESAT yang diusung pemerintah secara penjelasan visi-misi sudah sangat menjanjikan, tinggal bagaimana pelaksanaannya yang sungguh-sungguh. Dengan begitu Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) akan mengalami peningkatan yang bisa digunakan untuk membantu pembangunan dan kemajuan daerah di kabupaten Bondowoso. Kembali lagi pada kutipan Erich Fromm “Di masa lalu, pemimpin adalah bos.Namun kini, pemimpin harus menjadi partner bagi mereka yang dipimpin.Pemimpin tak lagi bisa memimpin hanya berdasarkan kekuasaan struktural belaka” artinya kepekaan bupati dan kapasitasnya sebagai pemimpin yang mampu memberikan dorongan yang hebat dan besar dalam menjalankan serta mendorong suatu misi kemajuan dan kesejahteraan dalam masyarakat suatu tempat.Jadi pemimpin tidak hanya sebatas tertulis dalam kerangka struktur pemerintahan suatu wilayah. (*)

- Advertisement -

Penulis bernama lengkap Indra Andrianto.Lahir di Bondowoso pada bulan Maret 1995. Penulis buku “Kumpulan Opini #MerawatIngat” yang terbit pada bulan Oktober tahun 2018 di Rumah Penerbitan Pataba Press (Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa), Blora

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts